Hukrim

PPATK Sebut Korupsi dan Narkotika Jadi Kejahatan Tertinggi Tindak Pidana Pencucian Uang

Jakarta (NTBSatu) – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memaparkan, total transaksi aliran dana kasus dugaan tindak pidana korupsi selama 2024 mencapai Rp984 triliun.

Selain itu, PPATK turut mengidentifikasi transaksi dugaan tindak pidana sebesar Rp1.459 triliun. Data tersebut berdasarkan hasil National Risk Assesment (NRA).

Selain dugaan korupsi, PPATK melaporkan perbuatan hukum di bidang perpajakan dengan nominal Rp301 triliun, perjudian sebesar Rp68 triliun. Serta, narkotika mencapai Rp9,75 triliun.

Mengenai hal tersebut, Deputi Bidang Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan PPATK, Fithriadi menyatakan, laporan tersebut berdasarkan hasil analisis dan pengawasan yang ketat.

“Risiko paling tinggi predikat kejahatan (predicate crime) dalam konteks Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) adalah korupsi dan narkotika,” ungkapnya kepada NTBSatu, Rabu, 23 April 2025.

IKLAN

Sedangkan, predicate crime TPPU level menengah adalah terkait dengan perpajakan dan penipuan.

“Penipuan banyak, tapi dampaknya kepada individu-individu atau pribadi di masyarakat,” sebutnya.

Menurut Fithriadi, dalam mengidentifikasi laporan dan analisis keuangan, pihaknya berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) dalam kegiatan pengawasan keuangan.

“PPATK punya kewenangan laporan dan memberikan hasil evaluasi pelaporan. Bersama OJK dan BI kita bersifat join atau saling backup lah,” jelasnya.

Fithiriadi melanjutkan, pihaknya berperan terlibat memberikan laporan hasil analisis, dukungan, dan follow up dari transaksi keuangan.

“Tindak lanjut dari laporan itu ada di lembaga penegak hukum. Seperti penyidik KPK, polisi, dan kejaksaan,” imbuhnya.

Selain itu, ia juga menyatakan berdasarkan hasil laporan itu, PPATK akan meminta tanggapan dari institusi terkait.

“Yang jelas ada beberapa tingkatan, misalnya laporan ini diapain. Kemudian bisa disampaikan secara tertuslis atau bisa ketemu. Sehingga bisa melakukan gelar perkara atau paparan,” tambah Fithriadi.

Namun, jika dirasa kurang efektif, sambungnya, pihaknya akan berkoordinasi langsung dengan Komite TPPU yang dipimpin Menko Polkam, Budi Gunawan.

“Kalau misalnya engga efektif dapat atensi dari Kapolri atau Jaksa Agung, kita bisa langsung ke Komite TPPU untuk ditindaklanjuti laporan kami,” tandas Fithriadi. (*)

Alan Ananami

Jurnalis Nasional

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button