Kedai Kopi Menjamur di Mataram, Kualitas atau Ikut Tren?

Mataram (ntb satu) – Pengunjung datang ke kedai kopi harusnya karena alasan selera. Namun tren menggeser itu. Konsentrasi mereka terbagi. Tidak lagi fokus mengecap nikmatnya rasa kopi, tapi juga “membeli” suasana, bahkan ada yang lebih mementingkan itu. Di kota kota urban, seperti Kota Mataram, fenomena ini mewarnai pasang surut didirikannya kedai kopi. Seperti apa fenomenanya? simak ulasannya.

Kopi, Tren dan Kualitas

Kedai Kopi Three C. Foto : Gilang S. Ramadhan

Selepas pagi sekitar Pukul 09.00 Wita, hujan baru saja reda, tapi aromanya masih terasa, berbaur dengan aroma kopi yang diseruput Muhammad Annafi. Alumnus Universitas Brawijaya bidang studi Ilmu Perikanan ini adalah pelanggan kedua Harmos Brew pagi itu, sebuah kedai kopi di Karang Medain, Kecamatan Selaparang Mataram.

Aan, begitu ia akrab disapa, menghabiskan waktu untuk melengkapi harinya di kedai kopi tersebut.

Hampir saban hari, bila tak ada tuntutan pekerjaan, Aan pasti menyempatkan diri untuk menikmati kopi di berbagai kedai, termasuk Harmos Brew. Selera racikan Aan, teknik arabika dan bean (biji) asal daerah Toraja. Bagi dia, sensasi racikan ini kental rasa masam yang khas.

“Saya sebenarnya paling suka biji Toraja. Tapi, saya juga minum kopi jenis lain. Di luar semua itu, yang penting itu rasa kopinya benar-benar keluar, apapun jenias kopinya,”Aan mengawali obrolan dengan ntbsatu.com, Senin 21 Februari 2022.

Tidak sekedar rasa, bagi dia prosesnya juga tak kalah penting. Aan menyebut peran Barista.  “Karena kalau baristanya nggak bagus, pasti kopinya juga nggak enak,” jelas Aan.

Menyelami soal selera kopi, Aan tidak ingin disamakan dengan kebanyakan pengunjung kedai kopi  yang kini hanya menikmati kopi sebagai tren dan “membeli” suasana. Segmentasi kopi di masa kini, sedang mengalami pergeseran. Aan menyebut dirinya sebagai orang yang benar-benar lebih mementingkan kualitas biji kopi.

“Saya datang ke kedai kopi, tentu karena ingin mencari kualitas kopi yang baik. Bagi saya, suasana kedai kopi itu ada di nomor dua,” ujar Aan. Tentunya, untuk menemukan kualitas kopi yang terbaik,  setidaknya  pelanggan yang serius perlu proses riset kecil kecilan setiap kedai.

Muhammad Annafi. Foto  : Gilang S. Ramadhan

Pasang Surut Industri Kopi

Di tengah tumbuhnya selera ngopi dan sejalan dengan menjamurnya kedai di Kota Mataram, daya tahan rupanya menjadi masalah. Selera pelangga juga menentukan keberlangsungan kedai kopi. Berangkat dari situasi itu, ada juga kedai yang konsistensi mempertahankan keaslian, konsistensi dan kualitas produk sebagai poin utama industri mereka. Meski dengan pasang surut jumlah pengunjung.  

Pasar dan selera seperti yang diutarakan Aan, penting jadi pertimbangan Kedai kopi untuk meraup pelanggan setia tanpa meninggalkan cita rasa dan keaslian kopi.
 
Salah satunya Kedai Kopi Three C, terletak di Jalan Pendidikan, Kota Mataram. Three C didirikan Pramono Suwandi sejak tahun 2007.

Di tengah gempuran kedai kopi yang memperkaya dengan varian baru, cenderung membuat pasar industri kopi menurun. Namun, Pramono mengaku tak terlalu risau.

Ia tidak terlalu terpengaruh, lantas menstabilkan atau menurunkan harga. Bahkan, Pramono menyebut harga produk di Three C, hanya cocok untuk kaum pekerja. Bagi pria yang datang dari Kota Surabaya itu, penikmat kopi di Three C, hanyalah orang-orang yang rela menghabiskan uangnya demi mengejar kualitas. Bagi dia, orang yang mengejar kualitas adalah pelanggan yang punya kelebihan dari sisi intelektual.

