Mataram (NTBSatu) – Hingga awal Mei 2025, realisasi pendapatan dan belanja Provinsi NTB yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melampaui rata-rata nasioanal.
Kepala Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD) Provinsi NTB, Nursalim menyampaikan, per 9 Mei 2025, persentase realisai pendapatan Provinsi NTB sebesar Rp1,625 triliiun atau 26,38 persen dari total APBD sebesar Rp6,186 triliun lebih. Angka tersebut melampaui rata-rata nasional sebesar 24,33 persen.
Sementara realisasi belanja APBD Provinsi NTB sebesar 23,82 persen atau sebesar Rp1,481 triliun. Juga melampaui rata-rata nasional sebesar 15,02 persen.
“Mendagri sendiri menyebut langsung bahwa NTB ini luar biasa progres realisasi belanjanya. Artinya jika dilihat dari data kita di atas rata rata nasional,” kata Nursalim, Rabu, 14 Mei 2025.
Namun apabila dengan tahun sebelumnya pada periode yang sama, realisasi pendapatan dan belanja Provinsi NTB mengalami penurunan.
Realisasi pendapatan Provinsi NTB per 9 Mei 2024 sebesar Rp2,015 triliun lebih atau 29,91 persen dari total APBD Rp6,737 triliun lebih. Mengalami penurunan lebih dari Rp389,86 miliar daripada per 9 Mei 2025.
Demikian dengan realisasi belanjanya, per 9 Mei 2024 realisasi belanja Provinsi NTB sekitar Rp1,476 triliun atau 21,78 persen. Mengalami penurunan Rp217 miliar lebih daripada per 9 Mei 2025.
Pengelolaan APBD Dinamis dan Berimbang
Menurut Nursalim, progres pendapatan dan belanja ini menunjukkan pengelolaan APBD yang dinamis dan berimbang. Hal ini sebagai salah satu bentuk komitmen Gubernur dan Wakil Gubernur NTB dalam menyehatkan postur APBD NTB.
“Namun menjadi catatan Mendagri juga, salah satu daerah di NTB yaitu Kota Bima masuk dalam 20 kota dengan realisasi pendapatan terkecil. Ini yang perlu pendampingan,” kata Nursalim.
Berbeda dengan Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), persentase realisasi pendapatannya tertinggi dibandingkan kabupaten dan kota lainnya di Indonesia, yaitu 46,96 persen dari rata-rata nasional 20,37 persen.
“Artinya untuk Kota Bima, belanjanya perlu digenjot. Untuk kabupaten lain kita bagus juga. Tapi pendapatan dan belanja juga perlu didorong,” ungkap Nursalim.
Belanja dan pendapatan berjalan paralel. Sehingga tidak banyak uang yang mengendap di kas daerah. Anggaran langsung untuk belanja berbagai kebutuhan publik.
Mayoritas belanja, kata Nursalim, banyak untuk kebutuhan dasar dan program prioritas. Seperti pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan serta pembangunan infrastruktur pertanian.
“Sementara di bidang pendapatan, pemprov akan memaksimalkan potensi pendapatan asli daerah (PAD). Mulai dari pajak maupun retribusi. Termasuk, dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), dan DBH sumber daya lainnya,“ pungkasnya. (*)