OpiniWARGA

100 Hari Gubernur dan Wakil Gubernur NTB

Oleh: Abdul Hanan, SH.M.AD. – Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradin)

Krisdayanti dalam judul lagunya “Menghitung Hari”, meluapkan perasaan dan kegalauannya seorang diri, menunggu hadirnya seseorang yang dirindukan tapi tak kunjung datang jua. Tapi jangan juga diartikan menghitung hari seperti yang dinyanyikan Krisdayanti yang seolah-olah menanti tiada akhir.

Menghitung hari juga menyeruak ke dalam politik kekuasan/birokrasi, maka munculah istilah 100 hari kerja bagi Gubernur dan Wakil Gubernur yang terpilih dalam menjalankan roda awal pemerintahan. Seperti halnya Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat, artinya jika berdasarkan hitungan hari maka tanggal 31 Mei 2025 yang ke-100 hari karena Pasangan Iqbal –Dinda dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto pada tanggal 20 Februari 2025. Bisa juga dikatakan 100 hari lengsernya Zulkieflimansyah dan Rohmi dari Gubernur dan Wakil Gubernur NTB.

Dalam kurun waktu 100 hari itulah, terdapat kebiasaan, orang menyebutnya 100 hari kerja. Sebaliknya, dalam konteks lengsernya kepemimpinan, ibarat orang yang meninggal dunia biasanya disebut suasananya masih berduka, bunga yang ditabur di atas pusara juga belum kering, paling banter baru layu. Ada yang bilang “wong bunga di pusara saja belum kering, sudah melontarkan kritik”. Ya dalam tataran demokrasi, kritik silakan, kritik tak ada larangan, tapi bagaimana kritik itu kemudian ditanggapi dengan baik, juga menjadi hal yang lumrah dalam berpolitik di Indonesia.

IKLAN

Di salah satu media lokal, Inews Lombok Anggota Komisi I DPR RI, H. Rahmat Hidayat melontarkan kritik keras kepada Gubernur NTB terkait keputusan membebankan biaya Panitia Seleksi (Pansel) Pengurus Bank NTB Syariah kepada anggaran internal bank tersebut dan bank daerah, bukan dompet pemerintah. Dan di koran NTBSatu.com Mendagri tegur Gubernur NTB, karena pertumbuhan ekonomi minus 1,47 persen setelah Papua Pegunungan. Kritik tersebut disampaikan Mendagri dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2025.

Bahwa sisa 100 hari kerja harusnya ada satu atau dua program yang dilaksanakan oleh Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur, Iqbal-Dinda dari program prioritas yang sudah dijanjikan kepada Masyarakat di NTB. Sebab, ada janji yang harus ditunaikan kepada masyarakat NTB soalnya janji politik ini sudah diucapkan oleh Pasangan Iqbal-Dinda. Misalnya, pembangunan mega hospital di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa sebagai rumah sakit rujukan berstandar internasional dan menciptakan 100 ribu lapangan kerja baru di dalam dan luar negeri maupun membangun skiil center berstandar internasional harus dilakukan, sehingga rakyat NTB bisa merasakan.

Menanggapi kritik itu, seharusnya sebagai masyarakat memahami bahwa kerja-kerja pembangunan kepala daerah yang baru, belum bisa melaksanakan visi misinya secara konstitusional tersebab visi misinya belum masuk dalam dokumen resmi pembangunan. Agar visi-misi kepala daerah yang baru bisa terlaksana dengan baik harus tercatat dalam dokumen resmi, yakni dengan membuat guidance (petunjuk) yang disebut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerahi (RPJMD) yang nanti dibahas bersama antara legislatif dan eksekutif setelah ada Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang).

Kegiatan yang selama ini dilakukan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur NTB dalam bidang infrastruktur misalnya, tidak lain untuk menyelesaikan warisan pemerintahan sebelumnya tentang buruknya penanganan masalah infrastruktur, yakni peningkatan kualitas infrastruktur dengan misi Iqbal-Dinda yaitu mengembangkan infrastruktur di NTB dan menjaga kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, silakan masyarakat menilai jika nanti kurun waktu tahunan Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB mengabaikan janji politiknya silakan dikritik secara obyektif.

Kritik terhadap kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB dalam 100 hari pertama memang sah-sah saja dalam sistem demokrasi. Namun yang sering dilupakan adalah, proses pemerintahan tidak berjalan secepat menekan tombol. Pembangunan, penyesuaian kebijakan, dan realisasi program bukan pekerjaan instan. Sama halnya seperti menanam pohon, ada masa tanam, masa perawatan, baru kemudian masa panen. Meminta hasil dalam 100 hari pertama sama saja meminta buah dari benih yang baru ditanam kemarin.

Lebih ironis lagi jika kritik tersebut datang dari pihak yang sebelumnya pernah bersinggungan dengan orang yang berkuasa dan justru mewariskan berbagai persoalan. Ini menunjukkan bahwa kritik tersebut tidak berangkat dari semangat membangun, melainkan dari kepentingan politik yang belum usai alias belum move on dari keterpurukan. Kritik semacam ini bukanlah kontrol sosial yang sehat, melainkan bentuk lain dari resistensi terhadap penguasa yang baru.

IKLAN

Dalam dinamika demokrasi yang matang, kritik harus dibarengi dengan empati dan pemahaman kontekstual. Jika tidak, maka kritik hanya akan jadi alat propaganda, bukan alat perbaikan. Untuk itu, mari kita dukung program Iqbal-Dinda ini dengan objektivitas dan itikad baik. Biarkan Iqbal-Dinda menata fondasi dulu, sebelum kita menuntut gedung-gedung pencapaian yang megah.

Selamat Bekerja Iqbal-Dinda Tuhan Bersamamu. (*)

Berita Terkait

Back to top button