Daerah NTB

Nilai Dugaan Korupsi Berjemaah RSUD Lombok Utara dan Asrama Haji Setara 103 Unit Rumah Korban Gempa

Mataram (NTB Satu) – Kejaksaan Tinggi NTB mencatat nilai kerugian negara dari tiga kasus korupsi yang sedang diusut mencapai 5.151.916.044. Kerugian itu diakumulasi dari tiga kasus dugaan korupsi berjemaah dengan 12 tersangka yang sedang diusut. 

Rinciannya, dua perkara dengan locus RSUD Lombok Utara untuk dua objek dengan 9 tersangka. Salah satu tersangka adalah Wakil Bupati Lombok Utara, Danny Karter Febrianto. Kasus ketiga, dugaan korupsi rehabilitasi gedung Asrama Haji dampak gempa dengan 3 tersangka.  

Berdasarkan hasil audit internal penyidik, total kerugian negara dari tiga perkara yang ditangani tersebut Rp 5,151 Miliar.

Pegiat antikorupsi sangat menyayangkan mencuatnya kasus tersebut, justeru terjadi saat pandemi. Saat yang sama, program perbaikan rumah korban gempa di Lombok Utara belum sepenuhnya tuntas.  

Ketua Badan Pekerja Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) NTB Dwi Arisanto kemudian membuat konversi  nilai dugaan korupsi itu dengan pembiayaan program pembangunan rumah pasca gempa.

Dari total Rp 5,1 miliar itu, jika dirinci untuk perbaikan rumah rusak berat bisa membiayai sekitar 103 unit dengan nilai masing masing  Rp 50 juta. “Itu perhitungan untuk rumah rusak berat. Belum lagi untuk rusak ringan dan sedang. Bisa lebih banyak lagi yang bisa dibangun,” kata Arisanto menjawab ntbsatu.com.

Lanjutnya, untuk rumah rusak sedang, sekitar 206 unit dengan nilai Rp 25 juta per unit. Sementara rusak ringan 515 unit dengan biaya 10 juta per unit.

“Bisa dibayangkan, ratusan unit rumah bisa dibangun dari anggaran itu jika dipakai untuk membantu korban gempa yang sekarang diperparah dengan pandemi,” kata  Dwi Ariesanto.

Sebagai gambaran bagi publik dan para pelaku, bahwa saat ini masyarakat Lombok Utara khususnya yang terdampak gempa, masih butuh bantuan dari pemerintah untuk penyelesaian rumahnya yang rusak.

Dalam penanganan kasus ini, Kejati  NTB didorongnya harus membuat terobosan dengan menggali tuntutan alternatif.  Karena dilakukan di tengah situasi bencana covid – 19 dan terdampak gempa sebelumnya.

Sebab masyarakat dipaksa diam di rumah tanpa penghasilan, diperparah dengan refocusing anggaran besar besaran. “Justeru ada dugaan korupsi yang muncul,” sesalnya. (red)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button