HEADLINE NEWSPolitik

Marak Survei Pesanan Muncul saat Pilgub NTB, Bagaimana Masyarakat Harus Bersikap?

Mataram (NTBSatu) – Kemunculan lembaga survei jelang atau saat Pileg, Pilpres maupun Pilkada, patut diwaspadai sebagai upaya propaganda politik. Masyarakat musti cerdas mencermati kredibilitas lembaga yang mempublikasi hasil survei, agar tak mudah terkecoh, apalagi sampai salah menentukan pilihan politik.

Khususnya saat Pilgub NTB, dalam masa kampanye saat ini, patut waspada dengan survei abal-abal alias bodong.

Belum lama ini, publik bingung bahkan resah dengan kehadiran sejumlah lembaga survei yang hasilnya di luar nalar.

Lembaga survei NS misalnya, setelah dilakukan tracking, lembaga ini tidak terdaftar di KPU NTB dan asosiasi lembaga survei mana pun. Muncul juga dugaan pendiri lembaga ini terafiliasi langsung dengan salah satu pasangan calon.

Survei ini menempatkan Iqbal-Dinda teratas 31 persen, Siti Rohmi Djalilah – Musyafirin 29,3 persen dan urutan buncit 15, 9 persen.

Survei lainnya, Poltracking yang menyebutkan Siti Rohmi Djalilah – Musyafirin unggul 23, 3 persen. Infografis survei ini sempat beredar hanya berupa grafik untuk pasangan nomor urut 01 tersebut, tanpa memunculkan perolehan rangking untuk kandidat lainnya.

Baru baru ini, publik juga dikejutkan dengan munculnya flyer bodong atasnama Olat Maras Institut atau OMI.

Grafik survei menempatkan Zul Uhel 32, 8 persen, Iqbal – Dinda 30,5 persen dan Rohmi-Firin 29,2 persen.

Namun pihak OMI membantah telah merilis hasil survei tersebut, apalagi memprediksi pasangan nomor 03 Iqbal-Dinda unggul pada November. Direktur OMI Miftahul Razak menegaskan, infografis survei itu bodong dan diduga dimanfaatkan pihak tertentu.

Nah, dengan banyaknya lembaga survei dan polemik yang mengikuti, bagaimana sebaiknya masyarakat bersikap kritis? Berikut wawancara khusus dengan Direktur Eksekutif Survei Prediksi dan Statistik (PRESiSI), Darwan Samurdja.

Bagaimana prinsip munculnya lembaga survei?

Pada prinsipnya munculnya lembaga survei sejatinya adalah untuk mengejawantahkan Undang Undang, itu sendiri yakni prinsip – prinsip pelaksanaan demokrasi partisipatif.
Munculnya lembaga survei di Indonesia ruhnya adalah untuk memberikan ruang partisipasi publik menyampaikan pendapatnya terhadap calon pemimpin yang akan mewujudkan asa rakyat dengan pemimpin yang akan mereka pilih atau yang dikehendakinya, sehingga lewat pendekatan survei Partisipasi publik bisa disampaikan terakomodir dalam potret kecenderungan pilihan rakyat.

Hal ini tentu sejalan dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan demokrasi yang dipandu oleh KPU dan diawasi oleh Bawaslu untuk menjamin pelaksanaan setiap kontestasi demokrasi baik Polres, Pileg, dan Pilkada berjalan dengan baik dan berkualitas salah satunya adalah dengan memberikan ruang terhadap partisipasi publik dalam mewujudkan tujuan tersebut.

Apa prinsip dasar fungsi survei Pemilu?

Selanjutnya, survei tidak hanya mengukur kecenderungan pemilih terhadap calon pilihannya saja, atau elektabilitas dan popularitas para kontestan. Namun, Survei sejatinya lebih pada mitigasi, kompas dalam mengetahui peta elektoral semua kontestan yang selanjutnya menjadi acuan untuk menentukan langkah atau mapping gerakan dan strategi dalam meraih kemenangan
Selain itu, survei bisa menjadi alat evaluasi gerakan yang dilakukan oleh kontestan dan Tim. Sehingga kita sering melihat survei sering dilakukan secara berkala atau berjenjang yang intensitasnya sesuai dengan jarak waktu pencoblosan.

Munculnya banyak lembaga survei bermasalah, bagaimana seharusnya masyarakat bersikap?

Sebagai catatan penting adalah, agar publik tidak tersesat bahwa hasil survei bukanlah hasil akhir dalam menyatakan salah satu kontestan keluar jadi pemenang, akan tetapi hasil survei hanya bisa membaca potensi siapa calon yang memiliki kans besar memenangkan kontestasi dalam setiap pemilihan yang dilaksanakan secara demokratis yang artinya bahwa hasil survei bukanlah hasil akhir. Penentuan hasil akhir adalah otoritasnya KPU sebagai penyelenggara lewat hasil real count atau perhitungan pasca pencoblosan.

