Investasi Mewah dalam Bayang Eksekusi (1)

Drama sengketa antara Umar dengan PT. Indonesian Tourism Development Corporations (ITDC) menggelinding sampai ke Mahkamah Agung (MA). Putusan kasasi memenangkan Umar, eksekusi hotel bintang lima Pullman diselamatkan  sementara event akbar MotoGP, namun tak berarti rencana itu batal.

———                         

Hawa terasa lebih panas saat NTB Satu mendekati lokasi Pembangunan Hotel Pullman di wilayah KEK Mandalika, Desa Kuta, Lombok Tengah. Dalam suasana Ramadhan, terik semakin terasa dan haus menyergap tenggorokan ketika waktu beranjak menuju siang Pukul 11.30 Wita. 

Melihat ada aktivitas pekerja, NTB Satu  langsung mendatangi Pos Satpam untuk meminta dipertemukan dengan manajemen hotel yang  ada di lokasi. Namun, petugas berlasan  pimpinan hotel sedang tidak bisa diganggu dan disarankan datang kembali Pukul 15.00 Wita.

Kesabaran diuji ketika kembali sesuai waktu yang ditentukan,  NTB Satu tak menemukan petugas yang tadi. Rupanya sudah berganti shift. 

Seizin pekerja kontraktor PT. Wika Gedung, tim  menyarankan langsung masuk dan bertanya kepada petugas yang berjaga di dalam gedung.

Saat masuk di basemen, terlihat parkiran cukup padat kendaran roda dua milik para pekerja konstruksi. Ada aktivitas pekerja yang sedang memasang jaringan listrik.

Dari parkiran beranjak ke lobi, nampak seorang pria yang mengenakan kemeja bertuliskan “ITDC” sedang mengobrol dengan berberapa orang. Menurut Satpam yang mendampingi, mereka adalah tamu dari luar. Pria berkemeja logo ITDC adalah Hestiawan, wakil ITDC yang bertanggungjawab memantau pembangunan hotel.

Sempat berpikir Hestiawan bisa menjawab pertanyaan dampak sengketa lahan antara ITDC melawan warga Desa Kuta bernama Umar itu, namun terbaca dari nada pembuka pembicaraan. “Kalau masalah itu tanya ke ITDC pusat aja mas,” ketusnya dan berlalu begitusaja.

Jarak dari Mataram ke Desa Kuta, Mandalika yang cukup jauh membutuhkan waktu sekitar satu jam apalagi dalam suasana Ramadhan,  memaksa NTB Satu terus berusaha mencari orang yang dapat menjawab sebagai penyeimbang.

Sampai akhirnya menemukan kantor operasional pembangunan Hotel Pullman, tapi tetap saja tidak mudah. Ada tiga pria bertubuh kekar berjaga dengan mata awas.   Tiga pria tegap tadi hanya mampu membantu dengan memberikan nomor kontak Marketing Hotel Pullman bernama Feby membuat sedikit lega. 

Melaui pesan instan Whatsapp, mencoba membuka wawancara dengan topik ringan, mengenai profil Hotel Pullman. Toh tak ada jawaban.

“Mohon maaf pak, kebetulan kami memang belum beroperasi sebagai Pullman pak. Jadi saya masih belum bisa memberikan informasi tentang profil hotel kami pak ,” tulis Feby.

Setelah konfirmasi buntu, NTB Satu mencoba untuk mengelilingi hotel tersebut. Ternyata proses pembangunan masih berlangsung di segala sisi, mulai dari lampu di parkiran, pemasangan paving dan menghias bungan di taman hotel. Ada pula pekerja yang sedang mengamplas tembok kamar, hingga proses merapikan kolam renang yang tepat berhadapan dengan view pantai.

Pullman Tetap Dibangun

Meskipun dalam PK pertama diputuskan supaya lahan sengketa dikosongkan, namun berdasarkan pantauan langsung pada hari yang sama, Senin 4 April 2022 lalu, proses pembangunan hotel yang berlokasi di zona barat KEK Mandalika tersebut masih berjalan normal.

