Kota Tua Ampenan Punya Cerita Ada Dokter Lampu dan Tukang Servis Jam Tangan yang Setia Layani Pelanggan

Mataram (NTB Satu) Kawasan Kota Tua Ampenan di Kota Mataram memang selalu menyimpan hal-hal yang unik dan langka. Sebagai contoh, di simpang lima Ampenan seorang pria asal Malang, Jawa Timur bernama Fajri, setiap hari membuka jasa servis bohlam atau bola lampu yang mati.

Fajri, bapak dari empat anak ini, memulai karirnya sebagai tukang servis bohlam sejak tahun 2001 silam. Awalnya, ia merintis usaha jasanya di Pulau Jawa dan kemudian melanjutkan usahanya tersebut di Kota Mataram mulai tahun 2017 lalu.

Dokter Lampu Pertama dan Satu-satunya di NTB ?

Fajri saat menangani sejumlah lampu rusak. Foto : Ananami

Saat ini, Fajri dijuluki oleh pelanggan dan warga sekitar sebagai dokter lampu. Jika dokter pada umumnya bekerja untuk menyembuhkan pasien atau manusia, maka Fajri mengabdi untuk memperbaiki bola lampu yang mati.

Julukan tersebut melekat karena kemampuannya yang bisa memperbaiki segala jenis lampu. Baik dari lampu pabrik, taman, hotel, rumah, hingga lampu jalan.

Mungkin saja Fajri saat ini menjadi satu-satunya dokter lampu di NTB yang membuka lapak secara khusus, karena belum ada informasi ada warga lain yang membuka usaha sejenis. Dalam tokonya tersebut, terlihat lampu bekas yang menumpuk hingga lampu-lampu berukuran besar yang digantung.

Hasan Basri, salah seorang pelanggan dokter lampu saat membeli lampu bekas. Foto : Ananami

Setiap hari, dari pukul 10.00 hingga 21.00 Wita, ia membuka praktek tersebut. Pekerjaan unik ini, ternyata tak pernah sepi pelanggan. Fajri mampu meraup keuntungan sekitar Rp. 500 ribu per hari dengan pekerjaan yang ia jalani saat ini.

“Sekitar 50 bohlam per hari yang saya tangani. Banyak macam, ada yang 5 watt sampai 50 watt. Ya keuntungannya bisa sampai 500 ribu per hari,” ungkapnya saat ditemui ntbsatu.com di tempat prakteknya, Selasa, 8 Maret 2022.

Dengan pekerjaannya itu, Fajri berhasil menafkahi keluarganya dengan baik sampai saat ini. Ia mengaku, mendapatkan ilmu servis lampu dari pengalamannya saat berada di Jawa dulu.

“Di Lombok kan belum ada jasa seperti ini. Jadi potensinya bagus. Di toko saya ini juga strategis lokasinya walau saya sewa Rp. 10 juta per tahun,” jelasnya.

Bahkan, jika tak ada aral melintang, Fajri berencana membuka cabang usaha jasanya di wilayah Lombok Tengah, “Banyak soalnya orang Lombok Tengah datang ke sini untuk perbaiki lampu. Rencananya saya mau buka juga di sana,” katanya.

Dokter Lampu Bergaransi

Papan informasi di toko kontrakan Fajri. Foto : Ananami

Jasa Fajri semakin diminati konsumen karena ia memakai sistem garansi. “Ada garansinya, kalau 2 bulan lampu yang diperbaiki mati, maka uang saya akan dikembalikan oleh dokter lampu,” ujar salah satu pelanggan, Hasan Basri yang ditemui ntbsatu.com di tempat kerja dokter lampu, Rabu, 9 Maret 2022.

Selain memperbaiki lampu, Fajri juga menerima jual beli lampu. Baik itu lampu kecil maupun lampu taman bekas. Banyak di antaranya yang menjual lampu-lampu yang dijual di los tokonya. Terlebih harganya terjangkau ketimbang lampu-lampu yang dijual di toko-toko pada umumnya.

“Mahal kalau beli bola lampu di toko. Di sini enak bisa nego dan saya sering dapat separuh harga,” beber Hasan.

Kisah Lain di Ampenan, 40 Tahun Menjadi Tukang Servis Jam Tangan

Ramadhan dan rombong tuanya. Foto : Ananami

Selain dokter lampu seperti Fajri, di Kota Tua Ampenan juga ada hal unik lain. Kali ini, ntbsatu.com mengorek kisah seorang bapak empat anak bernama Ramadhan, usia 57 tahun, yang bekerja sebagai tukang servis jam tangan.