Bagaimana Masyarakat Mengenali Survei abal abal dengan yang Legal? Apa saja Parameter yang musti dikenali

Munculnya fenomena bahwa banyak hasil survei yang dikeluarkan oleh lembaga survei dengan temuan angka kuantitatif berbeda dalam durasi yang hampir sama, hal itu sebenarnya wajar selama perbedaan itu masih pada taraf signifikansi atau toleransi kesalahan yang dengan margin of error (MoE).

Namun, jika hasil survei yang keluar terlalu jomplang perbedaannya antar lembaga survei tentu ada faktor lain yang melatar belakanginya.

Pertama, kesalahan pengambilan sampling yang tidak melalui mekanisme pengambilan samping yang proporsional yang mewakili persebaran responden lewat sampling secara bertingkat sesuai struktur keorganisasian pemerintah hingga ke responden.

Kedua, kesalahan dalam menentukan base data yang tidak proporsional berdasarkan populasi yang akan dijadikan sampling. Faktor ketiga yang sangat mempengaruhi hasil survei adalah surveyor. Surveyor yang diturunkan harus surveyor yang terlatih dan memiliki integritas yang tinggi, jujur dan tahan terhadap tantangan di lapangan. Jika surveyor yg direkrut adalah surveyor asal turun saja, dan tidak melalui pelatihan dan telah teruji lewat berbagai pengalaman lapangan, bisa membuat hasil survei menjadi bias.

Faktor keempat adalah Faktor Quality Control yang tidak serius untuk memastikan bahwa surveyor yang turun benar – benar melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai metodologi dan pengacakan yang benar dalam penentuan responden serta mewawancarai secara menyeluruh, sesuai isi kuesioner. Hal ini penting, untuk menghindari surveyor mengisi kuesioner atas dasar keinginannya sendiri atau semaunya sendiri.

Faktor kelima adalah, praktek penerapan metodologi yang salah, baik dari proses maupun pelaksanaannya hingga analisis data dan pelaporan.

Kemudian yang terakhir adalah faktor integritas orang – orang yang berada di lembaga survei itu sendiri. Banyak sekali hasil survei yang sebuah lembaga survei rilis tidak presisi dengan hasil real count KPU. Hal ini tentu, dalam perjalanan surveinya mungkin telah berani melanggar etik sebagai peneliti dengan mengembang kempiskan angka hasil survei untuk tujuan mempengaruhi opini publik.
Faktor – faktor tersebut di atas tentu harus dihindari, sehingga dalam menyajikan temuan survei ke publik harus dapat dipertanggungjawabkan baik secara etik, methodology dan objektif.
Jangan sampai hanya menyenangkan hati dan perasaan calon saja kemudian dengan mudah mengembang kempiskan angka.

Bagaimana Mengidentifikasi Rekam Jejak Lembaga Survei? Agar tidak ada terjebak dengan lembaga bodong?

Selain itu, pelaksana atau peneliti di sebuah lembaga survei pasti sudah memiliki rekam jejak atau pengalaman yang lama di lembaga survei baik secara personal maupun secara kelembagaan. Hal ini tentu menjadi bahan penilaian dan pertimbangan publik dalam melihat hasil survei. Mana lembaga survei yang tiba – tiba muncul, mana lembaga yang sudah lama bergelut soal survei opini publik. Dengan kata lain, oknum pemilik lembaga dengan jurus tiba saat, tiba akal. Hal ini tentu tidak baik dalam pendidikan demokrasi di tengah – tengah masyarakat.
Soal lembaga abal-abal, syaratnya sudah jelas. Kalau sekedar pembuatan lembaga itu tentunya berbadan hukum yang diatur oleh UU soal pembuatan lembaga, yayasan ataupun Institute.

KPU Punya peran Pengawasan pada lembaga Survei, Apa saran terhadap KPU agar kredibilitas proses demokrasi terjaga?

Adapun kewajiban terdaftar di KPU dimaksudkan agar KPU bisa mengontrol lembaga lembaga yang melakukan survei terutama lembaga yang akan melakukan Quick Count atau perhitungan cepat. Karena, agar tidak menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat terhadap hasil quick count. Hal ini disebabkan, quick count dengan real count KPU margin of errornya hanya satu persen. Artinya bahwa hasil quick count sudah barang tentu pemenangnya sudah bisa diketahui.

Namun, sekali lagi kalau soal survei itu adalah ranah partisipasi publik tingkat bawah, dan itu bersifat hasil penelitian. jika publish ke media massa sejatinya tidak masalah selama lembaga yg merilis jelas rekam jejaknya serta dapat mempertanggungjawabkannya secara ilmiah. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button