Mataram (NTBSatu) – Masalah krisis air bersih di Gili Trawangan menjadi ancaman, terutama pada sektor pariwisata. Apalagi Gili Trawangan merupakan salah satu destinasi wisata unggulan. Menyumbang sekitar Rp2-3 miliar sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Selama ini pasokan air bersih di Gili Trawangan, salah satunya berasal dari PT Tiara Cipta Nirwana (TCN). Di mana, perusahaan tersebut menyuling air laut menjadi air bersih siap pakai untuk kebutuhan masyarakat setempat.
Namun kini, izin Pemanfaatan Ruang Laut (PRL) perusahaan tersebut dicabut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Alasannya, karena menyebabkan kerusakan terumbu karang akibat pengeboran oleh perusahaan tersebut.
Pemprov NTB melalui Kepala Dinas Pariwisata, Jamaluddin Malady meminta, agar KKP meninjau kembali keputusan tersebut. Menurutnya, pencabutan izin operasi PT TCN dikhawatirkan memperparah kondisi.
“Kita prihatin dengan kondisi air di sana. Kita sebagai leading sector juga kahwatir, makanya meminta KKP meninjau kembali pencabutan izin tersebut,” kata Jamaluddin, Jumat, 11 Oktober 2024.
Terhadap dampak kerusakan lingkungan tersebut, lanjut Jamal, pihak PT TCN sebenarnya telah menyatakan kesanggupannya untuk memperbaikinya. Namun, memilih mundur karena tidak ingin terseret dalam masalah hukum.
“PT TCN kemarin sanggup, apa yang menjadi masalah kerusakan terumbu karang untuk dibersihkan. Namun memilih mundur, katanya tidak mau jadi tersangka. Karena, yang membuat rekomendasi itu adalah KKP,” jelas Jamal.
Memasuki Masa Kritis
Menurut Jamal, keputusan mencabut izin operasi PT TCN harusnya mempertimbangkan dampaknya dari berbagai sisi. Termasuk, kepentingan masyarakat dan pelaku pariwisata. Mengingat Gili Trawangan sangat bergantung pada ketersediaan air bersih.
“Bayangkan, kalau pariwisata kita anjlok karena krisis air bersih, pendapatan yang masuk ke kas daerah pun bakalan menurun. Air Bersih ini kebutuhan dasar, bukan hanya wisatawan yang membutuhkan tapi masyarakat kita juga,” ungkapnya.
Terpisah, Ketua Gili Hotel Association (GHA), Lalu Kusnawan menyampaikan, kondisi di Gili Trawangan saat ini mulai menunjukkan tanda-tanda air tidak bisa lagi mengalir.
Kondisi ini, ujarnya, akan berdampak pada keberlangsungan usaha di Gili Trawangan dan kehidupan masyarakat setempat.
“Suka tidak suka, setuju tidak setuju, tiga Gili itu masih menjadi mercusuar NTB. Kalau terjadi seperti ini, apakah kita akan saling tonton atau saling bantu?,” tanyanya.
“Karena itu perlu carikan solusi secara bersama-sama atas permasalahan ini,” pungkasnya. (*)