Pertumbuhan Ekonomi NTB Triwulan II Melesat di Tengah Kontraksi: Industri Tumbuh 66 Persen, Pertanian Jadi Pilar

Padahal sektor ini masih menjadi salah satu pilar ekonomi NTB dari sisi kontribusi PDRB. Fenomena ini menjadi alarm penting akan kerentanan NTB, jika tetap bergantung pada sektor ekstraktif ini.
Sementara itu, sektor pertanian, selain tetap menjadi penyumbang terbesar PDRB, juga tumbuh secara moderat yakni 3,71 persen. Hal ini menandakan kestabilan sektor ini di tengah tekanan global dan domestik.

Asisten III Setda Provinsi NTB, Eva Dewiyani menegaskan pentingnya penguatan sektor ini. “Pertanian masih menjadi harapan dengan prospek yang sangat bagus. Di sisi lain, pemerintah juga terus mendorong penguatan sektor pertanian dan kelautan,” ujar Eva.
Diperkuat dengan data indikator makro, Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat sebesar 124,13 dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) sebesar 107,19 per Juni 2025.
Angka ini menunjukkan peningkatan daya beli, serta kondisi usaha yang menguntungkan bagi pelaku sektor primer di NTB.
“Angka NTP dan NTN yang positif, menunjukkan sektor pertanian dan kelautan tetap menjadi tumpuan penting dalam menjaga keseimbangan ekonomi daerah. Terutama di luar sektor tambang,” lanjut Eva.
NTB Bergerak ke Arah Ekonomi Bernilai Tambah
Selain sektor pertanian dan industri pengolahan, beberapa sektor lain juga menunjukkan geliat positif. Konstruksi tumbuh 5,57 persen, mencerminkan peningkatan kegiatan pembangunan infrastruktur.
Transportasi naik 4,03 persen mengindikasikan meningkatnya mobilitas dan pergerakan barang/jasa. Perdagangan bertumbuh 2,91 persen, menunjukkan permintaan domestik yang tetap kuat.
Namun di sisi lain, sektor administrasi pemerintahan justru mengalami kontraksi sebesar 2,04 persen. Karena adanya kebijakan penghematan anggaran yang pemerintah canangkan pada triwulan I.
“Transformasi ini menjadi langkah strategis dalam mengurangi ketergantungan pada sektor-sektor rawan guncangan global dan mendorong NTB ke arah ekonomi yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan bernilai tambah,” pungkas Wahyudin. (*)