Mataram (NTBSatu) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB mengingatkan, penanganan kasus tambang emas ilegal di Sekotong, Lombok Barat tak terpengaruh oleh pihak manapun. Termasuk dari Imigrasi.
“Sejak awal kita bilang, APH (aparat penegak hukum) jangan terpengaruh oleh pihak lain,” tegas Direktur Walhi NTB, Amry Nuryadin tidak lama ini.
Ia mengakui, tetap memantau perkembangan penanganan kasus tambang ilegal yang menyeret sejumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) China tersebut. Salah satunya, kata Amry, berkaitan dengan pihak Imigrasi.
Berangkat dari itu, proses hukum yang berjalan di Polres Lombok Barat tak ikut tersendat. Apalagi kepolisian sebagai salah satu APH memiliki role bekerjanya sendiri.
“Kita tahu kan, ada kaitannya dengan Imigrasi. Tapi APH punya role sendiri,” jelasnya mengingatkan.
Tambang ilegal yang bertempat Desa persiapan Belongas, Kecamatan Sekotong itu harus menjadi prioritas. Apalagi lahan yang digarap TKA China tersebut merupakan kawasan hutan.
“Jadi, kami mendesak Polres Lobar agar segera menyelesaikan kasus itu. Apalagi di sana kawasan hutan,” tegasnya.
Upaya tata kelola sumber daya alam (SDA) di Lombok Barat, secara umum di NTB, belum maksimal. Karena itu, selain mendorong proses penegakan hukum, Tim Walhi NTB juga akan turun melakukan investigasi di lokasi tambang ilegal.
“Dan ini pekerjaan rumah bagi pemerintah dan APH kita. Di mana-mana ada tambang ilegal,” ucapnya mengingatkan.
Di kepolisian, penanganan tambang emas ilegal wilayah Sekotong, Lombok Barat tersendat di Imigrasi. Hal itu karena mereka belum juga mengantongi identitas lengkap TKA China.
Polisi Masih Tunggu Identitas TKA
Kasat Reskrim Polres Lombok Barat, AKP Abisatya Dharma Wiryatmaja mengaku, pihaknya masih menunggu identitas lengkap TKA dari Imigrasi.
“Kita masih menunggu identitas lengkap TKA dari pihak Imigrasi,” akunya pada Jumat, 11 Oktober 2024.
Identitas lengkap itu nantinya, akan ia sesuaikan dengan keterangan saksi yang memberikan keterangan di Sat Reskrim Polres Lombok Barat beberapa waktu lalu.
Amry sebelumnya merasa aneh jika pihak Imigrasi tak mengetahui identitas lengkap para tenaga kerja asing yang ‘berkontribusi’ merusak kawasan hutan di Sekotong. Imigrasi pun diminta buka suara atau jangan diam terkait masalah WN China tersebut.
“Kan nggak mungkin mereka tidak tahu ada TKA. Kalau ada, berarti kecolongan. Apalagi Sampai beraktivitas. Tak hanya lingkungan yang mereka langgar, tapi ada banyak aturan,” tegasnya.
Belakangan diketahui, tujuh dari 15 TKA China tersebut sudah meninggalkan Indonesia sejak beberapa waktu lalu.
Bukan Pekerja Tambang Ilegal
Kasi Intelejen dan Penindakan (Inteldak) Kantor Imigrasi Kelas I TPI Mataram, Iqbal Rifai mengatakan, sesuai dengan Kitas yang dimiliki para WNA tersebut bukan merupakan pekerja pada tambang ilegal yang beberapa waktu lalu sempat bermasalah.
“Mereka berada di wilayah Sekotong dan belum tentu juga berada di tambang kemarin yang sempat bermasalah,” kata Iqbal, Selasa, 22 Oktober 2024.
Pihak Imigrasi mengaku dua kali melayangkan surat pemanggilan terhadap mereka. Namun para TKA China belum juga mengindahkannya
Iqbal mengatakan, delapan WNA yang masih berada di Indonesia tersebut belum dilakukan pencekalan. Alasannya, karena belum ada aparat penegak hukum yang meminta delapan WNA tersebut meninggalkan Indonesia.
Berdasarkan data perlintasan Imigrasi 15 WNA tersebut terlihat meninggalkan Lombok pasca kejadian pembakaran camp tambang ilegal di Sekotong.
“Datanya mereka bergerak pasca kejadian (pembakaran camp),” kata Iqbal.
Di lokasi, ada beberapa alat bukti yang polisi amankan. Di antaranya, satu alat berat satu, dua truk, tabung berisi silinder, dan beberapa bahan kimia.
Jadi Atensi KPK
Dugaan tambang ilegal ini masuk ke dalam atensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Satuan Tugas Koordinator Supervisi (Korsup) Wilayah V Komisi. Hak itu terbukti, mereka menutup dengan memasang plang pelarangan aktivitas pertambangan di Kecamatan Sekotong, Lombok Barat pada Jumat, 4 Oktober 2024.
Ketua Satuan Tugas Koordinator Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria menjelaskan,
di sana, ia bukan hanya melihat ada potensi kerusakan lingkungan. Namun, juga menemukan sejumlah peralatan dan bahan kimia seperti merkuri, berasal dari Negara China.
“Alat berat dan terpal khusus yang mereka gunakan untuk proses penyiraman sianida juga berasal dari China. Yang menambah kompleksitas permasalahan ini,” jelasnya.
Limbah merkuri dan sianida hasil proses pengolahan emas di Dusun Lendek Bare, Desa persiapan Belongas, Kecamatan Sekotong itu, berpotensi mencemari lingkungan sekitarnya. Termasuk sumber air dan pantai yang berada di bawah kawasan tambang.
Jika tidak melakukan tindakan serius, aktivitas pertambangan ilegal akan mengancam potensi wisata yang ada di daerah setempat. Ujungnya, yang merugi adalah masyarakat.
“Daerah di sekitar tambang ini sangat indah, memiliki potensi wisata yang besar. Namun, tambang ilegal ini merusaknya dengan merkuri dan sianida yang mereka buang sembarangan,” tegas Dian. (*)