HukrimLombok Tengah

Santriwati Mangkir Sidang, Jaksa-Aktivis Soroti Dugaan Intimidasi Ponpes Pringgarata

Mataram (NTBSatu) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah ikut panas gegara saksi korban absen di persidangan kasus pelecehan seksual oknum pimpinan Ponpes di Pringgarata.

Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Lombok Tengah meminta majelis hakim menetapkan menjemput paksa para saksi dari kalangan santriwati tersebut. Permohonan itu disampaikan saat sidang di Pengadilan Negeri Praya, Rabu, 21 Mei 2025.

“Penuntut umum dalam persidangan Rabu (21 Mei) kemarin sudah memohon kepada Majelis Hakim,” kata Kepala Kejari Lombok Tengah, Nurintan MNO Sirait kepada NTBSatu, Jumat, 23 Mei 2025.

Jika para saksi masih membandel, tegas Nurintan, kejaksaan akan menggandeng aparat pemerintah desa dan tokoh masyarakat setempat. Tujuannya, untuk mencegah adanya intervensi atau intimidasi terhadap para mereka.

“Namun, kami akan mencoba upaya persuasif lagi. Kami juga memohon kepada majelis hakim untuk dapat menghadirkan saksi di luar berkas perkara,” ucap Kajari.

IKLAN

Dugaan intimidasi dari pihak Ponpes

Terpisah, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Joko Jumadi menduga, alasan pada korban tidak hadir karena adanya intervensi dari pihak ponpes. Apalagi para korban masih berstatus sebagai santriwati.

“Saya menduga ada intimidasi dari pondok pesantren. Kemudian mereka (pihak pelaku) mencoba menghalangi melalui keluarga korban,” tegasnya.

Masalah ini bukan baru terjadi. Pada 8 Januari 2025 lalu, korban pelecehan seksual juga pernah mengalami intimidasi. Para santriwati tersebut nyaris “diculik” oleh seseorang yang mengendarai mobil pelaku saat akan menjalani pemeriksaan tambahan di Polres Lombok Tengah.

IKLAN

Karena itu, Joko mendorong aparat penegak hukum (APH) memastikan proses persidangan kasus pencabulan terhadap sejumlah santriwati ini berjalan lancar. Hal itu, sambung Joko, sesuai Pasal 19 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

“Pasal ini menghukum setiap orang yang sengaja menghalangi atau mengagalkan proses penyidikan sampai peradilan tindak pidana kekerasan seksual,” tegas akademisi Unram ini.

Sebagai informasi, oknum pimpinan Ponpes itu adalah M Tadzkiran alias MT. Ia menjadi tersangka setelah menjalani pemeriksaan di Mapolres Lombok Tengah.

Pihak keluarga korban melaporkan MT karena menduga adanya pelecehan seksual hingga menyetubuhi sejumlah santriwati yang merupakan anak di bawah umur.

IKLAN

Oknum pimpinan Ponpes di Pringgarata, Lombok Tengah itu melancarkan aksi bejatnya di dalam lingkungan pondok pesantren pada tahun 2023 lalu. Di antara korban sudah ada yang pelaku setubuhi sejak kelas 3 SMP hingga 1 SMA.

Modusnya, MT meminta santriwatinya membersihkan ruangan atau membantu dapur. Saat itu, ia melancarkan aksinya dengan tiba-tiba memeluk dan menyentuh bagian sensitif korban.

“Ada juga pakai proses tipu daya. Korban dirayu, sehingga korban mengikuti keinginan tuan guru tersebut,” ujar Joko. (*)

Berita Terkait

Back to top button