Pastikan Koordinasi Aman
Penggabungan OPD di tingkat Provinsi, tidak berlaku di tingkat kabupaten dan kota. Buktinya, sejumlah OPD yang merger di Provinsi, masih berdiri sendiri di tingkat kabupaten dan kota.
Kendati demikian, Yiyit memastikan, pola koordinasi dan komunikasi pemprov dengan pemkab tidak akan terganggu.
“(Koordinasi) tetap efektif, misalnya, urusan perkim tetap ada nama dinasnya, kan dinas PUPR dan Perkim,” ujarnya.
Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal pada Selasa, 22 April 2025 lalu menegaskan, optimis perampingan OPD akan membuat pekerjaan menjadi efektif dan efisien. Sebab, akan lebih banyak uang yang bisa terpakai untuk kepentingan rakyat.
“Justru perampingan OPD akan lebih efektif. Artinya Lebih banyak uang yang bisa terpakai untuk kepentingan rakyat,” ujarnya.
“Karena NTB ini provinsi fiskal sangat kecil sehingga dua hal harus kita lakukan, pertama efisiensi penggunaan anggaran dengan uang yang sama kita bisa berbuat lebih banyak. Kedua, merampingkan struktur,” ujarnya
Alasan Lalu Iqbal
Salah satu alasan perampingan OPD ini, lanjut Gubernur Lalu Iqbal, efisiensi dan tata kelola keuangan. Hal ini berkorelasi positif terhadap lahirnya Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) Nomor 1 Tahun 2022.
Dalam UU tersebut, kata Iqbal, mengamanatkan pemerintah daerah untuk menyesuaikan proporsi belanja pegawai menjadi maksimal 30 persen dari total belanja APBD. Sementara belanja pegawai Pemprov NTB masih di atas 30 persen.
Dalam hal ini, Pemerintah Pusat memberikan masa transisi lima tahun untuk penyesuaian.
“Daripada menyelamatkan beberapa puluh pejabat struktural, saya memilih menyelamatkan nasib seluruh ASN, PPPK, dan honorer yang ada,” jelas Iqbal.
Mengantisipasi banyaknya pejabat struktural yang kehilangan jabatannya, Iqbal mendorong pejabat-pejabat tersebut beralih ke jabatan fungsional.
Di mana trennya sekarang di tingkat nasional seperti di Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Keuangan banyak beralih ke jabatan fungsional.
“Kita akan dorong untuk mengisi jabatan fungsional,” ujar Iqbal.
Menurut mantan Duta Besar Indonesia untuk Turki ini, jabatan fungsional lebih fleksibel. Demikian jenjang kariernya jauh lebih cepat daripada pejabat struktural.
“Kalau struktural, jika bidangnya sudah pembayaran, tidak boleh ngurusin kepatuhan karena bidangnya sudah pembayaran. Tapi kalau fungsional tahun ini dia kerjakan kepatuhan, tahun depan kerjakan pembayaran, bebas. Tergantung penugasan pimpinan,” jelas Iqbal.
Untuk sementara, eselon II yang akan beralih ke jabatan fungsional adalah Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Roni Yuhaeri absen dengan alasan akan mengikuti tes sebagai pejabat fungsional.
Apakah dengan perampingan OPD yakin akan bisa lebih efektif? Iqbal menjawabnya normatif.
“Terlepas dari yakin tidaknya, ini kewajiban. Justru perampingan OPD akan lebih efektif. Artinya lebih banyak uang untuk kepentingan rakyat. Karena NTB ini provinsi fiskal sangat kecil sehingga dua hal harus kita lakukan, pertama efisiensi penggunaan anggaran dengan uang yang sama kita bisa berbuat lebih banyak. Kedua, merampingkan struktur,” ujarnya.
Alasan Lain Rampingkan OPD
Iqbal menilai, jumlah OPD lingkup Pemprov NTB saat ini terlalu gemuk. Sehingga perlu perampingan. Tujuannya, agar lebih efisien dan benar-benar fokus pada tugas utama, yaitu melayani masyarakat dan mencapai visi-misi pembangunan daerah.
“Selama ini, semangat pembentukan OPD terkadang lebih mementingkan penambahan jabatan struktural. Padahal, organisasi yang besar belum tentu efektif,” jelas Iqbal.
