Mataram (NTB Satu) – Banyak peternak sapi di Pulau Lombok melakukan potong paksa terhadap ternaknya yang bergejala Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), karena takut hewan ternaknya berakhir dengan fatal. Padahal, angka kematian akibat PMK sangatlah kecil. Seperti di Desa Kebun Ayu, Lombok Barat, dari total 679 ekor sapi yang terkena PMK, hanya satu ekor yang mengalami kematian.
“Yang terkena di desa ini 679 ekor dari total populasi 1950 ekor. Yang sembuh sudah lebih dari 90 persen, sisanya masih proses penyembuhan, dan yang mati 1 ekor,” ujar Petugas Medis UPT Puskeswan Lombok Barat Wilayah Selatan, drh. Saeful Bahri, Selasa, 14 Juni 2022.
Untuk hasil yang terbilang sukses itu, terang Saeful, masyarakat setempat tidak hanya mengandalkan obat-obatan kimia yang jumlah terbatas, namun juga meracik obat herbal sendiri dari rumah.
“Kita kasih obat antibiotik, analgesik, dan antipiretik. Kalau yang parah baru kita suntik satu sampai dua kali. Sedangkan biayanya sampai saat ini gratis dari pemerintah. Kalau yang herbal, masyarakat sering kasih makan gula merah, telur, sama kunyit. Kalau kukunya luka, dikasi obat merah betadine,” jelas Saeful.
Meski sederhana, obat herbal itu diakui Saeful cukup ampuh dan membantu untuk meringankan gejala PMK pada ternak, terlebih saat ini jumlah obat-obatan sangat terbatas dan belum ada vaksin.
Di Pulau Lombok secara keseluruhanpun angka kematian sangat kecil jika dibandingkan total kasus. Total 29.079 kasus per 14 Juni 2022, dengan angka kematian jauh di bawah satu persen atau 17 ekor. Sedangkan yang dipotong paksa secara bersyarat (ante mortem) sebanyak 119 ekor, sembuh 12.993 ekor, dan sisa yang masih sakit sebanyak 15.950 ekor.
Hal paling mendasar untuk mencegah penularan tersebut adalah dengan tetap menjaga kebersihan kandang, dan melakukan penyemprotan disinfektan di areal kandang secara berkala apabila diperlukan. (RZK)