Kota Mataram

Menelusuri Jejak Aktivitas Terlarang di Pantai Selingkuh Kota Mataram, Bagaimana kondisinya kini?

Mataram (NTB Satu) – Di kawasan pesisir Kota Mataram, terdapat sebuah pantai yang namanya cukup nyeleneh, yaitu Pantai Selingkuh, pantai yang akses masuknya berhubungan langsung dengan Jalan Arya Banjar Getas. Posisi tepatnya di belakang Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Ampenan.

Bagaimana riwayat Pantai Selingkuh?

Dari seorang pedagang kopi di sekitar pantai itu, diperoleh informasi Pantai Selingkuh bukanlah nama sebenarnya. “Melainkan Pantai Buyuk,” kata Mahyudin, cerita pedagang kopi itu kepada NTB Satu.

IKLAN

Namun jauh sebelum bernama Buyuk, pantai yang kini dipenuhi semak belukar tersebut sebelumnya bernama Pantai Jero Batu.

Sepengetahuan Mahyudin, dikenalnya sebagai Pantai Selingkuh bermula pada era 80-an. Saat itu, seorang pria datang ke Pantai Buyuk menggandeng perempuan yang dikabarkan sebagai Pekerja Seks Komersil (PSK).

Saat sedang asyik bercumbu asmara dengan si perempuan, pria tersebut diciduk oleh perempuan lain yang ternyata istri sahnya. Terjadilah pertengkaran segitiga.

“Perempuan marah-marah ke cowok itu, dan bilang ‘ternyata kamu selingkuh’,” ungkap Mahyudin. Peristiwa itu membuat pantai tersebut populer dengan Pantai Selingkuh.

Masih adakah fenomena selingkuh di Pantai ini?

Dalam penelusuran lanjutan, saat mengunjungi Pantai Selingkuh dari sore hari hingga petang pada Selasa, 7 Maret 2023, pantai itu cukup banyak dikunjungi oleh muda-mudi.

Hampir tidak terlihat pengunjung yang berumur lanjut.

Menurut Rahman, warga yang tinggal di pinggiran pantai tersebut, fenomena selingkuh di pantai itu hampir sudah tidak ditemukan sejak lama, bertahun-tahun.

“Sekarang sudah tidak ada, dulu baru sering ada, tempatnya di bagian sana,” kata Rahman sembari menunjuk ke arah Selatan.

Beranjak dari jawaban tersebut, NTB Satu mencoba menelusuri lokasi yang dimaksud. Benar saja, pengunjung lebih ramai di lokasi tersebut.

Namun setelah menunggu hingga gelap, tidak ada kejadian ataupun gestur aneh dari para pengunjung. Terpantau hingga pukul 19.00 Wita, para pengunjung berangsur pulang dan bibir Pantai Selingkuh pun kembali sepi.

Sempat bertanya kepada remaja sekitar yang sering main ke pantai tersebut. Berdasarkan pengalamannya, aktivitas pasangan terlarang masih banyak ditemukan di Pantai Selingkuh beberapa tahun lalu, tepatnya sebelum gempa bumi besar menyapa Lombok pada 2018 lalu.

“Dulu banyak kalau sebelum gempa, tapi sekarang udah enggak ada,” kata Rian.

Ia menceritakan, tempat favorit bagi pasangan nakal tersebut untuk bercumbu adalah di pesisir Selatan Pantai Selingkuh.

“Di semak-semak itu biasanya tempatnya. Orang-orang yang udah agak tua, punya istri itu rupanya (penampilannya) yang selingkuh, kalau yang (muda) kayak kita mana mau ke sini,” tutur Rian.

Secara kasat mata, semak-semak yang berada bagian Selatan dimaksud, memang cukup memungkinkan untuk tempat bercengkrama bersama pasangan. Selain rapat, tumbuhan menjalar itu pun berdiri tinggi mengikuti pepohonan, sehingga sulit terlihat oleh orang yang melintas, apalagi saat petang.

Sedangkan semak belukar di bagian Utara, kini sebagian besar sudah dibersihkan dengan cara dibakar.

Tidak ada yang janggal dari tempat ini, terutama benda benda yang mengarah untuk kebutuhan perselingkuhan, seperti alat kontrasepsi. Hal ini semakin menguatkan keyakinan, pantai tersebut sudah jauh dari aktivitas terlarang.

Dulu, kata Rian, saat tren selingkuh kerap terjadi di pantai tersebut, ia bersama warga lainnya sering melakukan penggerebekan terhadap pasangan terlarang yang sedang bercumbu.

Pasangan yang terbirit birit biasanya tak sempat menyelamatkan barang berharga, seperti telepon genggam atau uang. Bahkan tak sedikit warga yang memanfaatkan rasa takut pasangan terlarang, merampas barang berharganya.

“Kalau dulu sering (diciduk), kalau sekarang mana ada,” imbuh Rian.

Di luar aktivitas perselingkuhan yang pernah jadi fenomena di sana, Pantai Selingkuh tidak begitu memanjakan mata. Selain bibir pantainya yang dipenuhi sampah, juga akses masuknya yang tidak tertata, hingga debur ombaknya yang kini bersahutan dengan suara mesin PLTD di sempadan pantai. (RZK)

IKLAN

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button