Pendidikan

Guru Tidak Boleh Berpolitik Praktis, tapi Jangan Buta terhadap Politik

Mataram (NTBSatu) – Situasi politik yang kian memanas jelang hari pencoblosan 14 Februari 2024 menjadi sorotan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) NTB. Pasalnya, mulai banyak tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden maupun calon legislatif yang menjadikan guru sebagai komoditas politiknya.

Ketua FSGI NTB, Mansur menegaskan, bahwa seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) guru tidak boleh sama sekali memasuki wilayah politik praktis. Namun, menurutnya, guru juga tidak boleh buta terhadap dunia politik.

“Guru harus menguasai politik pendidikan dan politik perjuangan. Bahkan, guru dituntut mampu memberikan literasi politik kepada anak didiknya,” jelasnya, Minggu, 14 Januari 2024.

Ia mengingatkan, kalau guru tidak boleh terjebak pada kata politik yang merupakan perebutan kekuasaan semata.

“Tetapi, harus mampu berperan dalam memberikan literasi politik, menjadi agen perubahan teori pendidikan dan terlibat dalam reformasi pendidikan. Kuncinya itu sendiri adalah tidak terpisah dari persoalan peserta didik,” ungkap Mansur.

IKLAN

“Bukan guru yang hanya disibukkan hal-hal administratif untuk kepentingan kepangkatan dan insentif semata, atau mudah dipengaruhi sebagai pendulang suara atau alat pencitraan semata,” tambahnya.

Baca Juga: Kritikan Tajam Hotman Paris Terkait Kenaikan Pajak Hiburan, Desak Jokowi Keluarkan Perppu, Jika Tidak…

Sebagai seorang guru, kata Wakil Sekretaris Jenderal FSGI ini, harus mampu memberikan literasi politik yang berkaitan dengan kemampuan menentukan atau menyampaikan pilihan politik dan pendapat. Serta, pengetahuan hak individu, pengetahuan institusi negara, aturan, dan otonomi dalam kehidupan.

“Dalam hal ini guru juga harus mengetahui sejumlah aturan larangan ASN berpolitik. Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016,” ujarnya.

Adapun larangan ASN yang tertuang dalam aturan tersebut, yakni memberikan dukungan langsung kepada calon berupa memasan spanduk promosi, stiker atau atribut lainnya di rumah atau kendaraan.

Kemudian, dilarang mengunggah, memberikan like, atau mengomentari dan sejenisnya, serta menyebarluaskan gambar maupun pesan visi-misi calon di media sosial. Dilarang menjadi pembicara pada kegiatan pertemuan partai politik.

Lalu, dilarang menghadiri deklarasi atau pertemuan bakal calon, baik itu menggunakan atribut partai politik maupun tidak.

Mansur melanjutkan, politik guru harus diartikan sebagai seni mempengaruhi dan mencapai tujuan. Memiliki kemerdekaan berpikir kreatif dan inovatif, serta tidak dapat dipengaruhi kepentingan politik praktis diluar kebutuhan peserta didiknya.

“Termasuk memperjuangkan bagaimana memenuhi kebutuhan belajar siswa, sesuai keragaman karakteristik, karakter, pengetahuan, dan pengalaman siswanya,” tutupnya. (JEF)

Baca Juga: Polisi Diduga Jadi Korban Penipuan Catut Nama PT. AMMAN Mineral

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button