Daerah NTB

Permintaan Gerabah Banyumulek Mulai Naik, Namun Krisis Regenerasi Perajin

Mataram (NTB Satu) – Pandemi Covid-19 boleh dibilang berkah, bagi para perajin gerabah. Khususnya di Banyumulek, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat. Permintaan kerajinan gerabah untuk cuci tangan sempat meningkat, didukung oleh instruksi Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah agar sekolah, pemerintahan menggunakan hasil kerajinan lokal.

Peningkatan permintaan ini rupanya berlanjut di tengah terus melandainya kasus Covid-19. Tidak saja permintaan domestik, pun permintaan dari luar negeri menggeliat.

Fenomena ini menjadi sinyal baik bagi para perajin gerabah di Banyumulek. Setelah lama puasa pesanan dari luar negeri, karena dampak Bom Bali tahun 2002, dan 2005 lalu. Perajin vakum empat tahun. Pasar gerabah sempat makin memperihatinkan setelah gempa tahun 2018 lalu di Lombok.

“Setelah gempa bahkan kami tutup. Sekarang sudah delapan bulan ini permintaan naik, permintaan dari luar negeri melalui agen-agen di Bali,” kata Hj. Dewi, pemilik art shop Kodong Sasak di Banyumulek, Senin 6 Maret 2023.

Dalam sebulan, pesanan masuk dari Bali sampai dua truk. Permintaannya kebanyakan gerabah gerabah yang natural. Modelnya unik. Informasinya, permintaan dari luar negeri yang meningkat misalnya dari Spanyol dan Italia.

“Mintanya yang model antik-antik. Yang punya pegangan. Tapi harus natural. Karena nanti di Bali yang poles lagi,” katanya.

IKLAN

Permintaan gerabah dari luar negeri ini sempat besar. Terutama dari Amerika Serikat dan Australia. Setahun bisa minta sampai tiga kali dengan kontainer. Namun perang Rusia dan Ukraina, kata Hj. Dewi membuat permintaah gerabah dari dua negara tersebut merosot drastis. Kadang, setahun belum tentu ada pesanan.

Hj. Dewi menambahkan, ditempatnya bisa membuat ribuan jenis produk gerabah. Kreasinya tidak monoton seperti sebelum-sebelumnya. Tidak hanya itu, warna gerabahnya juga tidak dibuat natural saja. Ada yang diwarna warnikan dengan cat khusus. Sehingga menambah rupa dan warnanya semakin cantik. Bentuknya juga semakin kreatif, halus. Persis seperti hasil kerajinan dari keramik. Itulah yang membuatnya semakin digemari.

Untuk pasar dalam daerah, kata Hj. Dewi, setelah banyak permintaan tempat cuci tangan saat Covid-19, belakangan bak mandi paling banyak dicari. Umumnya seperti cangkir bulat, namun ukurannya besar.

“Di dalam daerah yang paling banyak dicari bak mandi ukuran besar. Kami ngirimnya sampai Pulau Sumbawa. Selain untuk kebutuhan pribadi, hotel – hotel yang banyak pesan,” ujarnya.

Sayangnya, ditengah tinggi dan menggeliatnya pasar gerabah, tantangan yang tidak sederhana bagi eksistensi kerajinan gerabah adalah minimnya jumlah perajin. Krisis regenerasi perajin gerabah di Banyumulek.

“Kalau sudah permintaannya lebih dari dua truk sebulan, tidak bisa kita penuhi. Kerana perajin disini yang ndak ada. Anak-anak muda lebih senang main gadget, ngelamar jadi pegawai ritel modern. Jualan pakaian. Tidak ada yang mau jadi perajin. Padahal, kerajinan ini warisan nenek moyang dan sekarang makin banyak diminati,” katanya.

Bahkan permintaan gerabah dalam bentuk guci-guci berukuran besar dari luar ditolak. Dulunya, gerabah-gerabah berukuran besar dibuat oleh perajin-perajin tua. Tidak ada yang melanjutkan. Padahal, menurut Hj. Dewi, berbagai upaya sudah dilakukan untuk meregenerasi para perajin. Salah satunya dengan lomba-lomba model terbaik. Dan mendorong generasi muda untuk menjadi penerus. Namun tetap saja kerajinan gerabah ditinggalkan oleh generasi milenial ini.

Sulitnya para perajin gerabah ini menurutnya bisa jadi ancaman, eksistensi gerabah Banyumulek. Untuk memenuhi permintaan pasar, Hj. Dewi mengatakan, salah satu caranya menyiasatinya adalah membuat cetakan produk. cetakan itulah yang digunakan oleh tenaga perajin yang saat ini masih bertahan untuk berpoduksi.

“Kalau sebelumnya, sudah asli hasil tangan. Sekarang kita harus buat mal untuk produk-produk yang tidak berukuran besar. Tenaga bisa kurang. tapi biaya produksinya malah naik,” imbuhnya.

Karena itu, ia berharap, pemerintah daerah bisa turun tangan secara massif. Mendukung regenerasi kerajinan gerabah. Entah dengan cara apa. Yang terpenting, semangat para gerenasi milenial bisa dibangun.

“Supaya anak-anak kita yang muda-muda ini mau jadi perajin. Sekarang kita terbantu oleh SDM-SDM dari luar yang kebetulan nikah dan tinggal disini. Itu yang kita latih. Kalau SDM lokal sendiri di Banyumulek ini sudah tidak bisa diharapkan. Pemerintah kita harapkan bantu bagaimana caranya. Supaya gerabah ini tetap bisa dipertahankan,” harapnya.

Selain itu, ia juga mengharapkan ongkos ekspedisi bisa dikurangi. agar permintaan-permintaan yang tidak besar dari luar daerah bisa dipenuhi.

“Apalagi ini barang pecah belah. Kalau terjadi apa-apa semakin rugi. Sekarang ini kalau ada permintaan sekoli dua koli dari Jawa, Jakarta, ndak berani. Karena mahalan ongkosnya ketimbang harganya. Mudahan ini juga jadi perhatian,” demikian Hj. Dewi. (ABG)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button