Hotel Pullman di KEK Mandalika. Foto : ITDC

Penjelasan Deputy Project Manager WIKA Gedung, Asnul Rizal selaku kontraktor pembangunan Hotel Pullman, proses sengketa tersebut, sedikitpun tidak mengganggu proses pembangunan Pullman Hotel.

“Selama sengketa tidak ada gangguan, tidak ada,” tegas Rizal saat dihubungi NTB Satu Jumat, 8 April 2022.

Lebih lanjut, Rizal menyebutkan hotel yang dibangun dengan serapan tenaga kerja mencapai 600 orang itu sempat beroperasi saat perhelatan World Superbike (WSBK) pada 19 – 21 November 2021 lalu. Dimana saat itu telah keluar putusan PK 1 yang memenangkan Umar, dan ITDC sendiri belum mengajukan PK 2 kepada MA.

“Kemarin pas WSBK sama MotoGP sempat dibuka, tidak ada masalah,” imbuh Rizal.

Langgengnya proses pembangunan hotel Pullman mengeyampingkan status quo objek sengketa, meskipun  dengan dalil telah terbit Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Penggunaan Lahan (HPL). 

Demi mendapatkan kesimbangan narasi berita, NTB Satu mencari manajemen PT. ITDC yang bertanggungjawab secara teknis pada proyek Pullman,  Senin 4 April 2022.

Tim mencoba menemui Hestiawan  yang posisinya sebagai penanggung jawab proyek tersebut.  Namun Hestiawan menolak merespons saat ditanyakan status operasional proyek di tengah perkara. “Tanyakan ke pusat saja mas,” kata Hestiawan.

Begitu pula saat tim menghubungi penanggungjawab Marketing pihak Pullman Hotel bernama Feby. Ia mengaku, pihaknya belum beroperasi sebagai Pulmann Hotel, sehingga tidak bisa memberikan informasi terkait hotel tersebut.

“Mohon maaf pak, kebetulan kami memang belum beroperasi sebagai Pullman pak. Jadi saya masih belum bisa memberikan informasi tentang profile hotel kami pak ,” tulis Feby melalui pesan instan.

Saat ini, persentase pembangunan hotel yang direncanakan tuntas pada Mei 2022 tersebut sudah mencapai 100 persen, hanya perlu penyempurnaan dan pemenuhan standar keamanan dari pihak operator, yakni Accor.

“Sudah seratus persen, tinggal penyempurnaan untuk standar Accor,” tutup Rizal.

Mengutip dari keterangan website resmi Accor, Hotel Pullman akan beroperasi secara resmi pada Agustus 2022.

Sampai saat ini, lahan tempat berdirinya hotel dengan nilai investasi 709 miliar tersebut menjadi objek sengketa antara ITDC dengan seorang warga Desa Kuta bernama Umar.

Berbagai proses hukum dilalui dalam penyelasaian masalah tersebut, mulai dari Pengadilan Negeri (PN) Praya hingga Mahkamah Agung (MA). Pada putusan terakhir, dimenangkan oleh Umar melalui upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK) di tingkat Mahkamah Agung (MA), dengan putusan MA No. 531 PK/PDT/2021 tertanggal 23 September 2021.

Dalam putusannya, MA meminta tergugat, yakni ITDC, Hotel Pullman, Hotel Royal Tulip, dan Paramount Lombok Resort and Residence untuk segera mengosongkan lokasi sengketa, membongkar bangunan yang berdiri di atasnya, dan menyerahkan hak kepemilikan lahan kepada pihak Umar.

Namun, Pengadilan Negeri (PN) Praya selaku pemegang mandat, menunda permintaan eksekusi lahan dari pihak Umar, karena tidak lama setelahnya pihak ITDC mengajukan PK 2 dengan 12 novum atau bukti baru pada 30 Desember 2021 lalu. Maka kelanjutan nasib dari aset tersebut, harus menunggu kepastian hukum dari putusan PK 2, yang diestimasi keluar dalam waktu dua hingga tiga bulan. (*)

Tim Liputan : Mugni Ilma, Khairurrizki, Gilang Sakti Ramadhan

Editor : Haris Mahtul  

Exit mobile version