Tok! Mantan Sekda NTB Divonis 8 Tahun Penjara Kasus Korupsi NCC

Mataram (NTBSatu) – Mantan Sekda NTB, Rosiady Husaeni Sayuti divonis 8 tahun penjara dalam kasus korupsi NTB Convention Center (NCC).
“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Rosiady Husaeni Sayuti dengan pidana 8 tahun penjara,” kata Ketua Majelis Hakim, Mahendrasmara Purnamajati di ruang sidang PN Tipikor Mataram, Jumat, 10 Oktober 2025.
Selain itu, majelis hakim juga menghukum bekas Kepala Dikpora Provinsi NTB tersebut membayar denda Rp400 subsider 5 bulan.
Hakim menilai terdakwa terbukti sesuai dakwaan Primair. Yakni, Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB menuntut Rosiady dengan pidana penjara 10 tahun penjara. Kemudian, membayar denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan pengganti.
Vonis Mantan Direktur PT Lombok Plaza
Sementara itu, terdakwa Dolly Suthajaya Nasution divonis 10 tahun penjara. Tak hanya itu, majelis hakim juga memvonis Mantan Direktur PT Lombok Plaza tersebut membayar denda Rp500 juta subsider 6 bulan. Terakhir, membayar Uang Pengganti (UP) Rp7,2 miliar subsider 3 tahun kurungan badan.
Vonis pembayaran uang pengganti ini lebih ringan dari tuntutan JPU sebelumnya, yakni Rp15,2 miliar. Angka itu berdasarkan retribusi yang tak dibayarkan dan uang bangunan pengganti. Di mana uang bangunan pengganti Kantor PKBI dan Labkesda senilai Rp12 miliar namun menjadi Rp6 miliar.
Kemudian uang retribusi Rp8 miliar. Terhitung sejak 2017 hingga 2024.
Namun, menurut hakim hal tersebut bukanlah sepenuhnya tanggung jawab Dolly. Beban itu ditunjukkan ke direktur baru. Menyusul ia tidak lagi menjabat sebagai Direktur PT Lombok Plaza sejak tahun 2017 lalu.
JPU menuntut Dolly dengan 12 tahun penjara. Selain itu, jaksa juga menuntut Mantan Direktur PT Lombok Plaza itu membayar denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan pengganti. Kemudian membayar Uang Pengganti (UP) Rp15,2 miliar subsider 6 tahun penjara.
Selama proses persidangan, sejumlah saksi telah dihadirkan di PN Tipikor Mataram. Salah satunya Mantan Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi atau TGB pada Jumat, 29 Agustus 2025. Selain itu, ada juga beberapa Pejabat Pemprov di era TGB dan beberapa saksi ahli.
JPU Kejati NTB sebelumya menguraikan kronologis kasus dugaan korupsi kerjasama pemanfaatan lahan NCC tahun 2012-2016.
Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PT Lombok Plaza dengan Pemprov NTB tentang pemanfaatan Barang Milik Daerah (BMD) dengan pola Bangun Guna Serah (BGS). PKS itu pada 19 Oktober 2016.
Dari pihak Pemprov NTB diwakili terdakwa Rosiady Husaeni Sayuti yang saat itu menjabat sebagai Sekda. Sementara dari pihak perusahaan adalah Doly Sutahajaya Nasution selaku Direktur PT Lombok Plaza.
Isi kerja sama itu menyebut, PT Lombok Plaza selaku mitra BGS wajib menyerahkan jaminan pelaksanaan pekerjaan senilai 5 persen dari nilai investasi Rp360 miliar. Namun, sampai batas waktu yang ditentukan pihak perusahaan tidak membayar uang tersebut.
Dugaan Korupsi NCC
Hal itu tidak sesuai dengan peraturan menteri dalam negeri nomor 22 tahun 2009 tanggal 29 Mei 2009. “Bahwa PT Lombok Plaza sampai saat ini tidak pernah menyerahkan jaminan pelaksanaan,” kata perwakilan JPU, Ema Mulyawati beberapa waktu lalu.
Selain itu, PT. Lombok Plaza juga tidak pernah membayar kontribusi tahunan pertama sebesar Rp750 juta paling lambat dua hari kerja sebelum penandatanganan BGS. Meskipun demikian, perjanjian kerja sama BGS tersebut tetap ditandatangani terdakwa Rosiady.
Hari yang sama, kedua belah pihak juga menandatangani Berita Acara Serah Terima Aset / Bangunan Gedung Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat Pulau Lombok. Kemudian Gedung Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) NTB. Kedua aset atau gedung tersebut senilai Rp6,5 miliar.
Bangunan Gedung Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat dipindahkan dari Jalan Bung Karno ke Jalan Swara Mahardika, Kota Mataram.
Jaksa menyebut, tim ahli teknik PUPR NTB pernah mengecek fisik gedung baru tersebut pada 22 November 2024 lalu. Hasilnya, realisasi nilai fisik bangunan Gedung Balai Laboratorium Kesehatan itu Rp5.023.463.000 tidak sesuai dengan nilai RAB dalam perjanjian kerja sama.
“Selain itu bangunan tersebut tidak sesuai dengan Permen PU nomor 45 Tahun 2007 dan keputusan gubernur nomor 499 Tahun 2012. Sehingga bangunan gedung yang dihasilkan tidak tepat mutu, waktu, dan biaya,” ujar Ema.
Kemudian pada 26 Februari 2025, tim ahli dari Kementerian Kesehatan RI juga turun melakukan pengecekan. Kesimpulannya, bangunan pengganti Labkesda belum sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 605 / MENKES / SK./VII/2008.
Jaksa mendakwa perbuatan Rosiady dan Dolly dalam penerimaan aset Pemprov NTB terkait pelaksanaan BGS tahun 2012 sampai tahun 2016 merupakan perbuatan melawan hukum. (*)