Anggota dan Pimpinan DPRD NTB Beda Pendapat soal Nasib 518 Honorer
Mataram (NTBSatu) – Nasib 518 honorer Pemprov NTB yang tidak bisa diangkat jadi Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu, belum ada kepastian. Antara diberhentikan atau dipertahankan.
Kemarin Selasa, 11 November 2025, perwakilan ratusan honorer ini kembali menghadap ke DPRD NTB. Mereka datang meminta bantuan agar segera ada titik terang atas persoalan ini.
Tidak ada hasil, Ketua DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaeda yang menemui mereka, justru mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, kewenangan dan pengambil kebijakan adalah eksekutif.
DPRD juga belum dapat mengeluarkan keputusan maupun kebijakan apapun terkait status dan keberlanjutan kerja para honorer.
Berbeda, Anggota Komisi III DPRD NTB, Muhammad Aminurlah justru meminta DPRD NTB tidak lepas tangan atas nasib ratusan honorer tersebut. Menurutnya, antara eksekutif dan legislatif sama-sama sebagai penyelenggara pemerintahan.
“Harusnya DPRD NTB tidak boleh ‘melempar bola’ ke Gubernur soal nasib 518 honorer, karna penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh DPRD dan kepala daerah,” kata Maman, sapaan Muhammad Aminurlah, Rabu, 12 November 2025.
Ia menjelaskan, DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Keduanya sama-sama mendapat mandat dari rakyat melaksanakan urusan pemerintahan.
Kepala daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan atas Perda dan kebijakan daerah, sedangkan DPRD mempunyai fungsi pembentukan Perda, anggaran, dan pengawasan.
“Dengan demikian maka DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar yang mempunyai fungsi yang berbeda. Jadi DPRD dan Gubernur sama-sama eksekutif,” tutupnya.
DPRD NTB “Lempar Bola” ke Gubernur
Sebelumnya, Koordinator Aliansi Honorer 518, Irfan menyampaikan, aspirasi dan harapan agar Pemprov NTB dapat mengeluarkan kebijakan internal yang menjamin keberlanjutan kerja para honorer.
Ia menegaskan, 518 tenaga honorer yang tersebar di berbagai OPD merupakan bagian penting dari roda pemerintahan. Serta, memiliki hak yang sama untuk mendapat perlindungan dan memastikan keberlangsungan pengabdiannya.
“Kami berharap ada langkah konkret dari Pemprov. Misalnya, melalui penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) atau kebijakan lain yang bisa mengakomodir keberadaan kami. Tujuannya, di tahun 2026 nanti tidak ada pemutusan hubungan kerja atau perumahan massal terhadap honorer,” tegas Irfan dalam pertemuan tersebut. (*)



