ADVERTORIALPendidikan

Runy Angriani, Putri Desa yang Menjadi Penulis Nasional

Bima (NTBSatu) – Di balik hamparan sawah Ntoke, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, lahirlah Runy Angriani. Putri pasangan petani sederhana. Ayahnya mengais rezeki dari tanah. Ibunya menjaga rumah dan keluarga. Hidup mereka sangat bergantung pada musim dan hasil pertanian.

Namun, keterbatasan ekonomi itu tidak pernah membuat Runy menyerah. Justru dari tanah yang gersang itulah tumbuh semangat membara yang membawanya jauh melampaui batas desa.

Sejak menjejakkan kaki di Program Studi PGSD STKIP Taman Siswa Bima, Runy Angriani menunjukkan kesungguhan yang tak main-main.

Prestasi akademik ia jaga dengan ketekunan. Organisasi ia isi dengan pengabdian. Dan, literasi ia hidupkan dengan karya.

Semester kedua menjadi titik loncatan. Runy berhasil masuk Top 4 Lomba Duta Baca tingkat kampus. Bahkan ditunjuk sebagai Duta Baca Prodi PGSD. Dari sana, api literasinya semakin menyala.

Antologi pertamanya mendapat apresiasi nasional, dan penghargaan sebagai Penulis Terbaik Nasional pun ia raih. Bukan sekali, melainkan tiga tahun berturut-turut sejak 2022 hingga 2024.

Ia pun aktif menulis buku, hingga kini telah menerbitkan tujuh karya dan tengah menyusun buku kedelapan, dengan target satu buku setiap semester. Tulisannya bukan hanya berhenti di rak buku, melainkan juga menembus jurnal-jurnal bereputasi nasional: Sinta 3, Sinta 5, dan Sinta 6.

Bangkit dari Kegagalan

Namun perjalanan itu tak selalu mulus. Runy pernah gagal dalam lomba karya ilmiah di Mataram. Pernah kalah dalam pemilihan Ketua HMPS PGSD. Tetapi setiap kegagalan justru menguatkannya.

Ia selalu teringat pesan ibunya yang penuh makna: “Nak, terserah hasilnya nanti, yang penting belajar dulu, coba dulu, dan mantapkan hatimu. Hasil belakangan.” Doa dan restu orang tua itulah yang menjadi cahaya penuntun setiap langkahnya.

Mimpinya menjejak Pulau Jawa yang dulu terasa mustahil, akhirnya menjadi nyata saat ia lolos Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Kemdikbud.

IKLAN

Untuk pertama kalinya, ia naik pesawat, belajar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Menjalin jejaring nasional, bahkan mewakili ratusan mahasiswa PGSD menyampaikan pesan dengan percaya diri.

“Aku ingin naik pesawat tidak dengan uangku,” katanya suatu kali kepada sahabatnya. Doa itu terkabul dengan cara yang begitu indah.

Sepulang ke Bima, Runy tetap teguh berbakti. Ia menjalani KKN, lolos Program Kampus Mengajar Angkatan 8, dan mengabdi di SDN Naru Ranggasolo.

Ia juga setia menjadi relawan literasi di desa-desa, mengajarkan anak-anak tentang pentingnya membaca, menulis, dan bermimpi.

Dukungan dosen dan sahabat-sahabat kampus menjadi energi tambahan. Mereka berbagi tawa, air mata, bahkan rindu kampung halaman. Dari Ika, Zia, hingga Ihlas, mereka adalah lingkaran kecil yang menjaga api semangat Runy tetap menyala di saat lelah menghadang. Mereka bukan sekadar sahabat.

Raih IPK 3,98

Hingga akhirnya, perjuangan panjang itu berbuah manis. Dalam waktu 3,6 tahun, Runy Angriani menuntaskan studinya dengan jalur langka.

Lulus tanpa skripsi, melainkan lewat artikel ilmiah bereputasi Sinta. Ia menyabet IPK 3,98, sebuah simbol kerja keras, tekad, dan ketekunan yang nyaris tanpa celah.

Kini, Runy Angriani bukan lagi sekadar anak petani desa. Ia berdiri sebagai inspirasi bagi mahasiswa, generasi muda, bahkan masyarakat luas. Dari sawah di Wera hingga panggung prestasi nasional, ia membuktikan bahwa mimpi besar bisa lahir dari tempat sederhana.

“Berani bermimpi, berani berusaha, dan percayalah: hasil indah menanti di ujung ketekunan,” ucap Runy, menutup kisahnya.

Dan dari kampus tercinta STKIP Taman Siswa Bima, namanya akan terus harum, mengabarkan pesan bahwa keberanian untuk bermimpi selalu menemukan jalannya. (*)

Berita Terkait

Back to top button