Pedagang nasi di warung warung kecil di Kota Mataram dihadapkan dua pilihan sulit: harus patuh kepada pemimpinnya, Wali Kota Mataram yang melarang buka siang hari atau nekat jualan atas alasan asap dapur harus terus ngepul. Pilihan sulit pun diambil, dengan risiko setiap saat dinding warung ditendang Satpol PP. Simak curhat mereka…
Tangan Yana (49) bergerak dengan cekatan membungkus nasi bagi para pelanggan. Sesekali, pandangan Yana tertuju ke arah jalan raya dan wajahnya menampakkan mimik was-was. Jari-jemari Yana dengan sigap membungkus nasi, sembari memilih lauk yang dikehendaki para pembeli. Saat Yana sibuk membungkus nasi, pelanggan lain datang dan memesan segelas kopi.
“Mau kopi hitam atau kopi jenis lain? Kalau kopi hitam lebih murah dan lebih enak diminum sembari menghisap rokok. Tapi, jangan lama-lama, ya, ngopinya. Nanti Satpol PP bisa lihat,” ujar Yana kepada pelanggannya, Sabtu, 9 April 2022 siang.
Kursi kayu lumayan lapuk, kulkas satu pintu dengan bunyi khas mesin pendingin, etalase ukuran sedang tempat lauk-pauk disajikan, dan lampu kecil berwarna kuning serta saluran udara yang tertutup, adalah gambaran warung milik Yana. Tak jarang, para pelanggan Yana mengeluh lantaran suasana begitu panas dan sumpek.
Yana merupakan ibu dua anak asal Karang Tapen, Kelurahan Cilinaya, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram, yang bekerja sebagai pedagang nasi di depan kampus Universitas Bumi Gora Mataram. Yana menekuni pekerjaan sebagai pedagang nasi sudah sejak lama. Sampai-sampai, ia tak ingat kapan tepatnya memulai pekerjaan ini.
Bersama dengan anaknya, Yanti (21), Yana memasak nasi dan segenap lauk-pauk serta melayani pelanggan. Sebelum membuka warung, Yana dan Yanti menyempatkan diri untuk beranjak ke pasar terlebih dahulu, membeli segala kebutuhan warung.
“Saya buka warung itu sewaktu pagi, kisaran pukul 08.00. Pintu warung dibuka secara agak lebar itu kalau sudah di atas jam 12.00. Kalau kurang dari jam segitu, saya tidak berani. Soalnya, nanti Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) sering datang dan membubarkan pelanggan-pelanggan,” papar Yana.
Harga nasi di warung Yana, relatif murah. Ia mematok harga dari Rp10.000 sampai dengan Rp20.000. Harga bisa berubah seketika manakala harga bahan-bahan pokok di pasar melonjak. Pendapatan Yana pada bulan Ramadan pun cenderung meningkat.
Dengan pandangan yang terus melirik ke arah jalan raya dan mimik wajah was-was, Yana enggan menceritakan berapa jumlah konkret penghasilan warungnya.
“Saya sebenarnya tidak ingin jualan di bulan puasa ini, punya rasa yang tidak enak ke orang-orang. Apalagi kalau ada penggrebekan. Tapi, tidak ada pilihan lain. Kalau tidak jualan, nanti saya tidak dapat uang dan tidak bisa belikan baju lebaran buat anak-anak,” ucap Yana.
Di saat bersamaan, pembeli nasi warung Yana, Paul (42) datang memesan satu gelas es jeruk yang dihabiskannya dalam rentang waktu lima detik. Tidak butuh waktu lama, Paul kemudian memesan kembali satu gelas es jeruk. Paul bercerita bahwa dirinya memutuskan untuk tidak berpuasa lagi lantaran merasa tidak kuat.
“Capek. Tadi habis kerja di proyek baja ringan. Jadi, akhirnya saya memutuskan untuk makan dan minum es dulu. Saya suka makan di sini, karena tempatnya tertutup dan kalau sedang makan, tidak akan dilihat orang lain,” kata Paul.
