Diskominfotik SumbawaSumbawa

Kabupaten Sumbawa Jadi Laboratorium Kebijakan dan Model Percontohan Penguatan Pulau Kecil

Sumbawa Besar (NTBSatu) – Kabupaten Sumbawa memperkuat peran strategisnya dalam penyusunan kebijakan penguatan pulau-pulau kecil. Hal ini melalui kajian ketangguhan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Kabupaten Sumbawa bersama FPRB Provinsi NTB.

Kegiatan yang berlangsung pada 11–13 November 2025 di Pulau Moyo dan Pulau Medang ini, menjadi bagian dari upaya sistematis pemerintah daerah. Khususnya untuk menyediakan data dan analisis berbasis lapangan, yang dapat menjadi rujukan dalam perumusan kebijakan di tingkat provinsi maupun nasional.

Kajian ini merupakan kelanjutan dari asesmen sebelumnya di Pulau Bungin, yang menekankan pentingnya pemetaan risiko, kapasitas masyarakat, serta kesiapsiagaan pulau-pulau kecil sebagai dasar kebijakan yang efektif dan berkelanjutan.

Wakil Ketua FPRB Sumbawa, Dr. Rusdianto menekankan urgensi kajian ini. Selama kajian, tim FPRB melakukan pemetaan menyeluruh terhadap kondisi sosial, ekonomi, lingkungan, infrastruktur, dan kelembagaan masyarakat di setiap desa.

“Kajian ini memberikan gambaran komprehensif mengenai ketangguhan pulau kecil. Bukan hanya untuk Sumbawa, tetapi untuk NTB secara keseluruhan, bahkan berpotensi menjadi rujukan nasional,” jelasnya.

Ia menambahkan, selama ini data mengenai pulau kecil masih sangat terbatas, sehingga kajian ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat dasar pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan

Pengalaman dari Pulau Bungin

Pengalaman di Pulau Bungin menjadi contoh konkret kebutuhan akan kebijakan yang berbasis pengalaman lapangan. Kebakaran besar yang melanda pulau tersebut beberapa tahun lalu menunjukkan, bagaimana keterbatasan sistem tanggap darurat memperbesar dampak bencana.

Dari situ, masyarakat Bungin mulai memperkuat sistem respons, menata jalur evakuasi, melengkapi peralatan, dan membangun tim tanggap awal.

“Pola penanganan Bungin ini dapat dijadikan acuan bagi pulau lain. Setiap pulau perlu memiliki sistem respons sesuai risiko masing-masing,” ujar Rusdianto.

Di sisi lain, Wakil Ketua FPRB NTB, Sulistiyono menjelaskan, setiap pulau memiliki karakteristik unik yang harus menjadi pertimbangan dalam perumusan kebijakan.

“Permasalahan pulau-pulau kecil sangat kompleks. Kajian ini memberi gambaran utuh sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat lebih adaptif, efektif, dan kontekstual,” katanya.

Ia mencontohkan, Gili Trawangan menghadapi tekanan wisata internasional, Gili Meno dan Gili Air memiliki dinamika sosial-ekonomi berbeda. Kemudian, Pulau Moyo berada dalam kawasan konservasi, Pulau Medang menjadi basis nelayan. Sementara itu, Pulau Bungin merupakan permukiman padat yang dekat dengan daratan utama.

Keragaman ini memperkaya analisis dan memastikan hasil rekomendasi kebijakan tidak generik, tetapi sesuai kebutuhan dan risiko masing-masing pulau

“Hasil kajian dari Sumbawa dan Lombok Utara akan dikompilasi untuk diseminasi dan dirumuskan sebagai rekomendasi kebijakan penguatan pulau kecil,” tambah Sulistiyono. (*)

Berita Terkait

Back to top button