Mataram (NTBSatu) – Nama Fahri Hamzah kembali mencuat ke publik usai Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto memanggil dia ke rumahnya di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan pada Selasa, 15 Oktober kemarin.
Fahri Hamzah digadang- gadang akan menjadi Menteri Perumahan Rakyat di kabinet Presiden dan Wakil Presiden Prabowo- Gibran nantinya.
Pria kelahiran Utan, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat pada 10 November 1971 tersebut merupakan politisi terkemuka di wilayah kelahirannya, NTB. Tumbuh di lingkungan yang religius sejak kecil dan bersekolah di sekolah berbasis Islam mulai pendidikan dasar dan menengah membuat orang mengenal Fahri Hamzah sebagai sosok religius.
Bapak dari lima orang anak ini menikah dengan seorang Dokter Spesialis Bedah dan Onkologi lulusan FK UI bernama dr. Farida Briani. Meskipun keduanya sama- sama lulusan Universitas Indonesia, Fahri Hamzah juga sempat mengenyam pendidikan di Universitas Mataram tepatnya di Fakultas Pertanian selama dua tahun pada 1990- 1992 sebelum pindah ke Fakultas Ekonomi UI.
Aktif Organisasi Pergerakan Sejak Kuliah
Faktanya, orang-orang sudah mengenal Fahri Hamzah sejak gelombang reformasi pada tahun 1998. Bahkan beberapa waktu sebelumnya, Foto Fahri ketika berorasi di depan gedung DPR pada 1998 sempat viral bersama foto sejumlah politikus terkemuka lainnya.
Fahri merupakan salah satu pendiri dan ketua umum pertama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Melalui KAMMI, Fahri memimpin gerakan mahasiswa yang fokus pada penentangan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Di bawah kepemimpinannya, KAMMI melakukan aksi-aksi demonstrasi yang berbeda dari kelompok mahasiswa lain. Karena lebih menghindari bentrok fisik dengan aparat.
Puncak aktivitas KAMMI terjadi ketika mereka menjadi satu-satunya kelompok mahasiswa yang mendukung B.J. Habibie sebagai pengganti Soeharto. Di saat itu, sebagian besar kelompok mahasiswa lainnya menolak karena menganggap Habibie tak berbeda dengan pendahulunya.
Selain itu, sebagai mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Fahri sudah aktif dalam berbagai kegiatan akademis dan intelektual. Ia pernah menjabat sebagai pimpinan di jurusan Ekonomi Ekstensi UI dan juga berperan sebagai Ketua Departemen Pengembangan Cendekiawan Muda di Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Pusat.
Karir Politik Pasca Reformasi
Setelah reformasi, Fahri semakin terlibat dalam dunia politik. Pada tahun 2004, ia diangkat sebagai Staf Ahli di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan tak lama kemudian bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Melalui partai tersebut, Fahri berhasil terpilih sebagai anggota DPR RI mewakili daerah asalnya, NTB. Pada awal masa jabatannya di DPR, Fahri bertugas di Komisi VI yang membidangi sektor Perdagangan, Perindustrian, dan BUMN.
Pada tahun 2009, Fahri mendapat promosi menjadi Wakil Ketua Komisi III DPR RI yang berfokus pada bidang legislasi. Ketertarikannya terhadap isu hukum membawa Fahri ke posisi ini, dan orang mengenalnya sebagai tokoh yang vokal dalam menyuarakan pandangan kritis, terutama terhadap lembaga-lembaga hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pada tahun 2011, Fahri membuat kontroversi dengan menyerukan pembubaran KPK, karena menurutnya, lembaga tersebut memiliki kekuasaan yang terlalu besar dalam sistem demokrasi.
Selain aktif di politik, Fahri juga gemar menulis. Ia telah menerbitkan sebuah buku berjudul “Negara, BUMN, dan Kesejahteraan Rakyat,” yang dia publikasikan melalui Yayasan Faham Indonesia. Sebuah lembaga yang ia dirikan sebagai kelanjutan dari Yayasan Pengembangan Sumber Daya Pemuda (CYFIS). Fahri membentuk CYFIS setelah gelombang aksi mahasiswa 1998 mereda.
Tak hanya di bidang hukum, Fahri juga kerap membuat pernyataan kontroversial di media sosial. Salah satu yang terbaru adalah saat Fahri memberikan dukungannya terhadap aktivis feminis asal Kanada, Irshad Manji. Aktivis ini mendapat penolakan oleh beberapa kelompok di Indonesia karena dianggap menghina agama. Pernyataan Fahri yang membela hak bicara Irshad atas nama demokrasi memicu reaksi negatif, dan banyak pihak yang mengkritik pandangannya.
Meski sering menuai kontroversi, Fahri tetap memiliki pengaruh besar di kancah politik nasional. Karier politiknya yang dimulai dari gerakan mahasiswa hingga mencapai posisi Wakil Ketua DPR RI. Ini menunjukkan konsistensinya dalam memperjuangkan isu-isu yang ia yakini, meski sering kali tak sejalan dengan arus utama. (*)