Pemprov Belum Ajukan Gugatan Baru Selamatkan Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita

Mataram (NTBSatu) – Pemprov NTB belum mengajukan gugatan baru untuk menyelamatkan Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita di Jalan Udayana, Kota Mataram.
Hal itu menyusul terdakwa, Ida Made Singarsa dibebaskan oleh Hakim MA, pada kasus pemalsuan surat lahan Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita.
Kepala Biro Hukum Setda NTB, Lalu Rudy Gunawan menyampaikan, alasan belum mengajukan gugatan baru tersebut karena masih menunggu salinan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang membebaskan terdakwa dalam kasus tersebut.
“Kita selesaikan kasasi dulu biar kita tahu apa pertimbangan hukumnya. Sebab hingga sekarang, keputusan kasasinya belum turun baru pemberitahuan saja. Karena dengan keputusan itu kita tahu pertimbangan hukumnya apa,” jelas Rudy, Rabu, 2 Juli 2025.
Kemudian terkait dokumen, Rudy mengaku, pihaknya sudah menyiapkan semuanya. Hanya saja masih menunggu salinan putusan kasasi untuk melihat pertimbangan MA dalam memutuskan perkara tersebut.
“Sudah siap (dokumen, red) hanya butuh pertimbangan hukum MA seperti apa, biar kita tahu,” ujarnya.
Dokumen yang disediakan mencakup bukti-bukti kuat atas perkara ini. Seberapa besar kemungkinan Pemprov memenangkan kasus ini, Rudy tak ingin berandai-andai. Ia menyerahkan semuanya pada proses hukum yang berjalan.
“InsyaAllah ada (bukti kuat), jangan dibuka dulu apa saja. Kan mau tempur,” tuturnya.
Menduga Ada Permaian Mafia Tanah
Sebagai informasi, pada tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA), terdakwa, Ida Made Singarsa dibebaskan oleh Hakim MA atas kasus pemalsuan surat dokumen kepemilikan lahan di Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita.
Atas putusan itu, Pemprov NTB menduga adanya indikasi permainan dari mafia tanah yang mempengaruhi putusan tersebut.
“Kuat dugaan kami adanya indikasi permainan dari mafia tanah dalam putusan ini,” kata Kepala Biro Hukum Setda NTB, Lalu Rudy Gunawan kepada NTBSatu, Jumat, 13 Juni 2025.
Karena itu, Tim Kuasa Hukum Biro hukum, bertekad akan melakukan perlawanan, berjuang merebut kembali Gedung Wanita dan Bawaslu NTB dengan posisi sebagai penggugat. Yaitu dengan cara melakukan gugatan baru terhadap Ida Made Singarsa.
“Karena kami yakin kalau surat yang digunakan oleh terdakwa Ida Made Singarsa tersebut memang palsu,” ujar Rudy.
Bukan tanpa alasan, berdasarkan kesaksian dari ahli bahasa yang menemukan ada dua jenis ejaan dalam surat tersebut, yang tidak mungkin ada dalam satu surat.
“Pada tahun dibuatnya surat tersebut, ejaan yang berlaku adalah ejaan Suwandi. Tapi nyatanya ada juga Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dalam surat tersebut, padahal ejaan EYD belum berlaku,” ungkapnya.
Kemudian, pada saat proses penyidikan masih berjalan di Polda NTB, terdakwa atas inisiatif dan kesadaran sendiri, telah membuat pernyataan dihadapan notaris yaitu pengakuan bahwa benar tanah Bawaslu dan Gedung Wanita bukan milik terdakwa.
“Terdakwa hanya disuruh mengakui (dimanfaatkan) oleh H. Patoni dan Seorang Mantan pejabat di Pemprov (tidak layak saya sebutkan namanya karena yang bersangkutan sudah Almarhum),” tuturnya. (*)