Mataram (NTBSatu) – Polresta Mataram memeriksa empat orang pihak Ponpes Al Aziziyah, Gunungsari, Lombok Barat terkait meninggalnya santriwati Nurul Izati, Kamis, 4 Juli 2024.
Keempatnya adalah dua santriwati rekan asmara Nurul Izati. Kemudian, satu ustazah inisial I dan laki-laki inisial F selaku wali kelas.
Unit Pelayanan Perempuan dan Anak alias PPA Polresta Mataram memeriksa empat pihak Ponpes Al Aziziyah itu secara terpisah.
Dua santri mendapat pendampingan dari pekerja sosial alias Peksos, menyusul mereka adalah anak di bawah umur.
Pihak pondok menjalani pemeriksaan sejak pukul 11.20 Wita. Kemudian istirahat makan dan salat zuhur. Polisi melanjutkan pemeriksaan sekitar pukul 14.14 Wita hingga sore.
Kuasa hukum Ponpes Al Aziziyah, Herman Sorenggana menyebut, pertanyaannya seputar lingkungan pondok. Bagaimana keseharian mereka sejak pagi hingga pagi. Sedikitnya ada belasan pertanyaan yang polisi lemparkan terhadap keempat pihak ponpes.
“Pertanyaan pemeriksa, hubungan dengan almarhumah, dan itu sudah dijawab dengan lengkap. Kita tunggu hasil berikutnya,” kata Herman kepada wartawan di Mapolresta Mataram.
Herman mengaku, pihaknya mendukung penuh tindakan kepolisian mengungkap penyebab wafatnya santriwati usia 13 tahun tersebut. Al Aziziyah siap membantu apa saja yang menjadi kebutuhan penyidik Polresta Mataram. Termasuk menghadirkan sejumlah saksi yang polisi butuhkan.
“Dan ini menjadi kepentingan kita bersama, termasuk pondok supaya tidak menjadi fitnah,” jelasnya.
Yakinkan tak ada kekerasan pondok
Herman meyakini jika kematian santriwati asal Ende, Nusa Tenggara Timur tersebut bukan karena menjadi korban penganiayaan. Pasalnya, tidak ada satu orang pun yang mendengar atau bercerita bahwa terjadi penganiayaan terhadap Nurul Izati.
“Tidak ada yang melihat, kalau itu ada tindakan kekerasan,” kelitnya.
Pun ada hukuman terhadap santri atau santriwati, sambung Herman, pihak pondok tidak pernah menggunakan kekerasan. Hukuman yang mereka pakai seperti mengaji, membersihkan toitel atau halaman, dan mengepel kamar.
“Itu sanksinya. Fisik tidak ada,” ungkapnya.
Siap Serahkan Rekaman CCTV
Alasan lain mengapa pondok merasa yakin bahwa Nurul Izati tidak mengalami penganiayaan adalah karena rekaman CCTV pondok. Pada Jumat, 14 Juni 2024 sore, perwakilan keluarga menjemput Nurul dan membawanya ke Lombok Timur.
Saat itu dia berjalan normal dengan menenteng tas. Tidak ada yang membopongnya.
“Nurul Izati keluar dari gerbang, yang menjemput datang mengambil barang kemudian masuk mobil,” ungkap Herman.
Beberapa hari kemudian pihak Al Aziziyah mendengar kabar jika santriwati tersebut tiba-tiba menjalani perawatan medis di RS Soedjono Selong, Lombok Timur.
“Di dalam video tertera tanggal 14 Juni sore. Ada delapan CCTV di sana,” ujarnya.
Karenanya, lanjut Herman, pihak pondok pesantren akan menyerahkan rekaman CCTV ke Unit PPA Polresta Mataram.
“Saya sendiri sudah melihat CCTV kepulangan saja. Saya heran beredar di beberapa grup WhatsApp,” katanya.
Polisi benarkan ada pemeriksaan
Kasat Reskrim Polresta Mataram, Kompol I Made Yogi Purusua Utama yang wartawan temui di Mapolresta Mataram membenarkan adanya pemeriksaan pihak ponpes.
Yogi menyebut, ada empat orang yang Unit PPA lakukan pemeriksaan. Rinciannya, dua santriwati, satu wali kelas, dan pembina.
Senada dengan Herman, dua santriwati mendapat pendampingan dari Peksos. “Karena anak di bawah umur,” jelasnya sore ini.
Pengusutan kematian Nurul Izati terus berjalan dan berkembang. Setelah ini, polisi akan kembali memeriksa saksi dari kalangan pondok pesantren.
Nurul Izati menghembuskan nafas terakhirnya pada Sabtu, 29 Juni 2024 pagi di RSUD Soedjono. Jenazahnya dibawa ke RS Bhayangkara untuk proses autopsi.
“Hasil autopsi belum keluar,” ungkap mantan Kasat Resnarkoba Polresta Mataram ini.
Sebelumnya, Polresta Mataram memeriksa tujuh orang tenaga medis pada Selasa, 2 Juli 2024. Rinciannya, satu orang dari poliklinik Ponpes Al Aziziyah, satu dari Puskemas Labuan Lombok, dan lima tenaga medis lainnya dari RSUD Soedjono, Selong Lombok Timur.
Selain itu, penyidik juga memeriksa tiga warga. Salah satunya orang tua rekan Nurul Izati yang kali pertama memfasilitasi korban masuk rumah sakit. (*)