Hukrim

Jaksa Dalami Dugaan Penyimpangan Penyaluran Bansos DPRD Kota Mataram

Mataram (NTBSatu) – Kejari Mataram, mendalami dugaan penyimpangan penyaluran bansos DPRD Kota Mataram tahun 2022.

Pihak kejaksaan terus menggali penyimpangan tersebut dengan serangkaian penyidikan. “Masih berjalan di penyidikan,” tegas Kasi Intel Kejari Mataram, Harun Al Rasyid kepada NTBSatu, Selasa, 24 Juni 2025.

Ia menepis beredarnya informasi yang menyebut, Kejari Mataram telah memberhentikan kasus ini. Penyidik, sambung Harun, masih fokus pada pemeriksaan saksi-saksi. Baik dari kalangan pemerintah maupun pihak penerima.

“Masih pendalaman saksi-saksi,” tegasnya.

IKLAN

Sebut Penentuan Kelompok Penerima Tanpa Survei

Sementara Kasi Pidsus, Mardiyono menyebut, para kelompok penerima bantuan tidak dilakukan survei terlebih dahulu. Banyak juga kelompok fiktif dan yang baru terbentuk.

“Ada juga kelompok setelah mendapatkan bantuan tidak berusaha lagi. Ada pemotongan (penyaluran),” ucapnya.

Tidak hanya itu, penyidik juga menemukan tidak adanya juknis yang jelas siapa saja yang berhak menerima dan berapa nominalnya. Penelusuran Kejari Mataram, nominal penyalurannya bervariasi. Mulai dari Rp2,5 juta hingga Rp50 juta.

IKLAN

“Ada untuk kelompok juga perorangan. Yang Rp50 juta justru perorangan (yang menerima),” jelasnya.

Begitu juga dengan peruntukan bantuan tersebut untuk lini usaha apa. Mardiyono lagi-lagi menegaskan tidak ada juknis yang jelas. Semuanya mutlak sesuka hati anggota DPRD Mataram. Mereka lah yang menentukan siapa penerima bansos tanpa proses seleksi dan verifikasi.

“Pemberian bansos terserah anggota dewan, siapa yang mau dikasih. Permohonannya di dewan. Disdag hanya menyalurkan,” ungkapnya.

IKLAN

Jaksa beberapa waktu lalu menerima petunjuk dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB, terkait dengan data atau dokumen mana saja yang harus mereka lengkapi.

“Tahapan selanjutnya, kita tindaklanjuti apa rekomendasi (BPKP),” ujarnya, meskipun tak menjelaskan secara detail apa saja petunjuk yang ia maksud.

Kejaksaan sejak awal mengambil langkah berkoodinasi dengan BPKP NTB. Tujuannya, agar kedua lembaga tersebut memiliki persepsi yang sama tentang perkara ini. Mardiyono memastikan, ini bukanlah persoalan Pidum maupun Perdata.

“Tidak bisa ke arah Pidum atau Perdata. Kita yakin ada tindak pidana di sana,” jelasnya.

Dalam perkara ini, kejaksaan menemukan kerugian negara dari penyaluran senilai Rp5 miliar. Bantuan itu dititipkan di Dinas Perdagangan Kota Mataram. (*)

Berita Terkait

Back to top button