BERITA LOKALEkonomi Bisnis

Jumlah Penduduk Miskin di NTB Menurun, Tapi Garis Kemiskinan Naik

Mataram (NTBSatu) – Meski jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Barat (NTB) tercatat terus menurun, garis kemiskinan justru mengalami kenaikan yang signifikan.

Pada September 2024, garis kemiskinan per kapita di NTB mencapai Rp540.339 per bulan. Naik 1,05 persen daripada Maret 2024 dan 10,27 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Wahyudin menjelaskan, penurunan jumlah penduduk miskin di NTB sebesar 92,63 ribu orang. Penurunan ini tidak serta merta berdampak pada penurunan garis kemiskinan.

“Jumlah penduduk miskin pada September 2024 berkurang menjadi 658,6 ribu orang. Namun garis kemiskinan per kapita terus meningkat akibat tingginya biaya hidup. Terutama untuk komoditas makanan dan non-makanan,” ujarnya, Jumat, 31 Januari 2025.

Faktor Penyebab Kenaikan Garis Kemiskinan

Peningkatan garis kemiskinan di NTB sebagian besar dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok dan biaya hidup yang lebih tinggi.

IKLAN

“Walaupun jumlah penduduk miskin menurun, harga-harga barang terutama pangan tetap naik. Sehingga garis kemiskinan terus terangkat,” tambahnya.

Wahyudin mengungkapkan, komoditas makanan masih memegang peranan utama dalam menentukan garis kemiskinan, dengan 75,72 persen, kontribusinya terhadap total garis kemiskinan.

Di antaranya, beras masih menjadi penyumbang terbesar dengan 26,22 persen (perkotaan) dan 30,10 persen (perdesaan).

IKLAN

Tak jauh dari itu, rokok kretek filter turut memberikan kontribusi besar, dengan 7,47 persen (perkotaan) dan 8,04 persen (perdesaan).

Namun, perubahan signifikan terlihat dalam komoditas non-makanan. Di mana kebutuhan akan perumahan, bensin, dan listrik mengalami kenaikan.

Di perkotaan, perumahan menyumbang 7,68 persen. Sedangkan bensin dan listrik masing-masing menyumbang 4,75 persen dan 2,46 persen terhadap garis kemiskinan.

Dinamika Ekonomi dan Pengaruhnya Terhadap Kesejahteraan

Penurunan jumlah penduduk miskin terjadi karena adanya perbaikan dalam beberapa sektor ekonomi. Seperti sektor pertanian dan pariwisata yang berkontribusi pada penyerapan tenaga kerja.

Namun, perbaikan ini tidak sepenuhnya mengimbangi tingginya biaya hidup yang terus naik.

“Masyarakat mungkin keluar dari status miskin, tapi dengan semakin tingginya biaya hidup, mereka tetap terjebak dalam kondisi serba terbatas,” kata Wahyudin.

Ia berharap, dengan adanya transformasi digital yang semakin pesat, pemimpin terpilih harus mempertimbangkan solusi baru yang dapat mengatasi tantangan ini. Digitalisasi ekonomi menjadi kunci untuk mempercepat pengurangan kemiskinan di NTB.

Teknologi dapat membantu mengurangi biaya hidup melalui efisiensi distribusi barang, layanan kesehatan, dan pendidikan yang lebih terjangkau secara online.

“Peningkatan garis kemiskinan ini mengingatkan kita akan pentingnya inovasi dan teknologi untuk menciptakan peluang baru bagi masyarakat. Terutama, di daerah-daerah terpencil,” pungkas Wahyudin. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button