Jamin Bansos Tepat Sasaran, Dinsos Sumbawa “Sikat” Ribuan Penerima Curang
Sumbawa Besar (NTBSatu) – Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Sumbawa melancarkan operasi masif menertibkan data penerima bantuan sosial (bansos) yang tidak lagi memenuhi kriteria kelayakan.
Ribuan data Kartu Keluarga (KK) dicoret dari sistem. Alasannya beragam, mulai dari indikasi peningkatan kesejahteraan, kepemilikan aset, hingga keterlibatan judi online.
Kabid Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinsos Sumbawa, Syarifah S.Sos., M. Si., menegaskan komitmennya memastikan penyaluran bansos tepat sasaran sesuai mandat Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 dan Inpres No. 8 Tahun 2025. Inpres ini menuntut integrasi data dari 47 kementerian/lembaga untuk optimalisasi pengentasan kemiskinan.
“Data yang kami kelola untuk intervensi program, bukan data makro seperti BPS. Jika ada indikasi yang tidak sesuai regulasi, sistem akan mengeliminasi (data) secara otomatis,” jelasnya kepada NTBSatu, Jumat, 12 Desember 2025.
Syarifah mengungkapkan, penghapusan data, atau Inclusion Error, terjadi berdasarkan kriteria ketat yang menunjukkan ketidaklayakan penerima.
Adapun temuan yang menyebabkan KK tercoret oleh sistem pusat yaitu meliputi Pendidikan Tinggi – Terdapat anggota keluarga dalam KK yang sudah lulus sarjana;
– Kekayaan Aset – Keluarga memiliki kendaraan seharga di atas Rp 20 juta, rekening listrik di atas 900 VA, atau menggunakan gas di atas 3 kg;
– Perilaku Menyimpang – Dinsos menyanggah lebih dari 1.300 data terkait praktik judi online dan pinjaman/kredit bank.
“Ini semua by system. Kami di sini hanya pengelola. Kami tidak tahu siapa dia. Justru desa yang lebih tahu persis data warganya,” ujarnya.
Penonaktifan data ini memicu gejolak. Dinsos Sumbawa mengaku menerima komplain hampir setiap hari, bahkan melalui WhatsApp, terkait data yang dinonaktifkan.
Syarifah juga secara terbuka mengungkapkan isu nepotisme sempat mencuat, seperti laporan adanya istri perangkat desa di Senawang, Orong Telu, yang menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT).
“Ini persoalan. Kartu ini harus ditarik, jangan dikasih. Kami harus laporkan,” tegasnya.
Ia meluruskan penerima PKH dibatasi pada Desil 1 dan 2 dan harus memiliki komponen tertentu (ibu hamil, balita, anak sekolah, disabilitas berat, atau lansia terlantar). Dan penerima BPNT (Sembako) dibatasi pada Desil 1 hingga 4.
Syarifah juga mengungkap, kuota Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI-JKN) dari APBN/APBD melebihi batas, yaitu melebihi 60 persen populasi Sumbawa, yang membuat Kementerian Sosial melakukan penonaktifan secara masif.
Sebanyak 14.093 kasus penonaktifan sudah terjadi dan memicu keluhan luas.
Dalam mengatasi tantangan ini, Syarifah menekankan pentingnya peran pemerintah desa/kelurahan sebagai pemilik data di lapangan.
“Penting desa mengadakan Musyawarah Desa dan Musyawarah Kelurahan melibatkan perangkat desa, RT, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda. Mereka harus memaparkan data,” jelasnya.
Ia berharap desa berani mengeluarkan penerima tidak layak (Inclusion Error) dan memasukkan warga miskin yang belum terdaftar (Exclusion Error).
Syarifah juga mendorong implementasi pemasangan stiker di rumah-rumah penerima manfaat. Ia mengusulkan stiker berbunyi “Keluarga Penerima Bantuan” agar langkah ini lebih efektif dalam memicu kesadaran bagi yang tidak layak, tanpa menimbulkan stigma berlebihan.
“Kita harus berintegritas tinggi dan berempati. Tetapi tidak semua empati berarti kita memberi bantuan ke masyarakat tidak miskin. Harus ada keberanian agar lebih efektif,” pungkasnya.
Aturan pemanfaatan desil
Syarifah menambahkan, penentuan kelayakan penerima bansos saat ini mengacu pada pemanfaatan desil kesejahteraan keluarga dalam program nasional. Sebagaimana dalam Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos) Nomor 79/HUK/2025 tentang Penetapan Peringkat Kesejahteraan Keluarga untuk penyaluran Bantuan Sosial dan Bantuan Kesejahteraan Sosial di lingkungan Kementerian Sosial RI.
Dalam kebijakan tersebut, pembagian desil digunakan sebagai instrumen utama untuk memastikan bantuan tepat sasaran. Desil 1–2 diperuntukkan bagi kategori Sangat Rentan (SR), Desil 1–4 untuk Program Keluarga Harapan (PKH), serta Desil 1–5 untuk bantuan Sembako/BPNT, PBI JKN, dan Atensi Permakanan. Meski demikian, seluruh program bansos tetap berbasis hasil asesmen lapangan dan memprioritaskan kelompok desil terbawah.
Ia menjelaskan, Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai basis penyaluran bansos terus mengalami pemutakhiran, sehingga akurasinya akan semakin meningkat seiring waktu. Penetapan rentang desil yang masih relatif “lebar” saat ini dilakukan dengan mempertimbangkan tingginya potensi inclusion error (penerima tidak layak) dan exclusion error (warga miskin belum terdata).
“Ke depan, pemanfaatan desil ini akan disesuaikan secara bertahap. Misalnya PKH difokuskan ke Desil 1, Sembako/BPNT ke Desil 1–2, dan PBI JKN ke Desil 1–4,” jelasnya.
Kebijakan ini, kata Syarifah, menjadi bagian dari upaya nasional memperbaiki tata kelola bansos agar lebih adil, akuntabel, dan berkelanjutan, sekaligus menekan praktik penyimpangan yang selama ini terjadi di lapangan. (*)



