Mataram (NTB Satu) – Kebijakan ditutupnya sejumlah objek wisata oleh Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), harus direspons sebagai upaya pencegahan kecelakaan atau peristiwa tragis lainnya. Sebab jangan sampai niat menikmati keindahan, justeru berujung musibah.
Kebijakan TNGR baru baru ini menutup enam jalur pendakian Gunung Rinjani selama tiga bulan ke depan, terhitung sejak 1 Januari – 31 Maret 2022.
Penutupan jalur dilakukan dengan mempertimbangkan informasi prakiraan cuaca dari BMKG Stasiun Klimatologi Lombok Barat, bahwa sedang terjadi cuaca ekstrem yang berpotensi angin kencang, hujan lebat serta banjir di Pulau Lombok.
Penutupan destinasi wisata non pendakian juga telah diberlakukan terhitung mulai tanggal 29 November 2021 sampai dengan 31 Maret 2022.
Sejumlah destinasi non pendakian yang tutup yaitu :
Air Terjun Jeruk Manis, Desa Jeruk Manis, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur
Air Terjun Mayung Polak, Desa Timbanuh, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur
Air Terjun Mangku Sakti via Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur dan via Desa Sambik Elen, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara.
Faktor cuaca ekstrem yang menjadi dasar penutupan pendakian Rinjani dan sejumlah destinasi wisata non pandakian di wiayah TNGR sering diberlakukan. Pihak Balai tidak ingin mengambil risiko korban jiwa wisatawan atau pengunjung dalam situasi cuaca buruk.
Terkait ini, ntbsatu.com merangkum beberapa kejadian atau kasus kecelakaan di wilayah TNGR dan sekitarnya yang menyebabkan korban jiwa dalam tiga tahun terakhir.
Tanggal 2 November 2019, dua orang mahasiswa Universitas Mataram (Unram) bernama Reza (29) dan Mita (23) meninggal dunia setelah terseret arus sungai saat mandi di air terjun Jeruk Manis Taman Nasional Gunung Rinjani. Kedua korban bersama rombongan merupakan anggota Kelompok Pemerhati Sosial (KPS) Fakultas Hukum Unram yang sedang melaksanakan kegiatan pendidikan dasar di lokasi tersebut.
Tanggal 24 Desember 2019, Ican (22) seorang pemuda asal Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat yang tenggelam di Bendungan Aik Nyet, Desa Sesaot, Kecamatan Narmada, Lombok Barat. Saat kejadian itu, korban melompat ke bendungan untuk mandi. Namun dia justru tidak muncul kembali ke permukaan dan ditemukan meninggal dunia oleh Tim SAR.
Tanggal 6 Juli 2020, Sahli, 36 tahun, warga Desa Tampak Siring, Lombok Tengah meninggal setelah terjatuh ke jurang di kawasan Gunung Rinjani. Saat itu wisata pendakian di kawasan TNGR masih ditutup, sehingga Balai TNGR memastikan korban mendaki secara ilegal melalui Desa Loloan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara.
Tanggal 27 Oktober 2020, dua orang santri dari Pondok Pesantren Attamimy, Kampung Brangsak, Kecamatan Praya, Kabupaten Lombok Tengah meninggal dunia setelah terseret arus sungai saat berwisata di Air Terjun Tibu Atas, Desa Buwun Sejati Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat.
Tanggal 1 Januari 2021, M. Fuad Hasan (26), seorang pendaki asal Surabaya, Jawa Timur, ditemukan meninggal di Gunung Rinjani. Jasadnya ditemukan tim SAR gabungan di dasar jurang. Korban terpeleset dan jatuh ke dalam jurang saat melakukan pendakian di Gunung Rinjani. Korban ditemukan di kilometer 7,5 di bawah Pelawangan Senaru, Kecamatan Bayan, KLU.
Dari sejumlah kasus yang menyebabkan korban jiwa di wilayah TNGR dan sekitarnya, salah satu peristiwa paling tragis terjadi tahun 2007 silam. Tujuh orang pendaki Rinjani meninggal. Mereka ditenmukan di kilometer 11 daerah pelawangan yang memiliki ketinggian 2.639 mdpl. Diperkirakan mereka tewas akibat pengaruh suhu dingin dan cuaca buruk di gunung saat itu. Saat kejadian, pendakian Rinjani sedang ditutup oleh Balai TNGR karena cuaca buruk.
Terkait potensi bahaya tersebut, wisatawan mancanegara maupun domestik khususnya, disarankan hati hati mendatangi objek wisata air dalam kondisi cuaca buruk. Mengurungkan niat mendatangi objek wisata alam maupun non alam yang ditutup pemerintah. (ZSF)