Mataram (NTBSatu) – Fenomena anak-anak di bawah umur yang terjerumus ke dalam dunia prostitusi di Kota Mataram, makin mengkhawatirkan.
Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Mataram, Nyayu Ernawati menyebut gaya hidup hedon dan tekanan pergaulan sebagai pemicu utama.
“Banyak anak dari keluarga tidak mampu justru terjerumus karena ingin terlihat ‘gaul’. Mereka terpengaruh teman-temannya yang tampil mewah, pingin beli hp yang ada boba- bobanya. Padahal kondisi ekonomi keluarganya tidak mendukung,” ujar Nyayu, Rabu, 18 Juni 2025.
Fenomena ini, tambahnya, tidak bisa dipandang sebelah mata. Anak-anak yang masih duduk di bangku SD pun kini rentan, karena perubahan fisik yang membuat mereka tampak lebih dewasa.
“Padahal usianya masih sangat muda, tapi karena tubuhnya besar, orang mengira mereka sudah dewasa,” katanya.
Ia turut menyoroti bagaimana penggunaan gawai (gadget) yang tanpa pengawasan orang tua, kini menjadi pintu masuk berbagai pengaruh buruk.
“Aplikasi-aplikasi di ponsel, termasuk yang tampak sepele seperti game, bisa memicu mereka mencari uang dengan cara instan,” ujar Nyayu.
Soroti Perkawinan Usia Anak
Di sisi lain, Anggota Fraksi PDI-Perjuangan itu, juga menyoroti persoalan lain yang tak kalah mengkhawatirkan, yakni perkawinan usia anak.
Ia menceritakan sebuah kasus tragis yang ditangani baru-baru ini. Seorang bayi berusia dua bulan mengalami kekerasan fisik dari ayah kandungnya sendiri.
“Saat bayi itu sedang rewel dan disusui ibunya, si ayah yang emosinya tak terkendali langsung memukul bagian mata, ubun-ubun, dan dada bayi hingga anak itu menangis tanpa suara,” jelasnya.
Kini, bayi tersebut mendapat perawatan intensif di RSUD Kota Mataram. “Saat pertama kali masuk, beratnya kurang dari 2 kilogram. Setelah sebulan kami rawat dengan kasih sayang, sekarang beratnya sudah mencapai 5 kilogram,” ujarnya penuh haru.
Kasus ini mencerminkan bahaya nyata dari pernikahan dini. “Keduanya belum matang, baik secara emosional maupun finansial. Ini yang kemudian berdampak buruk pada anak yang dilahirkan,” ungkapnya.
Nyayu menegaskan, masalah prostitusi anak dan perkawinan dini bukan sekadar urusan keluarga, tapi menjadi pekerjaan rumah besar seluruh elemen masyarakat.
“Kita tidak boleh saling menyalahkan. Ini saatnya bergandengan tangan, hadir bersama, dan memastikan anak-anak kita tumbuh di lingkungan yang aman dan sehat,” pungkasnya. (*)