Mataram (NTBSatu) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mendorong partisipasi aktif publik untuk melaporkan sejumlah fenomena pelanggaran dalam tahapan Pemilihan 2024. Seperti kasus pemanfaatan tenaga joki untuk pemutakhiran data pemilih (Pantarlih). Fenomena baru ini melengkapi kasus lawas dalam pelanggaran Pemilu seperti politik uang.
Anggota Bawaslu RI, Puadi, S.Pd,.MM mendorong partisipasi aktif masyarakat dan stakeholders lainnya untuk melaporkan dua fenomena ini. Tapi tentu saja perlu dukungan bukti bukti otentik. Karena pada tahapan saat ini, seperti Pantarlih, kerawanan pelanggaran dalam wujud pemanfaatan tenaga joki.
“Pantarlih yang seharusnya di-SK-kan turun, malah dia suruh orang lain,” kata Puadi kepada wartawan usai menjadi narasumber pada kegiatan Training of Trainers (TOT) Optimalisasi Peran Masyarakat dan Pemantauan Persidangan Perkara Pilkada Tahun 2024. Acara berlangsung Kamis 25 Juli 2024 di Hotel Lombok Astoria Mataram.
Puadi menambahkan, hasil identifikasi tim Bawaslu tingkat daerah, tidak sedikit temuan kasus joki pantarlih. Oknum petugas Pantarlih biasanya menyerahkan atribut berupa topi, rompi dan kelengkapan lainnya dan memberikannya kepada orang yang jadi joki.
Sebagai temuan di Jakarta Selatan, ada 41 joki pantarlih jadi temuan Bawaslu. Termasuk di NTB beberapa waktu lalu. Di balik perilaku oknum petugas Pantarlih semacam ini dengan berbagai motif. Salah satunya ingin terima beres, namun tetap mendapat honorarium.
“Padahal yang seharusnya turun itu yang dia dapat SK. Ini fenomena saat ini,” ujarnya.
Sebagai ulasan, Bawaslu NTB sebelumnya menemukan fenomena ini di TPS 6 Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak Lombok Timur. Pantarlih memanfaatkan saudaranya mengumpulkan fotokopi KK. Selanjutnya, Pantarlih yang menerima SK hanya melakukan input data adminduk ke formulir model A Daftar Pemilih KPU.
Selanjutnya Puadi juga menyoroti fenomena mahar politik parpol dari calon kepala daerah. Karena informasi yang berdar, kandidat tanpa mahar tak akan mendapat tiket partai.
Terkait ini, Puadi kembali mendorong peran serta masyarakat untuk melapor ke komisioner Bawaslu, baik tingkat kabupaten dan kota atau provinsi. Meski saat ini pihaknya hanya fokus pada pemutakhiran data, tak menutup kemungkinan pengawasan dan penindakan pada fenomena tersebut. “Tapi jika memang pada tahapan itu temuan politik uang, silakan laporkan dengan bukti bukti yang ada,” tegas komisiner bidang Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi ini.
Salah satu informasi yang berkembang, nilai mahar untuk partai yang menduduki kursi pimpinan mencapai Rp1 Miliar per kursi, dan paling rendah Rp250 Juta untuk partai papan bawah.
Puadi kembali menegaskan, tugasnya berpegang pada Undang Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan. Salah satu fungsinya adalah, mengawasi tiap tiap tahapan. Saat ini tahapannya adalah pemutakhiran data, atau dengan kata lain, belum masuk penetapan pasangan calon.
Sehingga fokus pihaknya pada fase tersebut, karena berkaitan dengan hak pilih masyarakat ke TPS. Namun tentusaja ia tak akan mengabaikan fenomena politik uang jika ada dukungan laporan. Karena tak dipungkiri, politik uang jadi salah satu kerawanan yang sedang dilakukan pemetaan di tiap tiap daerah.
“Jadi pemetaan ini dalam rangka pencegahan. Tapi jika dalam pengawasan dan pencegahan nanti ada temuan dugaan ada pelanggaran, maka Bawaslu melakukan proses penindakan,” tegasnya, didampingi Komisioner Bawaslu NTB, Umar Ahmad Seth.
Nah, mengenai pelanggaran dan sanksinya, sudah tercantum dalam Undang Undang. Namun pintu masuk proses penindakannya, harus ada temuan dan laporan.
“Jika ditemukan dan ada dukungan laporan, maka Bawaslu akan melakukan penelusuran dan pendalaman, untuk memastikan ada pelanggaran atau tidak,” pungkasnya. (HAK)