Jaksa Lengkapi Permintaan BPKP NTB Kasus Bansos DPRD Mataram

Mataram (NTBSatu) – Dugaan korupsi penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) di DPRD Kota Mataram terus bergulir di Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat.
Jaksa melengkapi beberapa permintaan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB.
“Jadi, ada beberapa yang dimintai BPKP kemarin. Ini yang masih kita lengkapi,” kata Kasi Intelijen Kejari Mataram, Harun Al Rasyid kepada NTBSatu, Selasa, 8 Juli 2025.
Selain itu, penyidik juga menggali penyimpangan penyaluran bantuan sosial pada tahun 2022 tersebut. Mereka masih melakukan serangkaian pemeriksaan saksi-saksi.
“Masih berjalan di penyidikan. Kalau ada yang bilang kasus ini berhenti itu dari luar. Bukan dari kami,” tegasnya.
Ia menepis beredarnya informasi yang menyebut bahwa Kejari Mataram telah memberhentikan kasus ini. Penyidik, sambung Harun, masih fokus pada pemeriksaan saksi-saksi. Baik dari kalangan pemerintah maupun pihak penerima.
“Masih pendalaman saksi-saksi,” tegasnya.
Penerima Bantuan Tidak Melalui Survei
Sementara Kasi Pidsus Mardiyono menyebut, para kelompok penerima bantuan tidak dilakukan survei terlebih dahulu. Banyak juga kelompok fiktif dan yang baru terbentuk.
“Ada juga kelompok setelah mendapatkan bantuan tidak berusaha lagi. Ada pemotongan (penyaluran),” ucapnya.
Tidak hanya itu, penyidik juga menemukan tidak adanya juknis yang jelas siapa saja yang berhak menerima dan berapa nominalnya. Penelusuran Kejari Mataram, nominal penyalurannya bervariasi. Mulai dari Rp2,5 juta hingga Rp50 juta.
“Ada untuk kelompok juga perorangan. Yang Rp50 juta justru perorangan (yang menerima),” jelasnya.
Begitu juga dengan peruntukan bantuan tersebut untuk lini usaha apa. Mardiyono lagi-lagi menegaskan tidak ada juknis yang jelas. Semuanya sesuka hati Anggota DPRD Kota Mataram. Mereka lah yang menentukan siapa penerima bansos tanpa proses seleksi dan verifikasi.
“Pemberian bansos terserah anggota dewan, siapa yang mau dikasih. Permohonannya di dewan. Disdag hanya menyalurkan,” ungkapnya.
Jaksa beberapa waktu lalu menerima petunjuk dari BPKP NTB, terkait dengan data atau dokumen mana saja yang harus mereka lengkapi.
“Tahapan selanjutnya, kita tindaklanjuti apa rekomendasi (BPKP),” ujarnya, meskipun tak menjelaskan secara detail apa saja petunjuk yang ia maksud.
Kejaksaan sejak awal mengambil langkah berkoodinasi dengan BPKP NTB. Tujuannya, agar kedua lembaga tersebut memiliki persepsi yang sama tentang perkara ini. Mardiyono memastikan ini bukanlah persoalan Pidum maupun Perdata.
“Tidak bisa ke arah Pidum atau Perdata. Kita yakin ada tindak pidana di sana,” jelasnya.
Dalam perkara ini, kejaksaan menemukan kerugian negara dari penyaluran senilai Rp5 miliar. Bantuan itu dititipkan di Dinas Perdagangan Kota Mataram. (*)