Bappeda Tanggapi Penolakan Pembangunan SMA Unggulan Garuda di Hutan Lemor

Lombok Timur (NTBSatu) – Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lombok Timur, menanggapi penolakan pembangunan SMA Unggulan Garuda Nusantara di kawasan Kebun Raya Lemor, Kecamatan Suela.
Kepala Bappeda Lombok Timur, Muhammad Zaidar Rohman menegaskan, pembangunan tersebut masih sebatas usulan dan dalam tahap kajian Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Itu masih diusulkan dan belum pasti. Kami masih melengkapi persyaratan untuk pembangunannya,” ujarnya, Jumat, 26 September 2025.
Ia menjelaskan, Kebun Raya Lemor memiliki luas 20 hektar. Dari total lahan, hanya 2,3 hektare untuk pembangunan sekolah, termasuk area jalan, ruang kelas, kantor, ruang guru, dan lapangan. Zaidar memastikan penggunaan lahan tidak akan melebihi luasan tersebut.
Menurutnya, keberadaan sekolah unggulan ini penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Lombok Timur.
“Keberadaan sekolah garuda ini juga akan mewujudkan Lombok Timur yang SMART. Karena sekolah ini akan mencetak SDM yang unggul, sehingga lulusannya bisa bersaing di tingkat nasional dan diserap dunia kerja,” tegasnya.
Ia menambahkan, kajian AMDAL masih berlangsung sehingga pihaknya mengajak masyarakat ikut terlibat.
Jika terbukti membawa dampak negatif, Zaidar mempersilakan warga bersama-sama menolak pembangunan sekolah tersebut.
Pemerintah sebelumnya sudah meninjau aset lain milik daerah untuk alternatif lokasi pembangunan. Namun, hingga kini tidak ada lahan yang memenuhi kriteria selain Kebun Raya Lemor.
“Kita sudah mencari lokasi lain di aset Pemkab Lotim yang lain, tetapi tidak ada lahan yang memenuhi syarat dan hanya kebun raya Lemor yang memenuhi,” jelasnya.
Tuai Penolakan Mahasiswa dan Warga
Sebelumnya, penolakan keras muncul dari ratusan mahasiswa dan warga yang menggelar aksi di Kantor DPRD Lombok Timur pada Kamis, 25 September 2025. Aliansi Mahasiswa Universitas Gunung Rinjani Menggugat menjadi massa aksi terbesar.
Mereka menilai, pembangunan SMA Unggulan Garuda di Lemor akan mengancam sumber daya penting masyarakat sekitar.
“Kami tidak menolak pendidikan, tapi lokasi Lemor terlalu vital karena menjadi pusat sumber air dan pertanian masyarakat dari Suela hingga Pringgabaya,” kata salah satu orator aksi.
Massa menekankan agar pemerintah meninjau ulang rencana pembangunan. Mereka khawatir ribuan warga yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian akan terdampak langsung.
“Kami mendesak agar sekolah ini dibangun di wilayah lain yang tidak memiliki fungsi krusial seperti Lemor,” tegasnya. (*)