Setelah Paul menghabiskan makanan dan es jeruknya, ia mengambil sebatang rokok, tepat di atas etalase makanan milik Yana. Paul menggunakan korek kayu berbungkus potret kucing untuk menyalakan rokok.
“Saya juga sering, kok, dipergoki sama Satpol PP. Tapi, saya tidak merasa khawatir. Sebab, kadang sewaktu pengrebekan, saya turut menawari petugas Satpol PP untuk ikut makan bersama. Apa yang saya lakukan tidak merugikan orang lain. Kalau urusan dosa, biarlah itu urusan saya dengan Tuhan,” jelas Paul.
Bergerak sedikit ke arah barat Kota Mataram, situasi seperti yang dialami Yana, turut dirasakan oleh penjual nasi, Mina (25). Dengan jilbab sedikit tidak rapi serta hembusan napas yang terengah-engah, Mina tidak kenal lelah menawarkan setiap orang yang melintas agar makan di warungnya yang terletak di sekitar Rumah Sakit Mata NTB, Pejanggik, Mataram.
Apabila pembeli sudah dilayani dan semua pekerjaan di warung telah terpenuhi, Mina akan segera menelepon orang-orang rumah agar segera menyiapkan nasi dan lauk-pauk lalu diberangkatkan menuju warung. Tidak seperti pedagang lain, Mina memilih memasak di rumah.
“Rasanya lebih enak dan efisien kalau masak di rumah. Selain itu, kalau kami masak di rumah, sewaktu pulang nanti bisa istirahat sebentar. Soalnya, bosan juga, kan, kalau harus setiap saat di warung,” ujar Mina.
Harga yang dipatok oleh Mina, punya sedikit perbedaan dengan warung Yana. Mina menjual nasi dengan harga Rp5.000 sampai dengan Rp10.000. Dengan harga yang relatif murah dan cita rasa makanan yang enak, Mina terkadang gelagapan dalam menghadapi permintaan pelanggan yang banyak. Sebagaimana Yana, Mina pun enggan menceritakan perihal keuntungan yang diraihnya.
“Mau dibilang apalagi, sudah sejak dulu saya jualan sewaktu bulan Ramadan. Kalau mau pikirkan dosa, saya rasa semua orang juga berdosa. Selain itu, orang-orang yang datang beli nasi, kan, bukan cuma orang Islam. Orang non-Islam juga sering belanja ke warung saya,” cerita Mina saat ditemui NTB Satu.
Sebagaimana Yana, Mina juga bercerita perihal ketakutannya apabila pihak Satpol PP datang untuk inspeksi. Memang, Satpol PP tidak bertindak represif. Namun, apabila Satpol PP sudah berpatroli, Mina kerap khawatir lantaran merasa yang dilakukannya adalah kesalahan.
“Siapa mau kasih kami uang kalau tidak berjualan? Dari mana kami dapat uang beli baju lebaran kalau kami tidak berjualan? Sampai sekarang, sangat bersyukur rasanya masih bisa berjualan,” ungkap Mina.
Sebelumnya, Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana S.Sos., MH., mengatakan, agar melaksanakan ibadah puasa Ramadan 1443 H dan Idulfitri 1443 dalam suasana damai dan tenteram serta tetap saling menghormati. Atas dasar itu, pihaknya berpesan agar tetap menjaga toleransi antar umat beragama.
“Kepada pemilik restoran, warung, rumah makan dan lesehan, untuk mulai buka pada pukul 16.30 sampai dengan 04.30 Wita. Selain itu, kepada pemilik dan pengelola tempat hiburan untuk tidak melakukan aktivitas selama bulan Ramadan,” tulis Mohan, dalam Surat Edaran nomor: 451/ / KESRA/III/2022, 29 Maret 2022.
