Daerah NTB

Agar Tak Terus Jadi PMI, Pemberdayaan Ekonomi Harus Dilakukan

Giri Menang (NTB Satu) – Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) menilai pemberdayaan kepada keluarga dan mantan-mantan TKI masih lemah. Di satu sisi besaran upah tenaga kerja masih simpang siur, sehingga menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) seolah warisan turun temurun.

PMI atau TKI selama ini mengdatangkan devisa ke negara cukup besar. Di Provinsi NTB, remitansi atau uang kiriman PMI setahun bahkan menembus angka diatas Rp1 triliun. Angka ini menurut Ketua Apjati Provinsi NTB, H. Muhammadon, adalah angka yang tidak kecil.

Namun mengapa, menjadi PMI justru semakin banyak jumlahnya. Apalagi di tengah situasi ekonomi global yang tidak menentu akhir-akhir ini.

Ia mengatakan, menjadi PMI menjanjikan keberhasilan. Ke Malaysia misalnya, dalam dua tahun kontrak, PMI yang pulang bisa membawa hasil puluhan juta. Namun disayangkan, uang-uang yang dihasilkan dari bekerja di luar negeri, kerap kali tidak terkelola dengan baik. bahkan terkesan menguap begitu saja.

“Akhirnya, habis uang, ke Malaysia lagi, ke Malaysia lagi,” katanya.

Mestinya, lanjut Madon, seluruh stakeholders bergandengan tangan lebih erat. Dari pemerintah daerah yang membidangi ketenagakerjaan, dari BP2MI, juga dari unsur P3MI, demikian juga lembaga keuangan yang selama ini menjadi penampung dana dana TKI dari luar negeri.

“Perbanyak pelatihan-pelatihan manajemen pengelolaan keuangan. Sehingga keluarga-keluarga PMI bisa produktif. Latih mereka berusaha. Sehingga modalnya tidak hanya dijadikan untuk membeli motor, tipi, kulkas, dan lainnya,” jelas H. Madon.

Sepanjang pemberdayaan hilir tidak dilakukan secara massif, menurutnya, tetap saja masyarakat NTB akan berpikir menjadi TKI berulang-ulang. Sebab tidak ada keterampilan lain yang dimiliki. Umumnya hanya mengandalkan modal yang ada untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Madon menambahkan, pemerintah daerah harus mendampingi para PMI dan keluarganya memiliki lapangan pekerjaan, pasca kembalinya bekerja dari luar negeri. Jika tidak, maka, menjadi PMI tetap saja akan dijadikan warisan.

Selain itu, untuk mengurangi jumlah TKI, Madon menambahkan, lakukan penyesuaian UMP (Upah Minimum Provinsi). Sebab tergiurnya masyarakat menjadi TKI, tidak lepas karena jomplangnya UMP di dalam negeri, dengan UPM di luar negeri.

“Bayangkan diluar mereka bisa mendapatkan gaji di atas Rp10 juta sebulan. Ketimpangan kita masih jauh. Itulah penyebab banyaknya masyarakat memilih menjadi PMI” demikian H. Madon. (ABG)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN
Back to top button