Mataram (NTB Satu) – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi NTB bersama dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) berkolaborasi untuk mengawasi belanja barang dan jasa pemerintah daerah agar sesuai dengan instruksi Presiden yang menekankan pengadaan produk dalam negeri di UKM dan Koperasi.
Hal tersebut disampaikan Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian dan Kemaritiman Salamat Simanullang dalam Rakor Pengawasan Intrn Keuangan dan Pembangunan Tingkat Provinsi NTB yang berlangsung di Kantor Gubernur NTB, Kamis 12 Mei 2022.
Ia mengatakan, Presiden telah mengeluarkan Inpres No 2/2022 yang menginstruksikan kepada gubernur, bupati dan walikota untuk merencanakan, mengalokasikan dan merealisasikan pengadaan barang dan jasa Pemda yang menggunakan produk dalam negeri di lingkungan Pemda paling sedikit 40 persen dari nilai belanja barang dan jasa.
“Langkah tersebut perlu didorong dan diawasi bersama melalui kolaborasi pengawasan antara BPKP dan APIP di provinsi dan kabupatenb/kota se NTB,” kata Salamat Simanullang.
Salamat menjelaskan, belanja pemerintah dinilai memiliki peran yang sangat besar dalam mewujudkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itulah belanja pemerintah diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
Namun saat ini belanja pemerintah belum sepenuhnya mampu memberikan manfaat bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Sebab belanja pemerintah yang bersumber dari APBN dan dan APBD masih didominasi pembelian produk impor.
Menyadari hal itu, Presiden pun telah memberikan arahan kepada para menteri dan kepala lembaga, kepala daerah, pimpinan BUMN agar memeriksa kembali struktur belanja pengadaan barang dan jasa pemerintah yang ada saat ini. Sebab banyak aneka produk yang dapat diproduksi di dalam negeri, namun masih dibeli dari luar negeri seperti CCTV, alsintan, tempat tidur rumah sakit dan lain sebagainya.
“Sehingga Presiden mengarahkan Kementerian, Lembaga, BUMN dan Pemda untuk mendorong belanja produk dalam negeri,” katanya.
Adapun total APBN dan APBD untuk pengadaan barang dan jasa sekitar Rp 1000 triliun. Jika 40 persen dari anggaran pengadaan tersebut digunakan untuk membeli produk dalam negeri, diprediksi akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekitar 1,7 persen.
“Menteri, kepala lembaga, gubernur, bupati dan walikota agar mempermudah penerbitan sertifikat SNI atau persyaratan lainnya bagi UMKM serta mendorong UMKM berkualitas agar masuk dalam e-katalog,” kata Salamat menirukan instruksi Presiden tersebut.
Terkait dengan hal itu, Pemda diminta untuk mencantumkan syarat wajib menggunakan produk dalam negeri dan produk yang dihasilkan UKM dan koperasi pada semua kontrak kerjasama. Langkah tersebut katanya perlu didorong dan diawasi bersama melalui kolaborasi pengawasan antar BPKP dengan APIP di provinsi dan kabupatenb/kota se NTB.
Ia mengatakan, untuk mendorong produk domestik, saat ini Perwakilan BPKP NTB sedang melakukan pengawasan khusus yaitu pengawasan industrialisasi garam di NTB. Hal ini memiliki irisan langsung dengan dorongan untuk pengadaan produk dalam negeri.
Provinsi NTB memiliki produk usaha garam dengan garis pantai mencapai 2.332 Km dan potensi tambak garam mencapai 10 ribu hektare, sehingga potensi produksi garam sebanyak 180 ribu ton per tahun. Selain itu Provinsi NTB juga masuk dalam roadmap pengembangan klaster industri garam nasional.
“Potensi industrialisasi garam yang ada, kita berharap Provinsi NTB mampu memberikan kontribusi terhadap pemenuhan garam nasional yang saat ini masih didominasi oleh garam impor, hingga mencapai 65 persen,” ujarnya.
Ia berharap agar semua sektor pemangku kepentingan dapat berkolaborasi dan mengidentifikasi permasalahan serta merumuskan solusi perbaikan tata kelola produksi garam di provinsi NTB demi meningkatkan kesejahteraan para petani garam. (ZSF)