Pekerjaan ini digeluti Ramadhan sejak usianya menginjak 20 tahun. Tetapi sebelum itu, masa remajanya dilalui dengan menjadi buruh di Pelabuhan Ampenan.

Berhenti menjadi buruh, ia memutuskan ke luar daerah untuk mencari penghidupan. Ia pernah merantau ke Jakarta, Surabaya, Banyuwangi, dan Bali. Dari masa perantauan itulah ia mulai belajar dan meniti karirnya sebagai jasa servis jam.

Jam Tangan yang Dijual dan Peralatan Servis Milik Ramadhan. Foto: Ananami

Setelah beberapa tahun di rantauan, akhirnya Ramadhan memilih untuk balik ke kampung halaman. Dengan modal keahliannya memperbaiki jam tangan rusak, ia bisa menghidupi istri dan anak-anaknya sampai sekarang ini.

“Kurang lebih 40 tahun saya sudah jadi tukang servis jam,” ungkapnya saat ditemui ntbsatu.com, Selasa, 8 Maret 2022.

“Jumlah anak saya empat, tiga sudah kerja, satu masih SD. Menghidupi keluarga dari jasa servis jam saya tak pernah mengeluh. Kadang-kadang tak ada pembeli, tapi tak perlu panik karena pasti ada saja rezekinya,” ucapnya menambahkan.

Pemasukan Hanya Rp. 100 Per Hari

Salah satu pelanggan, Syahdan, saat mengganti baterai jam tangannya di rombong Ramadhan. Foto : Ananami

Berlokasi di sekitar simpang tiga Ampenan, dengan rombong lapuknya, ia dengan sabar menunggu sang langganan. Terlihat dalam rombong berisi banyak jam tangan bekas yang sudah diperbaiki. Ada juga yang masih rusak, dan sejumlah peralatan servis disimpan cukup rapi di laci rombong

“Peralatannya ada obeng, tang, dan lainnya. Tapi yang kurang cuman satu, yaitu alat pres atau paket lengkap reparasi jam tangan,” tuturnya.

Terkait penghasilan yang ia peroleh dari pekerjaan tersebut, yaitu sekitar Rp. 100 ribu per hari. Kendati demikian, Ramadhan sangat menikmati pekerjaannya walau pelanggannya tak banyak seperti di toko-toko servis jam yang lebih mewah pelayanannya.

“Saya lebih enak kerja begini. Kalau kerja di toko terikat kita dan nggak bisa ke mana-mana semau saya,” katanya.

Ramadhan sesekali mengeluh tentang kondisi rombongnya yang sudah peot dan ia ingin segera menggantinya dengan rombong yang baru. “Saya mau ubah lagi rombong ini kalau punya rezeki. Begini aja tempatnya, tapi gak ada yang bisa bantu,” tandasnya.

Sementara itu, Syahdan, usia 67 tahun, salah satu pelanggan yang ditemui ntbsatu.com di rombong Ramadhan, Jum’at, 11 Maret 2022 mengatakan, alasan dirinya lebih memilih memperbaiki jam di tangan Ramadhan ketimbang di toko-toko besar adalah untuk membantu perekonomian rakyat kecil.

“Kasihan mereka yang kecil-kecil. Ini untuk membangkitkan ekonomi mereka,” terangnya.

Tak hanya itu, alasan lain yang diungkapkan Syahdan adalah cara memperbaiki jam di toko dengan yang dilakukan Ramadhan menurutnya sama saja. “Di toko kan bayarnya mahal. Padahal sama saja cara memperbaikinya,” tuturnya.

Pemkot Mataram : Kita Sudah Kasih Tempat, Tapi Mereka Tak Mau

Kondisi rombong Ramadhan yang sudah lapuk. Foto : Ananami

Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram punya dalih sendiri, mengapa orang seperti Ramadhan enggan berpindah lokasi penerimaan servis jam tangan. Menurut Kepala Dinas Perdagangan Kota Mataram, Uun Pujianto, pihaknya sudah pernah menawarkan ruang tempat berjualan di Pasar ACC Ampenan.

Namun, Ramadhan dan beberapa tukang servis jam lain tetap menolak tawaran pemkot. Mereka tetap bertahan di lokasi sekarang dengan alasan pelanggan lebih mudah menjangkaunya.

“Kita tawarkan space di Pasar ACC Ampenan. Tapi mereka menolak karena sudah punya pelanggan di tempatnya,” pungkas Uun.

Kendati demikian, ia memastikan Pemkot Mataram tak akan menggusur rombong Ramadhan walau letaknya di trotoar atau di pinggiran jalan. “Kita tak akan gusur. Kalau mereka lebih nyaman di sana, kita beri kesempatan,” katanya. (DAA)

Exit mobile version