“Orang sampai mau buang uang segitu (cukup mahal), berarti dia juga intelektual, dong. Penilaian dari seorang intelektual itu pasti mencakup penilaian subjektif dan objektif. Nggak mungkin orang mau buang uang cukup banyak kalau ternyata barang yang dibeli nggak enak,” ucap Pramono Sabtu 19 Februari 2022.

Menyoal merebaknya fenomena kedai kopi baru di Mataram, Pramono menyatakan hal tersebut wajar adanya dan merupakan sebuah gejala normal. Manusia, bagi Pramono, lumrah jika memiliki keinginan untuk memulai sesuatu yang lain, atau sesuatu yang baru dalam hidupnya.

“Itu sesuatu yang biasa. Dan itu wajar-wajar saja. Manusia kan emang gitu, suka coba sesuatu yang baru,” tutur Pramono.

Pramono Suwandi. Foto : Gilang S. Ramadhan

Perjalanan dari 2007-2022, tentunya bukan waktu yang sebentar. Three C sebagai sebuah kedai kopi, juga mengalami fase pasang-surut. Ditanya mengenai apa strategi yang disiapkan, Pramono menjawab dengan jawaban sederhana dan sudah diketahui oleh banyak orang, tetapi sulit untuk dilakukan.

“Nggak ada strategi lain selain konsisten. Sudah, itu saja,” papar pria yang juga pemerhati tata sistem suara ini.

Sebuah visi, tentunya memiliki misi. Lalu, misi sendiri memerlukan strategi untuk menjalankannya. Three C juga tentunya memiliki strategi dalam proses malang-melintang di industri kopi Kota Mataram. Menurut keterangan Pramono, ada beberapa strategi yang dimiliki oleh Three C.

“Pertama, kekuatannya Three C itu ada di rasa. Kedua, kami eksis di penjualan biji, bahkan sudah tersebar di nasional. Ketiga, kami sediakan internet kencang, dengan kapasitas 100 mbps full tanpa pembatasan, device seperti sound system dan layar proyektor, ” jelas Pramono.

Sebagai sebuah kedai kopi yang sudah mengalami banyak rintangan, Three C tentunya pernah mengalami gejala pasang-surut. Namun, penyebab dari sepinya pengunjung, Pramono berpendapat disebabkan oleh beberapa faktor. Hal tersebut, cukup krusial adanya sebab mempengaruhi eksistensi sebuah kedai kopi.“Yang pertama itu harga dan rasa. Yang kedua itu masalah tempat. Yang ketiga adalah owner kedai kopi yang nggak Instagramable, termasuk saya,” ujar pria yang dahulunya adalah mantan pesulap ini.

Mengenai niatan menuju kafe yang instagramable, melalui Pramono, Three C menyatakan tidak akan berjalan di jalan itu. Pramono menyadari lokasi dan tempat Three C sendiri tidak terlalu bagus. Oleh karena itu, Three C sadar akan kekurangan mereka dan tidak mau berperang dengan senjata yang tidak mereka miliki.

“Ngapain kita promosi dengan kekurangan kita? Yang dipromosikan itu seharusnya kelebihannya, dong. Nah, kita terus melatih kelebihan itu dan membuat customer tidak akan pernah kecewa kalau soal kualitas kopi,” tanya sekaligus saran Pramono.

Karakter Kedai Kopi Menentukan

Tusan Feby Andika. Foto : Gilang S. Ramadhan

Manusia, alam semesta beserta zaman, tentunya mengalami proses evolusi. Untuk menjaga agar masing-masing persona bisa bertahan, tentunya manusia setidaknya harus mengikuti perkembangan zaman, walaupun sedikit.

Lalu, bagaimana dengan perkembangan kopi di daerah sekecil Kota Mataram?
Tusan Feby Andika, pemilik dan pengelola Kota Tua Kopi, tak seperti Pramono Suwandi, mengutarakan keprihatinannya mengenai hal tersebut. Pasalnya, Feby menilai budaya mengonsumsi kopi di Mataram belum dijadikan sebagai suatu kebutuhan utama masyarakat, melainkan sekedar tampil keren belaka. Hal tersebut, bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Pulau Jawa.

“Masyarakat Mataram datang ke kedai kopi itu, bukan untuk merasakan kopi, tapi mereka mencari tempat. Mereka masih beranggapan bahwa datang ke kedai kopi, sama halnya seperti datang ke tempat kuliner, ke tempat nongkrong. Saya sangat menyayangkan hal itu,” jelas Feby kepada  ntbsatucom,  Sabtu 19 Februari 2022.

