Mataram (NTB Satu) – Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) NTB sekaligus advokat, Ida Made Santi Adnya terjerat kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE yang merupakan buntut dari mempromosikan pelelangan hotel di Mataram.
Ida Made Santi di media sosialnya menulis promosi dengan kalimat “Barang siapa yang berminat membeli Hotel Bidari hubungi saya atau segera mendaftar di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di Kantor Jalan Pendidikan Mataram,” dengan menambahkan foto dokumen penilaian aset Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).
Selanjutnya, di tanggal yang sama, tersangka (IMS) kembali membuat postingan yang kalimatnya “Kondisi Hotel Bidari yang akan segera dilelang, kalau ada yang berminat hubungi saya,” dengan menambah dua foto Hotel Bidari. Diketahui, hotel tersebut merupakan objek sengketa gono-gini antar kliennya bernama I Nengah Suciarni dengan mantan suami.
Namun pihak Hotel Bidari, yang disebut masih dikuasai mantan suami Nengah merasa dirugikan, karena pelelangan tersebut diklaim sudah berakhir tahun 2020 lalu. Karena itu pihak hotel melaporkan Made Santi dengan dugaan pelanggaran UU ITE. Sehingga saat ini Ditreskrimsus Polda NTB menetapkan Ida Made sebagai tersangka setelah pengumpulan barang bukti yang lengkap lalu akan dilakukan penuntutan di persidangan.
Merespons hal itu, pada Sabtu, 30 Juli 2022, sejumlah advokat senior seperti Dr Umaiyah, Burhanuddin dan I Gede Gusti Prajendra berkumpul di Mataram mewakili 100 lebih advokat untuk memberikan dukungan kepada Ida Made yang terjerat UU ITE. Satu hal yang tak kalah menarik, Baiq Nuril Maknun yang pernah menjadi korban UU ITE juga turut memberi dukungan.
“Selain para Advokat, hadir juga Ibu Baiq Nuril Maknun yang pernah menjadi korban UU ITE, dan advokat Ida Made Santi Adnya, SH.,MH menjadi salah satu Tim Penasehat Hukumnya dari sejak tahun 2017 sampai dengan 2019,” tulis perkumpulan advokat tersebut dalam rilisnya.
Menurut perkumpulan advokat tersebut, cuitan Ida Made di akun Facebooknya tidak memenuhi syarat sebagai penyebaran berita bohong dan merugikan konsumen sesuai pasal yang dituduhkan dalam Pasal 28 ayat (1) jo. Pasal 45 A ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2018 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), melainkan murni untuk membantu menyelesaikan masalah kliennya. Selain itu menurut mereka, pelelangan aset tersebut tidak dapat dikatakan selesai sebelum adanya pembelian atau permintaan pemberhentian dari penjual ataupun dari lembaga peradilan.
“Bahwa itikad baik tersangka untuk menawarkan Hotel Bidari adalah semata memenuhi tugas membela kepentingan klien I Nengah Suciarni/penggugat/pemohon eksekusi (pelelangan) sesuai dengan surat kuasa khusus yang tidak merugikan klien dan sesuai putusan pengadilan, serta tidaklah berlebihan apalagi bermaksud melanggar hukum, akan tetapi berupaya membantu menawarkan mencari pembeli agar klien segera mendapatkan setengah bagian dari haknya, termasuk segera membayar hutang kepada pihak Bank atas beban hutang-hutangnya,” ujarnya.(RZK)