Membangun dari SDM
Potensi sumber daya alam tidak akan berarti, jika tidak diiringi dengan penguatan sumber daya manusia. Pemerintah NTB harus fokus pada pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar.
Hal ini mengingat jumlah penduduk miskin di NTB mencapai 709,01 ribu orang atau sekitar 12,91 persen dari total penduduk.
Berdasarkan data tersebut, NTB pun masuk dalam 12 provinsi termiskin. Tingkat kemiskinan di Provinsi NTB sebesar 12,91 persen atau di atas rata-rata nasional yaitu 9,03 persen.
Selain itu, tercatat ada 87 ribu orang menganggur per Agustus 2024 di NTB. Angka pengangguran berdasarkan angkatan kerja (usia 15 tahun ke atas), turut mengalami peningkatan daripada tahun sebelumnya.
Program pelatihan berbasis industri harus diperluas, memastikan masyarakat memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja di sektor-sektor strategis.
Data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) harus dimanfaatkan secara optimal untuk memastikan bahwa program pengentasan kemiskinan tepat sasaran. Tidak boleh ada lagi bantuan sosial yang salah sasaran atau tidak berdampak signifikan.
Refleksi untuk Pemimpin Baru
Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, Lalu Muhamad Iqbal-Indah Damayanti Putri (Iqbal- Dinda) memiliki tanggung jawab besar untuk mengubah arah pembangunan NTB.
Tidak ada lagi ruang untuk retorika kosong atau program-program tanpa dampak nyata. Sebagaimana ungkapan dari salah satu pengamat ekonomi di NTB, Dr. Firmansyah.
“Pembangunan yang ideal adalah pembangunan yang seluruh masyarakat dapat rasakan, bukan hanya tercatat dalam laporan statistik. NTB memiliki potensi besar, tetapi ini hanya akan menjadi potensi jika tidak ada langkah konkret untuk mewujudkannya,” terangnya.
Kini, saatnya bagi pemimpin baru untuk menjawab tantangan besar ini dengan tindakan nyata.
Potensi besar NTB menunggu untuk dihidupkan. Tetapi ini membutuhkan keberanian untuk mereformasi tata kelola, memutus rantai korupsi, dan menempatkan masyarakat sebagai prioritas utama.
NTB tidak boleh lagi menjadi provinsi yang tenggelam dalam ironi. Waktunya untuk bangkit, dengan strategi yang berpihak pada rakyat dan kebijakan yang benar-benar membangun. (*)