“Inilah kenapa saya fokus ke isu ini di awal, karena birokrasi adalah isu fundamental percepatan pembangunan,” tambahnya.
Alasan selanjutnya adalah terkait transformatif. Di mana pemprov harus menyiapkan transformasi digital ke arah E-Government yang sistematis dan terencana serius.
Selain itu, seiring dengan perkembangan zaman, penataan struktur OPD tidak hanya untuk efisiensi dan efektivitas birokrasi semata. Tetapi juga harus mengarah untuk menjawab tantangan era digital.
“Terlebih saat ini, Pemerintah Pusat tengah mendorong percepatan transformasi digital yang terukur melalui Indeks Transformasi Digital Nasional (TDN), sebagai instrumen untuk melihat kesiapan birokrasi di seluruh Indonesia dalam memasuk era pemerintahan berbasis teknologi,” jelas Iqbal.
Untuk itu, Pemprov NTB juga harus siap bertransformasi. Di mana penyederhanaan struktur OPD ini harus jadi peluang menciptakan perangkat daerah yang siap terhadap perkembangan teknologi.
“Yaitu OPD yang tidak hanya ramping secara struktur, tetapi juga adaptif terhadap teknologi dan mampu memberikan pelayanan berbasis sistem digital yang cepat, transparan, dan akuntabel,” pungkasnya.
Hemat Rp200 Miliar Per Tahun
Eks Kepala Biro Organisasi Setda Provinsi NTB, Nursalim yang saat ini menjabat Kepala BPKAD NTB mengatakan, sebagaimana tujuan awal perampingan OPD yaitu penghematan atau efisiensi anggaran.
Karenanya, imbas perampingan ini, ke depan Pemprov NTB akan menghemat anggaran sekitar Rp200 miliar per tahun. Angka ini merupakan estimasi, mengacu pada jumlah jabatan struktural eselon II dan III yang terancam hilang.
“Menurut perhitungan kasar kami penghematan ini mencapai sekitar Rp200 milliar per tahun,” kata Nursalim, Rabu, 23 April 2025.
Pos anggaran yang bisa hemat meliputi anggaran belanja pegawai. Seperti tunjungan jabatan, tunjangan operasional, termasuk Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).
“TPP Kepala OPD itu berkisar antara Rp20 juta – Rp25 juta per bulan,” ucap Nursalim.
Kemudian yang paling besar adalah penghematan di biaya operasional. Seperti operasional kantor yang melekat di jabatan eselon II dan III.
Selanjutnya, penghematan pada penggunaan fasilitas kantor. Seperti biaya pemeliharaan, penghematan sarana dan prasaranan pendukungnya. Lalu, penggunaan air, Listrik, dan pemeliharaan kantor menjadi tanggung jawab OPD yang bersangkutan.
“Sekali lagi jumlah itu hanya estimasi, untuk riilnya memang belum kita fiks-kan penghematan berapa anggaran. Karena perlu menyandingkan datanya. Tapi ini hanya estimasi. Sesuai sambutan Pak Gubernur kita akan menekan gaji pegawai itu secara bertahap,” jelas Nursalim.
Penghematan anggaran ini akan teralokasikan kembali untuk program prioritas lainnya. Seperti ketahanan pangan, pertanian, dan sebagainya.
“Maka programnya kita tarik dulu nanti kita alokasikan lagi berdasarkan prioritas. Itu bentuk penghematan. Tetapi riilnya harus hitung secara detail,” tegasnya.
Dengan jumlah penghematan ini, Nursalim optimis ke depan Pemprov NTB akan mencapai target maksimal belanja pegawai 30 persen tersebut.
“InsyaAllah yakin kita bisa mencapai itu. Dan memang itu harus kita patuhi. Mau tidak mau suka tidak suka bisa tidak bisa belanja pegawai harus bisa tekan 30 persen per tanggal 1 januari 2027. Apapun strateginya. Maka inilah salah satu strategi Gubernur NTB melalui restrukturisasi,” jelasnya.
Sementara bagi Hamdan Kasim, ini adalah ujian bagi kepemimpinan Iqbal – Dinda untuk menjalankan komitmennya demi kepentingan rakyat. Fraksi Golkar akan mengawal komitmen tersebut.
“Sebagaimana agenda Golkar, kami tetap kritis dari dalam, tapi tetap dalam rel koalisi,” pungkas Ketua Komisi IV ini. (*)