Tindakan Satpol PP
Demi meredam aksi para pedagang yang masih membuka warung selama bulan Ramadan, Satpol PP Kota Mataram, memilih untuk tetap berpegang teguh pada aturan: memberikan imbauan kemudian menyita barang dagangan para pedagang.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Mataram, Irwan Rahadi pada Selasa 12 April 2022 ditemui NTB Satu di kantor Wali Kota Mataram menceritakan, Satpol PP Kota Mataram telah melakukan patroli setiap hari di bulan Ramadan demi meredam praktik warung nasi yang masih berjualan.
“Rujukan kami adalah imbauan dari Pemerintah Kota Mataram yang sudah jelas. Selama ini, kami masih terus mengimbau dan mengajak mereka (para pedagang nasi) agar taat pada aturan. Tindakan kami tegas, yakni preventif non-yustisi,” tutur Irwan.
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Mataram sendiri bakal melakukan langkah antisipasi serius untuk meredam maraknya praktik warung nasi yang buka selama bulan Ramadan. Salah satunya, akan membawa para pemilik warung untuk diberikan peringatan keras di kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Mataram.
“Sampai saat ini, penindakan kami bukan hanya kepada warung makan. Para penjual kembang api beserta petasan juga sudah kami tindak. Semua yang tertuang dalam imbauan Wali Kota, kami akan laksanakan,” tegas Irwan.
Meskipun Irwan menegaskan telah melakukan patroli dan penindakan, dari pantauan NTB Satu, beberapa warung nasi di Kota Mataram, masih terus berjualan.
Pandangan Ulama
Perasaan dilematis yang dialami para penjual nasi, turut ditanggapi oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Mataram, TGH Abdul Manan.
Ia menerangkan, mencari nafkah atau rezeki baik pada bulan Ramadan maupun bukan, merupakan hal yang dituntut bahkan dapat menjelma sebagai kewajiban. Berbagai bentuk pencarian nafkah di bulan Ramadan, baik berjualan nasi atau kegiatan lain, tidak dilarang.
“Berjualan nasi, baik di pasar atau di lokasi masing-masing, maka itu hukumnya mencari nafkah dan tidak dilarang. Tapi, persepsi masyarakat, selama bulan Ramadan, harus selalu mempersiapkan diri mengerjakan ibadah. Hal tersebut, kerap bias. Selain itu, di masa sekarang, cara manusia mencari rezeki, sudah banyak,” terang Manan, dihubungi NTB Satu, Selasa, 12 April 2022.
Kebutuhan manusia akan asupan pangan memang tidak terbatas. Manan mengatakan, kebutuhan manusia di bulan Ramadan, sama dengan kebutuhan-kebutuha di bulan lainnya.
“Tidak perlu dinafikan, makan di siang hari selama Ramadan memang dibutuhkan oleh sebagian orang. Misalnya, seperti anak kecil, musafir, orang sakit, atau orang-orang yang tidak berpuasa. Apabila berdagang diniatkan untuk membantu orang-orang seperti yang saya sebutkan tadi, semoga saja punya hikmah. Bahkan, mungkin saja akan diberikan ganjaran lebih oleh Tuhan. Tapi, kalau niatannya berbeda dan terkesan melenceng, itu dikhawatirkan adalah upaya untuk membantu orang melakukan kesalahan atau kemaksiatan,” urai Manan.
Namun, apabila pihak pemerintah mampu memberi sanksi sosial atau imbauan kepada orang-orang yang melakukan kemaksiatan, menurut pandangan Manan adalah hal yang sangat luar biasa.
Demikianlah kisah tentang dua pedagang nasi di Kota Mataram yang terus berjualan demi kebutuhan ekonomi, kemudian aksi Satpol PP Kota Mataram dalam menegakkan aturan serta pandangan ulama terhadap praktik jual nasi di siang hari selama Ramadan. Walaupun, pihak Pemerintah Kota Mataram telah menerbitkan aturan, gerakan-gerakan tak terlihat dalam bertahan hidup, akan tetap selalu ada. (GSR)