Ditanya soal strategi Kota Tua Kopi dalam menghadapi segmen pasar yang belum terlalu memiliki budaya konsumsi kopi, pada hal ini, secara tidak langsung Feby mempunyai sikap yang sama seperti Pramono Suwandi, yakni tetap memilih untuk mempertahankan kualitas. Bagi Feby, kualitas adalah segalanya.

“Saya tetap pilih mempertahankan kualitas. Bagi saya pribadi, kualitas harus di atas segalanya,” tutur Feby.

Tahun 2016 adalah awal mula Kota Tua Kopi mulai menggerakkan eksitensi di dunia industri kopi Kota Mataram. Feby menerangkan, faktor hobi dan cita-cita adalah hal yang melatarbelakangi kedai Kota Tua Kopi berdiri.

Bila membicarakan Ampenan dari sisi industri, kota tersebut memiliki peluang bisnis yang kecil. Sebab, tak seperti dahulu ketika masih berjaya, kini Ampenan hanya didominasi oleh gedung-gedung tua yang abai diperhatikan oleh pemerintah. Uniknya, Feby malah memberanikan diri membuka kedai kopi di kawasan Ampenan, yang notabenenya belum akrab dengan industri kopi.

“Karena saya orangnya out of the box, ya, jadi saya ndak mau ikut-ikutan orang untuk melakukan sesuatu yang sudah banyak. Kalau banyak orang buat di Mataram, saya mau bikin di Ampenan,” papar Feby.

Awal mulanya, penyebarluasan nama Kota Tua Kopi, sebagaimana usaha yang baru dimulai, belum terlalu progresif. Feby, yang juga aktif bergiat di komunitas pecinta hewan, kemudian memanfaatkan relasinya untuk membantu penyebarluasan nama Kota Tua Kopi. Pada akhirnya, sekarang perkembangan Kota Tua Kopi, cuku progresif.

“Dulu, waktu awal buka, saya ajak teman-teman di komunitas untuk ngumpul dan bantu promosi ke teman mereka masing-masing. Itu kemudian yang buat nama Kota Tua Kopi nyebar,” ucap alumnus Institut Teknik Tekstil Bandung ini.

Ketika Kota Tua Kopi baru berdiri, menurut keterangan dari Feby, pada saat itu kopi sedang memasuki fase third wave, yang di mana rasa kopi harus ditonjolkan. Sekali lagi, Feby menerangkan pada fase third wave manusia sudah sadar bahwa kopi memiliki rasa yang spesial. 

Teruntuk siapa saja yang pernah datang ke Kota Tua Kopi, tentunya bakal sepakat bahwa kedai kopi itu memiliki karakter yang khas, yakni, nuansa old and vintage. Bagi yang belum pernah datang, sabar dan segeralah datang. Namun, Feby selaku pemilik tempat tersebut mengaku, tak pernah sama sekali menyiapkan konsep. Hanya karena tempat yang kini ia miliki adalah gedung tua, maka konsep soal old and vintage itu tercipta secara spontan.

“Sama sekali ndak diniatkan (karakter tempat). Pembentukan karakter Kota Tua Kopi, tercipta seiring berjalannya waktu saja,” pengakuan dari Feby.

Sebagaimana kedai kopi pada umumnya, pasang surut pun turut menerjang Kota Tua Kopi. Apalagi, kedai kopi yang terletak di Jalan Pabean dan langsung tembus menuju pantai Ampenan itu, pernah mengalami keterpurukan akibat gempa dan saat ini sedang dipukul oleh pandemi Covid-19. Ditanya mengenai strategi apa yang disiapkan, Feby hanya menjawab, keyakinan dan konsitensi adalah hal yang terus memacu Kota Tua Kopi untuk bertahan.

“Saya hanya punya keyakinan. Lalu, keyakinan itu berbuntut ke sikap percaya diri saya. Walaupun telat dan lambat, saya yakin Mataram akan maju, sebab dunia makin maju, teknologi juga makin maju,” kata Feby
Senada dengan kedai kopi Three C, Feby menyebutkan standar harga di Kota Tua Kopi memang ditujukan untuk kepada kelas pekerja.

