Mataram (NTB Satu) – Kisruh dugaan adanya fee Dana Alokasi Khusus (DAK) di lingkup Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB belum reda. Dengan kondisi ini, segenap tim Dinas Dikbud NTB diibaratkan masih susah tidur nyenyak.
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Dikbud NTB, Dr. H. Aidy Furqan M.Pd., saat ditemui NTB Satu di ruang kerjanya.
“Iya, kami memang masih belum bisa tidur nyenyak. Saya tidak tahu mengapa bahwa telah beredar banyak isu-isu yang tidak sesuai,” ungkap Aidy, Selasa, 16 Agustus 2022.
Padahal, bukti transfer yang beredar luas menyebutkan beberapa nama sebagai penerima, yakni berinisial SQ sebesar Rp10 juta dan RB sebesar Rp75 Juta.
Bukti transfer untuk SQ disebut berasal dari salah satu SMA di Jonggat, Lombok Tengah. Sekolah tersebut memperoleh DAK fisik untuk pembangunan ruang kelas baru (RKB) Rp1,1 miliar, pembangunan ruang perpustakaan lengkap dengan isi sebesar Rp230 juta, serta pembangunan ruang tata usaha dan isi senilai Rp221 juta.
Selain itu, terdapat bukti transfer untuk inisial RK dari salah satu SMA di Mataram. Sekolah tersebut mendapatkan DAK untuk membangun ruang laboratorium kimia serta perangkat sebesar Rp386 juta dan ruang laboratorium fisika sebesar Rp372 juta. Pembangunan ruang laboratorium biologi senilai Rp372 juta, pembangunan ruang perpustakaan sebanyak Rp236 juta. Pembangunan ruang laboratorium komputer Rp221 juta hingga pembangunan ruang guru Rp 444 juta, dan pembangunan ruang tata usaha sebesar Rp226 juta.
Kemudian, terdapat juga biaya untuk pembangunan ruang kepala sekolah sebesar Rp216 juta, ruang UKS Rp290 juta, kemudian ruang bimbingan konseling Rp229 juta, serta pembangunan ruang OSIS Rp229 juta.
Sampai saat ini, Aidy mengakui sedang menyeimbangkan segalanya agar energi seluruh tim Dinas Dikbud NTB tidak drop dan lalu tidak dapat bekerja lantaran terdapat isu mengenai DAK yang tidak sesuai.
“Saya sangat berharap agar tim Dinas Dikbud NTB tidak patah semangat dalam bekerja demi melancarakan pencairan DAK,” papar Aidy.
Walaupun begitu banyak kabar beredar mengenai terdapatnya pemberian fee proyek DAK Fisik, Aidy dan segenap tim Dinas Dikbud NTB menyatakan telah bekerja secara bersungguh-sungguh dalam mengawal program penyaluran DAK. Aidy bahkan meminta agar publik sedikit tenang dalam menyikapi problema yang tengah berkembang saat ini lantaran seluruh tim Dinas Dikbud NTB telah diikat oleh aturan tertulis.
“Selain itu, sebelum bekerja, kami telah terikat sumpah jabatan. Oleh karena itu, kami tidak mungkin berani melakukan hal yang macam-macam, apalagi DAK adalah uang titipan rakyat yang disalurkan melalui pajak,” tekan Aidy.
Lebih lanjut, Aidy menerangkan perihal mekanisme pemberian DAK dari Pemerintah Pusat menuju Pemerintah Daerah.
Seperti yang kerap dilakukan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), selalu memberikan bantuan kepada Pemerintah Daerah seluruh Indonesia dalam bentuk fasilitas fisik dan perlatan pembelajaran untuk sekolah-sekolah.
“DAK dibagi menjadi dua, fisik dan non-fisik. DAK fisik berupa fasilitas bangunan, pengadaan alat dan lain-lain. Sedangkan DAK non-fisik berupa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sertifikasi pendidik, serta tunjungan profesional yang lain,” jelas Aidy.
Dana yang paling banyak dialokasikan tertuju pada DAK non-fisik. Pasalnya, setiap siswa dialokasikan bantuan sebesar Rp1.400.000 hingga Rp1.600.000, untuk SMK per tahun.
Sedangkan untuk DAK fisik, Pemerintah Daerah mesti mengajukan usulan kepada Pemerintah Pusat. Dalam proses pengusulan tersebut, Pemerintah Daerah mesti mengobservasi terlebih dahulu perihal sekolah-sekolah yang bakal mendapatkan bantuan setelah turut mengajukan usulan.
“Setelah Pemerintah Daerah mengumpulkan daftar sekolah yang bakal mendapat bantuan, kami harus mengirim data tersebut ke Pemerintah Pusat untuk melalui proses kalibrasi. Usulan yang kami sarankan, bakal dicocokkan dengan data Dapodik online milik Kemendikbudristek. Dari sanalah kemudian proses kurasi yang sebenarnya dimulai,” pungkas Aidy. (GSR)