Mataram (NTB Satu) – Banyak warga di Kota Mataram meminta ternaknya yang mengidap gejala Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) untuk dipotong. Warga khawatir kondisi ternaknya semakin parah.
“Masih banyak peternak yang takut kondisi sapinya berakhir fatal setelah kena PMK, maka banyak dari mereka yang melakukan pemotongan paksa. Padahal, angka kematian dari kasus ini sangat kecil,” ujar Kepala UPTD RPH dan Pasar Hewan Kota Mataram, drh. Vidia Fitrianti, Kamis, 16 Juni 2022.
Kondisi tersebut membuat jumlah pemotongan hewan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang di Kota Mataram tetap stabil. Pulau Lombok sendiri ditetapkan sebagai zona merah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dengan total 29.079 kasus per 14 Juni 2022. Dari total 29.079 kasus, hanya ada 17 kematian, dan 119 dipotong paksa secara bersyarat (ante mortem).
“Di RPH Karang Majeluk rata-rata jumlah pemotongan sapi 10 sampai 14 ekor, sedangkan di RPH Gubuk Mamben sekitar 20 ekor, dari dulu jumlahnya begitu,” ujar Vidia.
Selain itu, lanjut Vidia, adanya kesadaran masyarakat mengenai keamanan mengkonsumsi daging ternak yang terkena PMK, sehingga permintaan pun masih dalam kondisi stabil.
“PMK ini kan tidak menular ke manusia, jadi aman lah masyarakat untuk mengkonsumsi. Kami juga sudah sosialisasikan bahwa ini tidak menular ke manusia, mungkin kesadaran masyarakat sudah tinggi,” imbuh Vidia.
Sedikit berbeda dengan kondisi di sejumlah pasar. Para penjual daging sapi di Pasar Pagesangan dan Pasar Kebon Roek Kota Mataram terpaksa menurunkan harga daging karena turunnya jumlah pembeli akibat PMK. Sebelumnya harga daging Rp130.000 per kilogram, diturunkan menjadi Rp125.000 bahkan Rp110.000 per kilogram.
“Banyak pembeli yang nanya, yang kita jual ini daging sapi sakit (PMK) atau tidak. Pembeli berkurang karena takut, padahal ini bukan sapi yang sakit,” kata seorang pedagang daging sapi di Pasar Pagesangan, Ani.
Sedangkan pasokan hewan potong untuk RPH di Kota Mataram berasal dari Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Barat.
“Hewan ini dari Lombok Tengah, Lombok Timur, sama Lombok Barat. Jadi karena pasar juga tutup, peternak-peternak ini langsung jual ke jagal,” tutup Vidia. (RZK)