Mataram (NTBSatu) – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB buka suara terkait kerusakan ekosistem laut akibat aktivitas pengeboran PT TCN di wilayah Gili Trawangan, Lombok Utara.
Direktur Walhi NTB Amry Nuryadin menjelaskan, kerusakan ekosistem laut di salah satu destinasi wisata tersebut melanggar Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
“Kalau usaha yang mengakibatkan rusak atau dampak yang sangat penting bagi lingkungan hidup terlebih pencemaran, pasti ada konsekuensi yang ditegakkan sesuai UU PPLH,” katanya kepada wartawan, Rabu, 5 Juni 2024.
Apalagi aktivitas pengeboran perusahaan dilakukan di tengah laut. Tentu berdampak pada lingkungan hidup, lebih-lebih terumbu karang.
Karenanya, dia mendorong agar aktivitas PT TCN dihentikan dan dilakukan evaluasi. Tujuannya, untuk memastikan apakah benar ada kerusakan dan pencemaran atau tidak.
Pasalnya, jika pengeboran terus dilakukan maka akan berdampak serius bagi lingkungan hidup di sekitar lokasi. Apalagi pemulihan terumbu karang memakan waktu yang lama. Bisa sampai ratusan tahun.
Selain mempengaruhi ekosistem laut, kerusakan juga berdampak pada sisi lain, seperti wisata dan aktivitas nelayan sekitar.
“Sehingga harus dijaga. Apalagi di daerah destinasi wisata ada terumbu karang yang sangat eksotis dan indah,” sebut Amry.
Kembali ditegaskan, jika PT TCN terus melakukan aktivitas pengeboran maka sama dengan melanggar Undang-undang PPLH. Karenanya evaluasi penting dilakukan. Terlebih kerusakan yang diakibatkan sejauh 1600 meter persegi atau 16 hektare.
“Kalau tidak segera dievaluasi akan berdampak lebih serius,” katanya mengingatkan.
Berita Terkini:
- Jaksa Tahan Eks Pimpinan Cabang BSI di Lapas Lombok Barat
- Kejati NTB Angkut Eks Pimpinan BSI Cabang Mataram di Semarang Dugaan Korupsi KUR Rp8,2 Miliar
- Nelayan Sekaroh Lotim Menjerit, 10 Tahun PT Autore Diduga Merompak Mutiara Senilai Ratusan Miliar
- Polisi Minta BPKP Hitung Kerugian Negara Dugaan Korupsi Sewa Alat Berat Dinas PUPR NTB
- Pemkot Mataram Tidak Adakan Perayaan Tahun Baru 2025, Imbau Warga Tetap Waspada Cuaca Ekstrem
Walhi NTB, sambung Amry, mendorong personel Polda NTB agar mengusut tuntas kasus ini. Polisi diminta tidak hanya melakukan penyelidikan, tetapi juga melakukan investigasi mendalam sejauh mana kerusakan atau pencemaran ekosistem laut ini terjadi.
“Kita mendorong APH (aparat penegak hukum) tidak hanya melakukan penyelidikan yang mendalam. Kami akan turun investigasi setelah Iduladha,” tutupnya.
Diketahui PT TCN dilaporkan ke Ditreskrimum Polda NTB oleh Surak Agung Lombok Utara melalui Wiramaya Arnad pada 17 Mei 2024 lalu.
Kasus ini sudah mulai berjalan di tahap penyelidikan, sesuai surat perintah penyelidikan nomor: SP.Lidik/216/V/RES/5.3/2024/Ditreskrimsus tanggal 27 Mei 2024.
Bahkan pelapor dari Surak Agung Lombok Utara melalui Wiramaya Arnadi telah dimintai keterangan pihak kepolisian Senin, 3 Juni 2024.
Dalam laporannya, dia meminta Polda NTB mengungkap siapa pihak yang bertanggungjawab munculnya kerusakan ekosistem tersebut. Apalagi temuan Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Wilayah Kerja Perairan Gili Trawangan, Meno, dan Air (Tramena) menyebut, sekitar 1600 meter persegi laut yang terdampak.
“Harus ada yang bertanggung jawab dari kerusakan terumbu karang di sana,” tegas Wiramaya.
Sebelumnya, Koordinator BKKPN Kupang Wilayah Kerja Perairan Gili Trawangan, Meno, dan Air (Tramena) Martina mengatakan, pihaknya kini menunggu hasil laboratorium kimia analitik dari Prodi Kimia Universitas Mataram (Unram).
“Untuk (mengetahui) apa saja kandungan lumpur,” katanya kepada wartawan melalui sambungan telepon.
Dia mengaku telah berkoordinasi dengan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan wilayah NTB, untuk menginformasikan bagaimana hasil laboratorium tersebut.