Sedikit berbeda dengan Pramono Suwandi, Feby menyarankan kepada seluruh pemilik kedai kopi baik yang masih stabil dan baru ingin memulai usaha, agar menambah pengetahuan mengenai kopi dan menyadari bahwa industri kopi memiliki filosofinya tersendiri.

“Buat yang masih buka dan baru mau buka, saran saya, lebih banyak belajar lagi dan jangan cepat-cepat mau sukses. Nikmati saja dulu prosesnya terlebih dahulu,” saran Feby.

Pengamatan Dari Luar dan Dalam

Abem Gondowiardjo. Foto : Gilang S Ramadhan

Sebagaimana daerah kecil pada umumnya, Kota Mataram tentu berkiblat kepada pusat, yakni Jakarta. Kota Jakarta sebagai pusat, tentu wajar apabila mengalami perkembangan kebudayaan lebih cepat dari pada kota-kota lain. Lalu, manusia memerlukan jarak untuk menghantarkan suatu kebudayaan dari pusat menuju kota-kota di sekitarnya Saat ini, Kota Mataram, memanglah sedang menuruti jarak tersebut.

Pemerhati kopi, Abem Gondowiardjo berpendapat walau secara tersirat, perkembangan kedai kopi yang sedang marak di Mataram, baru dimulai. Kemudian, Abem membandingkan gejala tersebut sama halnya dengan apa yang pernah ia temukan di Kota Yogyakarta, pada kurun waktu empat tahun yang lalu.

“Situasi seperti yang dialami Mataram saat ini (fenomena perkembangan kopi), sama dengan apa yang pernah saya temukan di Yogyakarta. Nggak ada yang terlambat, tapi perkembangannya baru dimulai,” banding Abem ditemui  saat senja Minggu 20 Februari 2022 di Harmos Brew.

Saat ini, Kota Mataram sedang dipenuhi oleh aroma racikan kopi. Sebab, bila berjalan sebentar saja, maka mata akan dihadirkan pemandangan sejumlah kedai kopi bertebaran di mana-mana. Mengenai maraknya perkembangan kedai kopi, Abem mengaku senang melihat perkembangan industri kopi tersebut. Sebab, pilihan apresian kopi kemudian meluas dan bervariasi.

“Aku sebagai orang yang senang kopi, senang melihat pertumbuhan kedai kopi di Mataram. Karena, pilihan tempat kopi juga semakin banyak dan orang-orang juga mudah kalau ingin ngopi yang enak,” ucap pria yang memiliki hobi bersepeda ini.

Sesuatu yang musiman, tentunya tinggal menunggu masa untuk bertahan. Melihat fenomena kopi di Mataram, kita bisa merumuskan bahwa musim kopi memang sedang marak. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa hal tersebut bisa saja ditinggalkan dan diganti dengan tren yang lain.
Apakah tren kopi akan memudar?.  

“Itu mungkin (tren kopi memudar) terjadi. Tapi, nggak gampang. Karena, saya yakin semua kedai kopi memiliki perencanaan yang mumpuni, karena orang tentunya bikin kedai kopi mengeluarkan modal. Setiap usaha, mempunyai resikonya masing-masing,” jelas Abem.

Soal kedai kopi yang kerap mengalami sepi pengunjung, Abem menyarankan setiap kedai kopi tentunya harus mempunyai sesuatu yang spesial untuk para pelanggannya. Jika tidak, maka siap-siap saja tergeser dengan kedai kopi lainnya yang memiliki sesuatu yang spesial dan tidak dimiliki oleh kedai kopi lainnya.

“Bagiku, tentunya setiap kedai kopi harus punya sesuatu yang spesial untuk ditawarkan. Karena, kalau menggarap sesuatu yang sudah mainstream dengan populasi peminum kopi yang sedikit, orang-orang pasti akan mencari sesuatu yang spesial. Hal yang harus dilakukan setiap kedai kopi adalah mengelola para pengunjungnya dengan cara mereka masing-masing,” paparnya.

Mengenai banyaknya kedai kopi yang juga banyak tutup di tengah perkembangannya yang sedang marak, Abem mengatakan hal tersebut terjadi lantaran banyak dari pemilik maupun pengelola kedai kopi, luput memperhatikan sejumlah aspek.

“Orang yang bergerak di industri kopi, harus punya perencanaan yang matang. Konsep harus jelas dan terarah. Kalau hal tersebut tidak diperhatikan, itulah kemudian yang membuat beberapa kedai kopi banyak tutup,” pungkas Abem. (GSR)

Exit mobile version