Mataram (NTB Satu) – UU Minerba menegaskan, semua perusahaan tambang diwajibkan untuk membangun pabrik smelter dalam negeri. Pemerintah menargetkan penyelesaian proyek smelter pada Juni 2023, sehingga penghentian ekspor mineral berlaku efektif sejak smelter beroperasi.
Sementara itu, ekspor mineral untuk sebagian daerah merupakan sumber penerimaan utama. Pemerintah pusat meminta Smelter tuntas dibangun Juni 2023 atau tiga bulan lagi, karena praktis ekspor mineral dihentikan.
Dalam rangka memastikan instruksi itu sudah dijalankan, Komisi VII DPR RI melakukan kunjungan kerja ke area smelter tembaga milik PT Amman Mineral Industri (AMIN), Kamis 6 April 2023.
Mereka menyaksikan langsung perkembangan proyek smelter hanya satu jam, Pukul 11.00 Wita sampai Pukul 12.00 Wita.
Dari Smelter, rombongan yang dipimpin Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno kembali ke Hotel Pullman Mandalika, tempat mereka menginap.
Presiden Direktur AMIN, Rachmat Makkasau yang turut mendampingi kunjungan kerja tersebut menjelaskan perkembangan terkini pembangunan smelter hingga awal April 2023.
“Seperti yang terlihat di lapangan saat ini, pemasangan tiang pancang untuk bangunan utama telah rampung sepenuhnya. Proses rebar dan concrete sebagai dasar bangunan telah mulai dilakukan dan rencananya pendirian bangunan akan dimulai akhir April 2023,” kata Rachmat.
Berbagai peralatan berat dan struktur dasar bangunan juga telah tiba di Indonesia pada akhir Februari 2023, dan diharapkan instalasi akan mulai dilakukan pada Mei 2023. Pengadaan barang juga telah mencapai 60 persen.
“Perkembangan ini merupakan komitmen perusahaan dalam membangun dan mengoperasikan smelter tembaga,” jelasnya.
Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, mengapresiasi kemajuan pembangunan proyek smelter yang menunjukkan keseriusan perusahaan untuk mendukung hilirisasi industri pertambangan.
Dalam kunjungan ini Komisi VII DPR RI melakukan fungsi pengawasan. Sehingga, dengan melihat langsung perkembangan proyek smelter AMIN, Komisi VII bisa mendapatkan data riil untuk berdiskusi lebih lanjut dengan pemerintah mengenai waktu penyelesaian konstruksi smelter dan juga pelarangan ekspor mineral.
Di satu sisi, amanat UU No. 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) harus dijunjung tinggi. Di sisi lain, harus juga dipahami bahwa pandemi Covid-19 menjadi tantangan besar bagi pembangunan smelter.
“Keputusan ada di tangan pemerintah, namun kami dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk bisa memberikan pertimbangan khusus atas dasar pandemi COVID-19,” kata Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno.
Sejauh ini pihaknya cukup terkesan dengan pengembangan yang sudah berjalan. Sehingga diharapkan dalam beberapa bulan ke depan, ketika peralatan dan mesin datang.
“Sehingga semakin signifikan lagi perubahan fisiknya,” harap Eddy.
Ditambahkan Rachmat Makkasau, Kontribusi sektor pertambangan, di mana AMMAN menjadi penyumbang terbesar, terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) mencapai 82 persen, dan PDRB Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai 17.3 persen.
Saat ini lebih dari 11.500 karyawan bekerja di Site Batu Hijau untuk operasional pertambangan dan berbagai proyek pengembangan lainnya.
Serapan tenaga kerja AMMAN dan mitra bisnis yang berasal dari warga lokal KSB dan NTB juga mencapai hampir 75 persen.
“Kami sangat mengharapkan dukungan dari pemerintah terkait kebijakan ekspor konsentrat tembaga karena keberhasilan AMIN menyelesaikan pembangunan smelter sangat terkait dengan kemampuan penjaminan pendanaan dari aktivitas operasional tambang di grup perusahaan AMMAN,” jelasnya.
Akibat kendala pandemi COVID-19 dan krisis energi di Eropa, yang merupakan force majeure, jadwal konstruksi harus disesuaikan.
“Commissioning smelter ditargetkan pada Juli 2024, sementara operasional smelter dengan kapasitas 60 persen ditargetkan pada Desember 2024,” tutup Rachmat. (HAK)