Mataram (Suara NTB) – Tim Penyidik pidana khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumbawa, terus menggali dugaan korupsi pengelolaan dana BLUD RSUD Sumbawa.
Kali ini empat orang diminta untuk melengkapi berkas perkara pada tingkat penyidikan.
Mereka adalah Direktur RSUD Sumbawa dr. Nieta Ariyani, Kabag Tata Usaha, H. Hermansyah. Berikutnya Syarif Hidayat dan Taufik Hidayat.
“Pemanggilan terhadap para saksi masih terus kami lakukan karena saat ini masih tahap penyidikan awal,” kata Kejari Sumbawa, Adung Sutranggono.
Sebelumnya, Kejari Sumbawa telah memeriksa enam orang untuk dimintai keterangan.
Meski begitu, Kajari enggan berkomentar lebih terkait potensi kerugian negara dalam kasus itu. Namun ia memastikan penanganan kasus ini terus berjalan on the track dan belum ada kendala.
“Biarkan kami bekerja dulu, dan pada waktunya nanti pasti akan kami sampaikan potensi kerugian negaranya,” ucapnya.
Dari hasil pemeriksaan, penyidik menemukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum. Hal itu berdasarkan hasil kajian laporan beserta sejumlah dokumen yang dilakukan sebelumnya.
“Kami naikan ke penyidikan karena adanya perbuatan melawan hukum dan penanganan perkaranya terus berproses,” tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, laporan dalam perkara ini sudah masuk ke Kejati pada November 2021 lalu.
Dalam laporan tersebut menyebutkan adanya proyek pengadaan barang dan jasa yang dilelang, menggunakan mekanisme penunjukkan langsung.
Proyek tersebut antara lain pengadaan alkes DRX Ascend System mencapai Rp1,49 miliar.
Kemudian, Mobile DR senilai Rp1,04 miliar dan penyimpangan anggaran jasa pelayanan kesehatan (jaspelkes). Termasuk dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam remunerasi pegawai.
Saat itu Direktur RSUD pada priode pengelolaan dana BLUD tahun 2021, diduga mendapatkan keistimewaan dengan jatah 5 persen dari total keseluruhan Jaspelkes.
Dasar hukum itu mengacu pada Peraturan Direktur RSUD Sumbawa Nomor: 82/202, tentang Pembagian Jaspel pada RSUD Sumbawa.
Dalam Peraturan Direktur RSUD Sumbawa, besaran jaspelkes ini antara lain unsur pimpinan mendapat remunerasi dari jaspelkes dengan total 5 persen.
Kemudian dibagi lagi menjadi 3 persen untuk kinerja direktur; 0,77 persen kinerja kabag TU; 0,73 persen kinerja kabid pelayanan; dan 0,5 persen kinerja kabid keperawatan.
Padahal, pengaturan jaspelkes ini seharusnya mengacu pada Permendagri Nomor 79/2018 tentang BLUD yang berisi tentang Aturan Pembagian Remuneras yang menggunakan peraturan kepala daerah, bukan direktur RSUD. (KHN)