Mataram (NTBSatu) – Dinas Kesehatan Provinsi NTB mencatat dalam lima tahun terakhir, angka stunting di NTB mengalami naik turun atau bersifat fluktuatif dan tidak menentu.
Pada tahun 2019 angka stunting di NTB sebesar 36,8 persen, menurun 5,2 persen di tahun 2020 menjadi 31,4 persen. Kemudian, meningkat 1,3 persen di tahun 2022 menjadi 32,7 persen, turun 8,1 persen di 2023 menjadi 24,6 persen. Serta, kembali naik 5,2 persen di tahun 2024 menjadi 29,8 persen.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, Tuti Herawati menjelaskan, salah satu penyebab naiknya angka stunting di NTB karena masih maraknya kasus pernikahan dini. Kemudian, pola asuh yang salah dan kepercayaan terhadap mitos.
“Untuk menekan angka stunting, pemerintah perlu melakukan berbagai intervensi. Terutama dalam menurunkan bahkan mencegah angka pernikahan anak,” kata Tuti, Selasa, 3 Juni 2025.
Ia menyampaikan, beberapa persoalan masih menjadi momok meningkatnya angka stunting di NTB. Misalnya, pernikahan anak, kondisi bayi, kondisi ibu hamil, keluarga tidak mampu, keluarga rentan, pasangan subur yang tidak sehat, pola asuh, dan akses air bersih yang masih sulit juga menjadi penyebab.
Program Bakti Stunting Tidak Berjalan
Selain itu, faktor lainnya adalah tidak berlanjutnya program Bakti Stunting, gotong royong cegah stunting bersama seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Di mana pada era kepemimpinan sebelumnya, program ini masif dilaksanakan.
Meskipun program ini hanya membagikan telur, namun terdapat kepedulian nyata bahwa Pemprov NTB serius menekan angka stunting di daerah NTB.
“Di situ ada kepedulian, secara simultan kepada kita bersama bahwa stunting perlu menjadi perhatian bersama,” lanjutnya.
Selain pembagian telur, di era kepemimpinan sebelumnya, seluruh instansi terlibat dalam penanganan stunting, seperti pendampingan oleh kepala desa, dan puskesmas pada saat melakukan survei stunting.
“Dulu berbicara stunting semua aware (sadar), semua bisa bicara stunting pada waktu itu. Kepala desa, dicek anggaran desanya harus ada untuk penanganan stunting,” jelasnya.
Tuti mengatakan, untuk menekan angka stunting, perlu memelihara program-program stunting pemerintahan sebelumnya. Sebab, ia menilai program gotong royong bakti stunting dan posyandu keluarga mampu menurunkan angka stunting di NTB.
“Posyandu keluarga ini bukan hanya bayi dan ibu hamil yang datang, posyandu keluarga ini semua anggota keluarga datang ke puskesmas. Ini barangkali yang perlu kita pelihara terus posyandu keluarga dan intervensi secara massif,” pungkasnya. (*)