HEADLINE NEWSKesehatan

NTB Masuk Zona Merah Stunting, 29,8 Persen Balita Alami Masalah Pertumbuhan

Mataram (NTBSatu) – Angka stunting di Indonesia masih menjadi perhatian serius, terutama bagi beberapa provinsi di kawasan timur, salah satunya NTB.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan 2024, Provinsi NTB tercatat memiliki prevalensi stunting sebesar 29,8 persen. Hal ini menjadikannya sebagai salah satu provinsi dengan angka tertinggi di Tanah Air.

Stunting sendiri adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2025, status stunting diklasifikasikan berdasarkan Indeks Panjang/Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U), dengan kategori mulai dari sangat pendek, pendek, normal, hingga tinggi. Anak yang tergolong sangat pendek dan pendek masuk dalam kategori stunting.

IKLAN

Tertinggi Setelah Papua Barat

Dengan prevalensi 29,8 persen, NTB berada di posisi keempat provinsi dengan angka stunting tertinggi di Indonesia pada 2024.

Adapun posisi pertama Provinsi NTT dengan prevalensi 37,0 persen, lalu Sulawesi Barat 35,4 persen, dan Papua Barat Daya 30,5 persen.

Sementara itu, provinsi dengan angka stunting terendah adalah Bali hanya 8,6 persen, Jawa Timur 14,7 persen, dan Kepulauan Riau 15,0 persen.

IKLAN

Secara nasional, prevalensi stunting Indonesia berada di angka 19,8 persen. Rinciannya, 4,2 persen anak tergolong sangat pendek dan 15,6 persen tergolong pendek.

Desa Jadi Ujung Tombak

Tingginya angka stunting di Provinsi NTB menandakan tantangan besar dalam menciptakan generasi masa depan yang sehat dan produktif.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi NTB, Iswandi menegaskan, penurunan angka stunting tak cukup hanya dengan memperbaiki asupan makanan. Masalah ini berkaitan erat dengan pola asuh, akses layanan kesehatan, sanitasi, serta edukasi masyarakat.

IKLAN

Dalam merespons hal ini, ia mengatakan, Program Desa Berdaya muncul sebagai solusi strategis yang tidak hanya menyasar pengentasan kemiskinan. Tetapi juga, menargetkan penurunan angka stunting melalui pendekatan holistik berbasis potensi desa.

Oleh karena itu, Desa Berdaya menjadi langkah baru yang lebih terarah dan menyasar langsung kantong-kantong kemiskinan. Terutama 106 desa dengan kemiskinan ekstrem dari total 336 desa prioritas.

“Program Desa Berdaya merupakan satu dari 10 program unggulan Iqbal-Dinda yang tertuang dalam RPJMD. Menjadi kunci akselerasi penurunan kemiskinan dan stunting,” ungkap Iswandi, Rabu, 28 Mei 2025.

Lebih jauh, Iswandi menyampaikan, Program Desa Berdaya selaras dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Khususnya dalam membantu dari desa dan menangani persoalan stunting, serta kemiskinan secara berkelanjutan.

“Tujuan utamanya adalah menjadikan desa berkembang menjadi desa mandiri. Dan itu tidak mungkin tercapai jika masalah stunting masih tinggi. Maka kami satukan gerak antara pengembangan ekonomi dan penanganan gizi serta kesehatan,” tegasnya. (*)

Berita Terkait

Back to top button