Pariwisata

Dosen di Mataram Riset Ritual Kebangru’an Lombok

Mataram (NTB Satu) – Ritual pengobatan kebangru’an berkembang di Lombok. Sebagian pihak menganggap ritual untuk pengobatan orang sakit ini bersifat negatif, namun, ada pula yang menilai sebaliknya.

Untuk diketahui, ritual tradisi kebangruan adalah bentuk prosesi yang diterapkan pada orang yang mengalami kebangruan, dalam Bahasa Indonesia berarti kesurupan.

Inilah tema yang diangkat penerima manfaat program dana Indonesiana 2022 sekaligus Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Yuga Anggana Sosani M.Sn.

Yuga meyakini, setiap ekspresi dari budaya tradisi, khususnya di Pulau Lombok, pasti memiliki nilai kebermanfaatan bagi masyarakat. Namun, Yuga tidak menampik bahwa masyarakat Pulau Lombok, memang telah didominasi suatu golongan agama tertentu. Kemudian, beberapa orang dari golongan agama tersebut menganggap bahwa ritual kebangru`an melanggar nilai-nilai yang telah tersepakati.

“Saya memilih objek ritual kebangruan untuk menunjukkan bahwa sebuah ritual tidak hanya dapat dilihat dari bentuk sajian, melainkan nilai-nilai lain yang terkandung di dalamnya. Meskipun dianggap sesuatu yang tidak baik, pada kenyataannya ritual kebangruan mengandung nilai kebermanfaatan di dalam masyarakat. Ketika saya menyelesaikan penelitian tentang ritual kebangru`an, ternyata memang ada nilai-nilai yang masih relevan hingga kini,” jelas Yuga.

Dalam ritualnya, objek yang sering mengalami kebangruan adalah masyarakat yang berada dalam kelas ekonomi menengah hingga bawah, baik finansial maupun pendidikan. Untuk melaksanakan ritual tersebut, keluarga dari objek yang mengalami kebangruan mesti mengeluarkan biaya yang besar. Yuga menuturkan, sebagian orang akan kemungkinan akan merasa rugi atas hal tersebut.

Namun, apabila dilihat dari sudut pandang yang lain, maka akan tampak nilai gotong royong dalam ritual tersebut.

Yuga menceritakan, apabila ada orang yang mengalami kebangru`an, masyarakat dari luar kampung akan datang menyaksikan. Menurut Yuga, hal tersebut dapat dilihat sebagai upaya yang bisa memperkuat integrasi masyarakat.

“Pada akhirnya, itu dapat membuktikan semangat kolektif di masyarakat desa masih kuat, tidak seperti kota. Dalam proses penelitian yang telah saya lakukan, ada pihak yang menerima dengan terbuka. Ada pula pihak yang tidak menerima secara tidak terbuka. Untuk menyikapi hal ini, saya memilih untuk melihat fenomena tersebut secara objektif,” pungkas Yuga.

Sebagai tambahan, ia memilih agenda Kajian Objek Pemajuan Kebudayaan yang fokus menggarap Kajian Kearifan Lokal dalam Tradisi Ritual Kebangru’an. Hasil penelitian itu kemudian dipaparkan dalan Focus Group Discussion (FGD) tanggal 14 hingga 15 Januari 2023.

Yuga mengatakan, acara yang digelarnya merupakan bagian dari Program Dana Indonesiana 2022 milik Kemdikbudristek Republik Indonesia. Bagi penerima yang terkurasi dalam progam penertiban buku, maka wajib membuat acara FGD sebagai wahana untuk menguji buku yang akan diterbitkan.

“Saya berharap, buku ini dapat direspons dengan baik oleh Pemerintah Daerah untuk dijadikan bahan ajar di berbagai institusi pendidikan, dan dapat dibedah bersama pihak-pihak terkait,” ungkap Yuga.

Yuga berharap, buku yang telah ditulisnya dapat disebar untuk kembali menggali kearifan lokal budaya Sasak. Setidaknya, kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Sasak dapat terangkat dan tersebar di kalangan generasi muda, terutama di sekolah-sekolah dan berbagai lembaga kebudayaan. Buku tersebut diharapkan dapat menjadi stimulan bagi berbagai pihak untuk menggali kearifan serta kebudayaan lokalnya.

Program Dana Indonesiana 2022 adalah sub-bagian dari implementasi Undang-undang No.5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dalam peraturan tersebut, Pemerintah Daerah wajib menjadi fasilitator dalam pergerakan-pergerakan pemajuan kebudayaan.

“Maka dari itu, saya berharap agar Pemerintah Daerah turut memperhatikan penerima manfaat yang lain,” terang Yuga. (GSR)

Show More

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button