HEADLINE NEWSPolitik

Indikasi Penggembosan Interpelasi DAK Langgar Tatib, Hamdan Kasim Ibaratkan Ibadah: Gak Sesuai Rukunnya, ya Batal!

Mataram (NTBSatu) – Ketua Komisi IV DPRD NTB, Hamdan Kasim membaca gelagat upaya penggembosan gerakan interpelasi sengkarut Dana Alokasi Khusus (DAK) 2024.

Selain muncul penolakan dari 5 Fraksi, indikasi penggembosan terindikasi secara sistematis melibatkan pimpinan dewan.

“Menurut saya, ini kurang cantik. Kalau mau menolak (Interpelasi DAK) yang cantik lah,” sesal Hamdan kepada NTBSatu di ruangannya, Rabu 5 Februari 2025.

Indikasi itu terjadi saat paripurna pembacaan pandangan fraksi tentang LKPJ Pj. Gubernur NTB Rabu malam. Pimpin DPRD NTB menolak membaca surat masuk dari fraksi yang mendukung interpelasi atau hak bertanya pada kasus DAK 2024.

Malah menawarkan membaca surat pada sesi akhir paripurna.

IKLAN

Seharusnya, lanjut Hamdan, pimpinan dewan membaca surat dari fraksi pendukung interpelasi DAK, sesuai Tatib dalam urutan sidang.

Dalam Tatib Pasal 58 ayat 1 huruf e, bahwa membaca surat masuk harusnya sejak awal. “Bukan di akhir. Kalau dengan alasan menjaga dinamika, itu kan sumir sekali alasannya. Sekarang, apakah kita basisnya perasaan atau regulasi? Harusnya regulasi,” tegas politisi Golkar ini berapi api.

HK – sapaannya – menilai sikap pimpinan Dewan ini ia ibaratkan melakukan ibadah, tapi tidak tertib rukunnya. Padahal tahapan atau rukun dalam ritual ibadah itu adalah wajib.

“Berarti batal dong ibadah yang mereka pimpinan dewan lakukan kalau rukunnya gak terpenuhi,” sebutnya.

Indikasi Kejanggalan

Begitu juga dalam rapat paripurna. Jauh jauh hari, atau beberapa pekan sebelumnya, sudah mengirim surat ke pimpinan dewan terkait dukungan hak interpelasi dari 10 anggota Fraksi.

Sekwan Surya Bahari akhirnya membaca surat itu di depan pimpinan dewan Isvie Rupaeda. Namun muncul keanehan.

Pimpinan dewan, lanjut HK, Sekwan mengawali membaca surat 5 Fraksi yang menolak. Di antaranya, Fraksi PKS, PPP, PKB, ABNR, dan Fraksi Gerindra. Sekwan justeru membaca surat pendukung interpelasi pada sesi kedua.

“Jujur, saya jadi suudzan terhadap pimpinan rapat. Sebab seolah olah memaksakan surat masuk 5 Fraksi ini dibacakan juga,” tandasnya.

Ini adalah praktik praktik penolakan yang tidak fair. Padahal penolakan itu ada ruang terpisah. “(Penolakan) ada ruangnya. Tapi ini tiba tiba muncul saat kami sudah mengajukan lebih awal,” pungkas HK menjelaskan terkait indikasi penggembosan interpelasi.

Karena itu, perjuangan Interpelasi tak akan berhenti meski sudah ada yang berupaya menggembosi.

HK dan sejumlah anggota fraksi lainnya tetap mendorong interpelasi kasus DAK sampai akhir.

Sementara itu, Pimpinan DPRD NTB, Yek Agil mengaku, tetap mengikuti regulasi dan tata tertib DPRD NTB terkait pengajuan hak interpelasi.

Menurutnya, sebagai sebuah lembaga politik, tentu ada dasar-dasar regulasi dalam menentukan sikap terkait dengan itu.

“Menyangkut tentang perbedaan pandangan saya rasa itu biasa saja. Antara pro dan kontra, karena bisa jadi dalam satu regulasi yang ada tafsirnya beda-beda. Selanjutnya kita ikuti mekanisme yang ada,” jelas Wakil Ketua II DPRD NTB itu.

Mengenai adanya indikasi penggembosan dari dalam secara sistematis, Yek Agil mengaku tidak terlalu terlibat dalam urusan internal fraksi.

“Sepenuhnya fraksi punya pimpinan dan mekanismenya sendiri dan sebagainya, kita tidak terlalu masuk di situ,” tuturnya.

Kisruh Pengelolaan DAK Pemprov NTB

Sebagai informasi, Provinsi NTB mendapatkan jatah Pagu Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik pada tahun 2024 sebesar Rp1,6 triliun. Terbagi Rp1,2 triliun untuk non-fisik dan Rp400 miliar anggaran fisik.

Kisruh pengelolaan DAK Pemprov NTB mulai ramai dan jadi perbincangan setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Kabid SMK, Ahmad Muslim beberapa waktu lalu. Di mana kedapatan menyalahgunakan anggaran DAK pada sektor pendidikan tepatnya di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB.

Dari tangan tersangka, Polisi menyita uang Rp50 juta sebagai barang bukti OTT. Uang rekanan pelaksana proyek SMKN 3 Mataram.

Jauh sebelum OTT, DAK sudah jadi polemik dan pemberitaan media massa. Betapa tidak, sejumlah kontraktor mengamuk karena kehilangan proyek detik detik terakhir jelang teken kontrak. Padahal mereka sudah menyetor 10 sampai 12 persen untuk uang pelicin.

Dampaknya, sejumlah proyek belum tuntas hingga jelang akhir Desember 2024. Padahal kontrak berakhir 31 Desember.

Selain pada sektor pendidikan, indikasi penyalahgunaan DAK juga terjadi pada sektor kesehatan.

Dalam paripurna DPRD NTB pada Senin, 3 Februari 2025 kemarin, salah satu anggota dewan Hamdan Kasim mengungkapkan temuannya dalam pengelolaan DAK pada sektor kesehatan.

Ia mencontohkan, pembangunan laboratorium kesehatan daerah yang anggarannya Rp10 miliar, namun indikasi tidak melalui proses tender. Padahal, sudah masuk SIRUP.

“Kemudian, dari sisi realisasi pengerjaan fisik Rumah Sakit Mandalika yang katanya sudah 80 persen. Hasil investigasi langsung saya ke lapangan tidak progresnya mencapai angka tersebut,” tegas Hamdan. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button