Selain itu, persaingan yang tidak sehat dalam bentuk lain, ada indikasi jadwal kapal yang dimainkan. Sehingga terjadi fenomena yang kontradiktif. Ada jadwal kapal yang sepi, sebaliknya ada kapal-kapal yang penuh penumpangnya.
“Padahal, jadwal kapal berlaku 24 jam,” sesalnya.
Atas persoalan yang dihadapi para pengusaha kapal penyeberangan ini, lanjut Denny, diharapkan pemerintah benar-benar melakukan pembatasan jumlah kapal. Fasilitas tambat kapal (dermaga) harus ditambah. Arus kapal penyeberangan menjadi lebih efektif.
“Saya kira kekurangan ini kendalanya di Pelabuhan Lembar, maupun Pelabuhan Padangbai sama. Kita kekurangan dermaga,” imbuhnya.
Selain itu, dipaparkan Denny, munculnya kapal-kapal yang melayani penyeberangan lintas panjang juga menjadi kritik yang sangat tajam dari Gapasdap. Lintas panjang tersebut misalnya, kapal-kapal yang dari Surabaya, Tanjung Wangi, Waingapu, langsung masuk ke Pelabuhan Lembar.
Rute – rute panjang disebutnya tumpang tindih dengan kapal jadwal yang sudah terjdawal, padahal trip yang sudah ada lebih efisien.
“Apa sih hajatan rute lintas panjang ini sebenarnya?. Kalau memang mau mengurangi disparitas harga, tidak tercipta. Kalau mau kemudian melancarkan arus orang dan barang, kita yang ada ini sebenarnya masih sangat mampu. Lintas panjang tidak kami tolak, tapi kami mohon diatur regulasinya sama seperti kita. Misalnya, keberadaan alat-alat keselamatan, penegakan aturan bagi pengguna jasa. Harus sama dan adil,” katanya. (ABG)