Mataram (NTBSatu) – Provinsi NTB menetapkan diri sebagai daerah pelopor transisi energi di Indonesia. Dengan visi ambisius mencapai emisi nol bersih (zero emission) pada 2050, Pemprov NTB menargetkan 100 persen pembangkitan listrik berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) tahun 2040.
Sekretaris Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB, Niken Arumdati menyatakan, NTB memiliki banyak potensi energi terbarukan di NTB. Di antaranya, tenaga surya, angin, mikrohidro, biomassa, dan panas bumi yang menjadi modal utama untuk mencapai target tersebut.
Dalam mengembangkan EBT ke depan, Dinas ESDM NTB tidak hanya fokus pada teknologi. Tetapi juga melibatkan masyarakat secara inklusif, termasuk perempuan dan kelompok rentan.
“Penerapan strategi ini tidak berdiri sendiri, melainkan melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, pemberian insentif. Serta, skema pembiayaan inovatif seperti Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), sukuk, obligasi daerah. Hingga bantuan donor internasional,” ungkap Niken, Rabu, 8 Januari 2025.
Selain itu, NTB juga tengah mengembangkan sejumlah teknologi pembangkit ramah lingkungan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Kemudian, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).
“Solusi seperti mini grid juga untuk menjangkau daerah terpencil yang belum tersentuh jaringan listrik. Sementara kendaraan listrik menjadi bagian integral dari ekosistem energi bersih di masa depan,” jelas Niken.
Langkah ini diperkuat dengan efisiensi energi, melalui teknologi hemat daya dan pengurangan emisi karbon. Dengan harapan, dapat menciptakan sistem kelistrikan yang berkelanjutan dan tangguh di NTB.
GEDSI, Pilar Inklusivitas Transisi Energi
Sebagai langkah inklusif, pihaknya menjadikan pendekatan Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) sebagai pilar utama dalam transisi energi di NTB. Perempuan didorong untuk menjadi agen perubahan, baik melalui pengelolaan energi rumah tangga maupun keterlibatan aktif dalam kebijakan dan pelatihan teknis.
“Peran perempuan terlihat jelas, misalnya dalam adopsi teknologi seperti kompor biogas untuk usaha kecil. Selain itu, pelatihan teknis dan akses kredit memungkinkan mereka lebih berdaya secara ekonomi,” tambah Niken. (*)