Mataram (NTB Satu) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) NTB turut dipercaya sebagai lembaga pemerintah yang mengelola Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun anggaran 2022.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja NTB, Dr. Najamuddin Amy mengatakan, pemberantasan Barang Kena Cukai Ilegal memiliki manfaat dalam optimalisasi pendapatan negara yang nantinya akan diperuntukan bagi pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan negara lainnya.
“Dengan membagi menjadi dua bagian, Tim Satgas memaksimalkan operasi pemberantasan yang menyisir kios, pasar, hingga mini market sekitar Pasar Keru dan Pasar Narmada, Kecamatan Narmada, Lombok Barat,” ujar Najamuddin, Kamis, 15 Desember 2022.
Ketentuan terbaru mengenai penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBHCHT telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.07/2021 dengan pokok pengaturan, yaitu empat puluh persen untuk kesehatan, kemudian lima puluh persen untuk Kesejahteraan Masyarakat (termasuk tiga puluh persen peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja dan pembinaan industri dan dua puluh persen pemberian bantuan) serta sepuluh persen untuk penegakan hukum.
Sosialisasi tentang Pidana Rokok Ilegal
Pengedar ataupun penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai.
Ancaman pidana ini diatur dalam pasal 54 dan pasal 56 Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut:
Dalam Pasal 54, “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) Maka dipidana dengan pidana Penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang harus dibayar.”
Dalam Pasal 56, “Setiap orang yang menimbun, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut diduga berasal dari tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini. Maka dipidana paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”
Bagaimana mengenal rokok ilegal?
Ciri-ciri rokok ilegal dengan metode sederhana, yaitu pengamatan secara langsung. Cirinya adalah rokok tanpa pita cukai, rokok dengan pita cukai bekas, rokok dengan pita cukai palsu, dan rokok dengan pita cukai salah peruntukan.
Maka siapapun yang sedang menjalankan bisnis rokok dengan cukai ilegal, maka disarankan hentikan dari sekarang. Hal ini gencar disosialisasikan stakeholders yang terlibat, seperti Bea Cukai, Sat Pol PP Provinsi NTB, Bappeda NTB, serta Pemda Kabupaten dan Kota. (GSR)