ADVERTORIALPemerintahan

Stigma Hambat Inklusi, ULD BPBD NTB Dorong Penguatan GEDSI dalam Manajemen Bencana

Mataram (NTBSatu) – Penguatan pengarusutamaan Gender, Disabilitas, Inklusi, dan Sosial (GEDSI) semakin mendesak dalam manajemen bencana, karena berbagai stigma masih menghambat keterlibatan kelompok rentan.

Penanganan bencana memerlukan pendekatan yang memastikan ruang aman, akses setara, dan partisipasi penuh bagi seluruh kelompok rentan berbagai situasi.

Pandangan keliru masyarakat menganggap penyandang disabilitas sebagai beban menghambat upaya inklusi yang seharusnya selaras dengan sistem bencana modern.

Anggota ULD BPBD NTB, Farhan Shodik menjelaskan, posisi GEDSI sebagai fondasi penting dalam setiap tahapan penanggulangan bencana.

“GEDSI adalah sebuah pendekatan pembangunan yang dimana aspek atau isu gender, disabilitas, dan inklusi sosial yang biasanya orang-orang termarginalkan itu bisa terlibat aktif secara penuh dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan,” ungkapnya dalam Podcast NTBSatu, Sabtu, 15 November 2025.

Farhan menekankan, pendekatan GEDSI membuka kesempatan bagi kelompok rentan untuk menyampaikan kebutuhan secara langsung. Proses ini membantu pemerintah menyusun rencana evakuasi yang ramah kursi roda, menyediakan ruang aman bagi perempuan dan anak, serta memastikan akses layanan bagi seluruh warga tanpa perlakuan diskriminatif.

Pendekatan tersebut berfungsi sebagai alat untuk menjaga hak asasi manusia sekaligus mendorong pelayanan bencana yang lebih adil.

Stigma Menghambat Implementasi GEDSI dalam Penanggulangan Bencana

Namun, dari pemetaan lapangan yang ia sampaikan, hambatan terbesar muncul dari stigma yang membuat GEDSI belum berjalan optimal.

Stigma tersebut tumbuh dari pola pikir pemerintah, keluarga, serta masyarakat yang masih memandang penyandang disabilitas sebagai objek bantuan, bukan pemegang pengetahuan mengenai kebutuhan mereka sendiri.

“Jadi untuk tantangannya sendiri itu lebih kepada stigma ya. Stigma dari pemerintah, kemudian dari keluarga dan masyarakat itu masih banyak sekali,” ungkapnya.

Pada dasarnya, keterlibatan penuh penyandang disabilitas membantu pemerintah memahami kebutuhan nyata yang harus tersedia, mulai dari akses mobilitas hingga fasilitas perlindungan yang layak. Partisipasi bermakna tersebut menjadi kunci agar kebijakan berjalan tepat sasaran.

“Disabilitas itu bukan keterbatasan, tapi keragaman manusia. Yang membuat kami terbatas adalah tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang memang kami butuhkan,” tambahnya.

Farhan mendorong setiap pihak untuk memperkuat GEDSI sebagai prinsip utama dalam manajemen bencana. Penguatan itu akan menciptakan sistem penanggulangan bencana yang lebih adil, responsif, dan inklusif bagi semua kelompok tanpa kecuali. (*)

IKLAN

Berita Terkait

Back to top button